Sukses

Mustahil Membangun Literasi Tanpa Ketersediaan Buku di Daerah

Pembangunan literasi di berbagai daerah sudah bermasalah di hulu, yakni kurangnya bahan bacaan buku terapan untuk masyarakat luas.

Liputan6.com, Samarinda - Tugas pustakawan kini bukan lagi sebatas menata buku, di abad 21 seperti sekarang ini, tugas pustakawan adalah transfer knowledge, menyampaikan ilmu pengetahuan yang dimilikinya ke seluruh masyarakat. 

Kepala Perpustakaan Nasional Syarif Bando dalam Rapat koordinasi daerah (Rakorda) Perpustakaan dan Kearsipan se-Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2021, Selasa (16/3/2021) mengatakan, literasi sudah berkembang pada masa kemerdekaan Indonesia, dimana pada saat kondisi melek huruf hanya dua persen sehingga Proklamator Bung Karno turun langsung ke masyarakat untuk mengenalkan literasi.

Kondisi saat ini dinilai sudah jauh berubah, tingkat melek huruf penduduk Indonesia sudah mencapai 96 persen dan anggaran pendidikan sudah mendapat 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

"Tahun ini Perpustakaan Nasional bekerja sama dengan berbagai pihak untuk membangun literasi di Indonesia melalui perpustakaan," ujar Syarif.

Syarif menjelaskan, pembangunan sumber daya manusia terkait erat dengan literasi. Dirinya mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk memaknai literasi secara luas. Literasi di era Presiden Joko Widodo-Ma’ruf Amin dimaknai sebagai kemampuan aksesibilitas terhadap sumber-sumber bahan bacaan terpercaya, terlengkap, dan terkini.

Kedua, literasi adalah kemampuan memahami apa yang tersirat dari yang tersurat. Ketiga, literasi adalah kemampuan mengemukakan ide atau gagasan baru, inovasi baru, dan keempat, literasi adalah kemampuan menciptakan barang dan jasa yang bermutu yang bisa dipakai dalam kompetisi global.

Pihaknya telah mengidentifikasi kondisi literasi di Indonesia menjadi hulu dan hilir. Fakta mengungkapkan, rendahnya budaya baca masyarakat terdapat pada kondisi hilir. Karenanya, harus ada kerja sama untuk mengatasi kondisi di hulu.

Di antaranya, peran negara seperti kebijakan yang dihasilkan eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Selain itu, peran akademisi, perguruan tinggi, pengarang, penerbit, dan penerjemah, juga dibutuhkan untuk mengatasi kondisi di hulu. Peran seluruh pihak dibutuhkan untuk memastikan buku tersedia dan bisa sampai ke seluruh pelosok Indonesia.

Syarif mendorong perpustakaan menyediakan buku-buku ilmu terapan, agar dimanfaatkan masyarakat untuk menambah keterampilan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. 

"Seluruh stakeholder di daerah harus menghasilkan buku-buku yang dibutuhkan masyarakat daerahnya. Targetnya, setiap orang baca tiga buku dengan demikian dibutuhkan kurang lebih 810 juta buku di Indonesia," ungkap Syarif.

 

Simak juga video pilihan berikut ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Perpustakaan dan Kearsipan di Kalimantan Timur

Sementara itu, Gubernur Kalimantan Timur Isran Noor di acara yang sama mengatakan, ilmu pengetahuan tidak hanya didapatkan di lembaga resmi sekolah ataupun perguruan tinggi, namun juga bisa didapatkan di perpustakaan.

"Saya merasa punya kepentingan dalam pembangunan sumber daya manusia melalui sarana dan prasarana perpustakaan dan kearsipan yang ada di Kalimantan Timur. Jadi dengan adanya sumber daya manusia yang memiliki pengetahuan yang bagus dan luar biasa, maka di situ akan muncul sebuah kualitas sumber daya manusia yang baik," katanya.

Pengelolaan arsip secara nasional sendiri sudah terintegrasi melalui aplikasi Srikandi. Aplikasi Srikandi pada dasarnya merupakan integrasi antara pengelolaan arsip dinamis secara instansional berbasis digital melalui aplikasi SIKD dan secara nasional pada kementerian lembaga dan pemerintah daerah. Untuk mengelolanya arsiparis yang handal melalui uji kompetensi dan sertifikasi.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.