Sukses

Ratusan Hektare Lahan di Paru-Paru Dunia Giam Siak Kecil Hangus Menjadi Abu

Ratusan hektare lahan di Cagar Biosfer Giam Siak Kecil yang ditetapkan UNESCO sebagai kawasan paru-paru dunia terbakar karena ulah manusia.

Liputan6.com, Pekanbaru - Ratusan hektare lahan di Cagar Biosfer Giam Siak Kecil, Kabupaten Bengkalis, berubah menjadi abu. Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di sana sudah berlangsung satu pekan karena pembukaan kebun secara ilegal.

Cagar Biosfer merupakan kawasan paru-paru dunia yang sudah diakui United Nations of Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO). Kawasan ini juga menjadi habitat satwa langka dilindungi, seperti harimau sumatra.

Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau Suharyono sudah ke lokasi membantu pemadaman. Dia bersama sejumlah pegawai dibantu Manggala Agni untuk menjinakkan kebakaran lahan gambut itu.

"Untuk sampai ke lokasi kami naik sepeda motor menembus semak-semak, jarak tempuh 5 kilometer," kata Suharyono, Rabu siang, 3 Maret 2021.

Suharyono belum memastikan luasan karhuta di Cagar Biosfer. Dia menyebut masih fokus mendinginkan sejumlah lokasi dan memadamkan satu titik api.

"Pendataan luasan terbakar belum pasti, tapi diperkirakan 100 hektare lebih karena sifatnya sporadis," ucap Suharyono.

 

 

**Ingat #PesanIbu

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

Simak juga video pilihan berikut ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Ulah Manusia

Suharyono menyatakan karhutla ini bukan faktor alam. Namun disebabkan ulah manusia karena tak jauh dari lokasi pemadaman ada aktivitas manusia membuka lahan secara ilegal.

"Sekitar 1,5 kilometer dari titik saya berdiri ini ada aktivitas, membakar lahan sehingga apinya merembet ke sini," kata Suharyono.

Suharyono menyatakan lokasi karhutla berada di kawasan Giam Siak Kecil yang merupakan zona inti dari Cagar Biosfer. Daerah ini didominasi gambut dan kondisinya kering karena musim kemarau.

"Gambutnya dalam sehingga sulit memadamkan api," kata Suharyono.

Suharyono berharap pemadaman tidak hanya dilakukan melalui darat. Dia ingin ada pemadaman dari udara atau water bombing karena ada beberapa titik di lokasi yang sulit ditempuh via darat.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.