Sukses

Membingkai Makna 'Mempolong Merenten' dalam Masa Pemulihan Usai Gempa Lombok

Buku "Mempolong-Merenten, Rehab Rekon Gempa Lombok", ditulis oleh Egy Massadiah-Roso Daras dan Tim merupakan buku yang mencatat sebuah fase penting dalam proses pemulihan pascagempa, yakni rehabilitasi dan rekonstruksi.

Liputan6.com, Jakarta Gempa bumi dahsyat yang melanda Lombok, Nusa Tenggara Barat bulan Juli–Agustus 2018, bisa dipastikan menjadi gempa yang tidak akan pernah terhapus dari sejarah kebencanaan di Tanah Air. Karenanya, mencatat bencana alam, sejatinya mencatat sejarah.

"Terlebih, kita semua harus sadar, bahwa bencana yang terjadi adalah peristiwa berulang, maka apa pun dokumen, catatan tentang bencana niscaya akan sangat besar manfaatnya di kemudian hari," ujar Pangdam IX/Udayana, Mayjen TNI Maruli Simanjuntak, saat meluncurkan buku "Mempolong Merenten", di Hotel Killa Senggigi Lombok, Rabu (28/4/2021) malam.

Buku "Mempolong-Merenten, Rehab Rekon Gempa Lombok", ditulis oleh Egy Massadiah-Roso Daras dan Tim merupakan buku yang mencatat sebuah fase penting dalam proses pemulihan pascagempa, yakni rehabilitasi dan rekonstruksi. Buku ini digagas oleh Komandan Korem 162/Wira Bhakti, Brigjen TNI Ahmad Rizal Ramdhani, atas arahan dan dukungan Kepala BNPB, Letjen TNI Doni Monardo.

Keterlibatan para prajurit TNI dalam ikut mempercepat pembangunan infrastruktur serta rumah tahan gempa di seantero wilayah terdampak, terbukti efektif dan bisa menjadi semacam role model pada penanganan pasca bencana di daerah lain.

"Indonesia berada di wilayah 'Pacific Ring of Fire' (Cincin Api Pasifik) yaitu daerah yang sering mengalami bencana alam seperti gempa bumi dan letusan gunung berapi. Sekitar 90 persen dari gempa bumi yang terjadi, terjadi di sepanjang Cincin Api ini," tegas Pangdam Maruli.

Mantan Dan Paspampres itu juga menambahkan, bahwa catatan peristiwa yang kemudian dibukukan, langsung tak langsung menjadi bagian dari upaya mitigasi yang penting. Buku, pada galibnya merupakan jendela ilmu dan pintu pengetahuan.

Buku ini berisi 11 judul tulisan dengan aneka kisah yang belum pernah terungkap dalam proses pemulihan usai gempa Lombok. Salah satunya adalah kisah perjalanan "sekrup" yang begitu penting bagi kelangsungan proses pendirian rumah tahan gempa di sana. Demi mengetahui kesulitan pengadaan sekrup khusus untuk pendirian pondasi rumah tahan gempa tadi, Letjen TNI Doni Monardo pun turun tangan. Melalui jaringannya, Doni mengirimkan ribuan sekrup dari Bandung ke Lombok.

Kisah itu menjadi prolog buku di bawah judul "Perjalanan Sang Sekrup", dengan narasumber utama Kepala BNPB Doni Monardo. Judul-judul menarik lain di antaranya, "Risalah Kiamat Kecil", "Cahaya di Ujung Terowongan", “Pemolisian Bencana Plus-plus”, “Babak Belur tanpa Tentara”, “Zipur Bertempur dengan Waktu”, “Risha Dibangun, Sasak Disurvei”, “Odong-odong dan Film Warkop”, “Bonceng Jokowi ke Rumah Zohri”, “Gotong Royong Sampai Peliuk”, “Persit nan Gesit”, “Tabur Kata Terima Kasih”, dan “Hikmah Mempolong Merenten”.

 

Simak video pilihan berikut ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Makna Mempolong Merenten

Sebelum diluncurkan, panitia sempat menayangkan sebuah film pendek tentang gempa bumi Lombok 2018. Lalu disusul pengantar oleh Danrem Brighen Rizal Ramdhani.

Tak ketinggalan, peluncuran buku Mempolong-Merenteng makin bermakna dengan kehadiran dan sambutan dari Gubernur NTB, Zulkieflimansyah. "Gempa beruntun Lombok adalah sejarah. Sejarah tentang ribuan kali gempa dalam hitungan tiga bulan, Agustus, September hingga Oktober 2018. Peristiwa itu menjadi rekor gempa beruntun terbanyak abad ini," ujarnya.

Gubernur Zulkieflimansyah menambahkan, melalui proses panjang dan berliku, pada akhirnya bisa terlihat hasil yang baik. Bahwa catatan penting proses pembangunan rehab-rekon Pascagempa Lombok, mengejawantah sebuah “kisah sukses” (success story). Lombok senyatanya menjadi best practice penanganan gempa.

"Banyak pihak yang datang studi banding ke Lombok. Bahkan BNPB pun mengadopsi dan merekomendasi cara-cara penanganan rehab-rekon gempa Lombok untuk digunakan di daerah lain," ujar Gubernur.

Di tempat terpisah, Egy Massadiah selaku koordinator penulisan buku menyambut gembira atas peluncuran buku tersebut. "Kami memberi judul buku ini dengan istilah lokal Lombok, Mempolong Merenteng yang bisa dimaknai sebagai gotong royong. Kita juga tidak menafikan, sukses rehab-rekon pasca gempa Lombok, tak lepas dari keterlibatan banyak pihak, dengan unsur TNI/Polri di garda terdepan," ujar Egy, yang juga Tenaga Ahli Kepala BNPB.

Egy berharap, buku ini bisa menjadi referensi di seluruh daerah di Indonesia, utamanya yang masuk kategori rawan bencana. "Para pemimpin daerah, akademisi, wajib baca buku ini sebagai pelajaran, referensi, utamanya terkait manajemen penanganan bencana," dia menambahkan.

Yang tak kalah penting, Egy menggarisbawahi apa yang disampaikan Pangdam IX/Udayana, Mayjen TNI Maruli Simanjuntak, ihwal pentingnya peran TNI-Polri di setiap fase penanganan bencana alam. Egy pun teringat pernyataan serupa yang pernah dilontarkan Ketua Komite II DPD RI, Yorrys Raweyai, di NTT beberapa waktu lalu.

Usai mengikuti dan melihat dari dekat kegiatan Kepala BNPB dalam penanganan bencana banjir-longsor di NTT, Yorris mengatakan, "Tanpa prajurit TNI/Polri, entah apa jadinya…".

Hadir dalam acara peluncuran buku, antara lain Wakapolda NTB, Kajati NTB, Kalak BPBD NTB, Ka Basarnas NTB, Kadis Sosial, PUPR dan Perkim Prov. NTB, Rektor Unram, Rektor UMM, Rektor UIN Mataram, para Dandim dan Kapolres sepulau Lombok, dan para pihak lain.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.