Sukses

Alasan Gubernur Sulbar Sarankan Pengungsi Gempa Segera Kembali ke Rumah

Di tengah rasa trauma dan takut warga akan gempa susulan itu, Gubernur Sulawesi Barat, Ali Baal Masdar meminta para pengungsi itu untuk kembali ke rumah masing-masing

Liputan6.com, Mamuju - Ribuan warga masih bertahan di posko pengungsian delapan hari pasca-gempa bumi 6,2 Magnitudo mengguncang Kabupaten Majene dan Mamuju, Sulawesi Barat, pada 15 Januari 2021 pukul 02.28 Wita.

Kebanyakan dari mereka memilih mengungsi karena masih merasa trauma dan takut akan gempa bumi susulan. Selain itu, juga terdapat warga yang rumahnya mengalami kerusakan sangat parah, tak mungkin lagi dapat dihuni, mereka kebingungan mau tinggal dimana.

Di tengah rasa trauma dan takut warga akan gempa susulan itu, Gubernur Sulawesi Barat, Ali Baal Masdar meminta para pengungsi itu untuk kembali ke rumah masing-masing. Ia juga menghimbau agar warga tak lagi termakan isu yang tak jelas asal-usulnya terkait bencana tsunami.

"Jadi kembali, pengungsi yang masih bisa ditempati rumahnya, kembali saja. Jangan terlalu lama di pengusngsian lagi. Insya Allah tidak ada lagi tsunami," kata Ali Baal saat rapat koordinasi dengan Pemkab Majene dan Mamuju, Sabtu (23/01/2021).

Ali Baal juga mengatakan, warga tak seharunya terlena akan bantuan yang tak henti-hentinya mengalir dari para dermawan kepada korban gempa. Warga diharap dapat segera beraktivitas agar dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka.

Simak Video Pilihan Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Trauma Korban Gempa Sulbar

Perempuan dan anak penyintas gempa di Mamuju disebut mengalami trauma sosial yang membuat mereka meninggalkan rumah.

Hal itu menurut Asisten Deputi Perlindungan Anak Kondisi Khusus, Elvi Hendrani, berdasarkan penilaian dari tim kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan anak (P3A). Elvi mengungkapkan sebagian besar perempuan dan anak yang masih mengungsi masih memiliki tempat tinggal, tetapi memilih bertahan di tenda darurat karena takut terjadi gempa susulan. Ketakutan para penyintas itu diperparah dengan hoaks yang menyebar usai gempa.

Menyikapi itu, Kementerian P3A kata Elvi berupaya menyediakan dukungan-dukungan psikososial di titik-titik pengungsian yang ada di Mamuju bersama tim dari organisisasi dan instansi lainnya seperti Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, HIMPSI, TNI AL, serta MDMC Muhamadiyyah.

"Ini adalah dukungan psikososial. Tidak menutup kemungkinan jika ada yang membutuhkan trauma healing, akan ditangani,” Kata Elvi di Mamuju, Kamis (21/1/2021).

Sejauh ini, telah ada dua posko ramah perempuan dan anak serta tenda ramah anak untuk mendukung penanganan psikososial para penyintas di Mamuju.

Pendataan sementara yang dilakukan Kementerian P3A mencatat akibat gempa magnitude 6,2 yang terjadi pada 15 Januari, tercatat pengungsi perempuan dewasa sebanyak 18.484, bayi berusia 0 sampai 2 tahun sebanyak 1.413, usia 2 sampai 6 tahun 301, dan usia 6 sampai 17 tahun ada 1.092. Dari jumlah itu terdapat ibu hamil sebanya 42 jiwa dan ibu menyusui 98 jiwa.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.