Sukses

Menanti Roadmap Mitigasi Bencana di Wilayah Ciayumajakuning

Bencana tahunan yang terjadi di wilayah Pantura Jawa Barat dianggap semakin mengkhawatirkan warga sekitar karena skalanya semakin besar sehingga butuh solusi.

Liputan6.com, Cirebon - Bencana banjir hingga tanah longsor yang menimpa wilayah di Cirebon Indramayu Majalengka dan Kuningan (Ciayumajakuning) dianggap masih menghantui warga sekitar.

Diketahui, tiap tahun bencana yang terjadi di wilayah Ciayumajakuning semakin banyak. Anggota Komisi VIII DPR RI Selly Andriany Gantina mengatakan, perlu dibuat roadmap desain mitigasi bencana untuk wilayah Pantura Jabar itu.

"Mitigasi bencana di wilayah Ciayumajakuning harus terkoneksi dan terintegrasi, baik dari pemerintah pusat, provinsi maupun kabupaten/kota," ungkap Selly, Rabu (17/3/2021).

Selly mengaku mendorong seluruh elemen untuk menggelar Forum Group Discussion (FGD) membahas Desain Mitigasi Bencana di Wilayah Ciayumajakuning. Penanganan bencana hanya dilakukan masing-masing daerah.

FGD yang digelar Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) itu dihadiri oleh sejumlah pejabat dari kementerian terkait, pemerintah provinsi, serta pemerintah daerah di Ciayumajakuning. Target utamanya adalah menyusun desain mitigasi bencana berbasis interkonektivitas program pusat dan daerah.

"Kita rumuskan kesimpulan, rencana aksi untuk mitigasi maupun penanganan bencana. Selanjutnya kesimpulan ini untuk pemerintah daerah, provinsi maupun pusat. Agar semua program penanggulangan bencana itu terintegrasi," tutur politisi PDIP Dapil VIII Jawa Barat (Cirebon-Indramayu) itu.

Menurut Selly, pemerintah daerah memiliki program dan ketersediaan anggaran untuk mitigasi bencana. Tapi, kata dia, pemerintah tidak punya grand design atau blue print mengenai penanggulangan bencana yang akan dikerjakan bersama-sama antardaerah.

Dengan demikian, kata Selly, antar pemerintah daerah di Ciayumajakuning harus memiliki roadmap penanggulangan bencana. Baik jangka panjang, menengah maupun jangka pendek.

Roadmap ini dinilai penting, termasuk untuk mengantisipasi terjadinya dampak bencana yang dipicu program pembangunan yang dilakukan pemerintah.

"Seperti disampaikan pula oleh Bapenas, bahwa program pembangunan yang dilakukan pemerintah juga harus memperhatikan resiko bencana. Misalnya, ketika pembangunan jalan tol, ternyata menyebabkan banjir di titik tertentu di Cirebon timur, karena mengganggu aliran sungai," terangnya.

Saksikan video pilihan berikut ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Komitmen Bersama

Selain grand desain mitigasi bencana, perlu regulasi yang menjamin program mitigasi maupun penanggulangan bencana berjalan optimal. Tidak terpengaruh oleh pergantian kepala daerah maupun faktor lainnya.

Deputi bidang pencegahan BNPB, Lilik Kurniawan mengatakan, upaya preventif dalam penyikapan terhadap potensi bencana sangat penting, termasuk penanganan secara komprehensif dan terintegrasi.

"Biasanya kita hanya berpikir responsif. Tapi bu Selly berpikir, harus preventif juga. Tidak bisa parsial masing-masing lembaga, maka harus dibicarakan secara sinergi. Makanya kita buat FGD ini," ungkap Lilik.

Ia mengakui, tidak mudah menyusun rencana aksi bersama lintas daerah. Namun jika semua pihak berkomitmen, bisa direalisasikan bersama.

Menurut dia, hal lain yang patut diperhatikan adalah sinkronisasi rencana aksi tersebut dengan rencana pembangunan di semua tingkatan.

"Konsekuensi kita tinggal di Indonesia, memang harus prepare terhadap ancaman bencana. Negara kita memang kaya raya, tapi memiliki konsekuensi potensi bencana," katanya.

Lilik mengaku, ancaman bencana hidrometrologi yang mengintai sejumlah daerah di Indonesia tidak bisa hanya diselesaikan oleh masing-masing daerah secara mandiri.

"FGD ini tujuannya kita memiliki grand design yang memuat rencana aksi, tidak hanya tahun ini, tapi tiga atau lima tahun ke depan," katanya.

Di tempat yang sama, Kepala Balai Besar Wilayah Sungai Cimanuk Cisanggarung (BBWS-CC), Ismail Widadi mengatakan, banjir yang terjadi di wilayah Ciayumajakuning dipicu limpasan air dari sungai.

"Secara umun, faktor utamanya sebagaimana BMKG menyampaikan, karena curah hujan yang ekstrem dimana-mana. Bukan hanya di Ciayumajakuning. Tapi se-Indonesia mengalami hujan ekstrem," ungkap Ismail.

Kalau di Ciayumajakuning, sambung Ismail, kondisi daerahnya dataran. Sehingga relatif tergenang.

"Bagaimana caranya? Buat drainase sebagus mungkin. Kalau daerahnya relatif landai, ada kelerengan, sungainya diperdalam, dilebarkan, airnya akan lebih cepat ke laut," jelasnya.

Dari 25 sungai yang ada di bawah kewenangan BBWSCC memiliki tingkat sedimentasi yang merata. Untuk mengurangi potensi banjir diantaranya dengan membangun bendungan di Kuningan, sampai ke pembangunan waduk Jatigede.

"Ini efektif menampung air," tegasnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.