Sukses

Warga yang Gugat 12 Oknum Polisi dan Kepala Ombudsman Kaltim Keberatan Sikap Hakim

Penunjukan kuasa hukum tergugat 12 oknum polisi dari institusi Polri dan merupakan polisi akitif membuat penggugat ajukan keberatan kepada hakim.

Liputan6.com, Samarinda - Sidang ke-3 gugatan terhadap 12 oknum polisi dan Kepala Ombudsman Kaltim kembali digelar di Pengadilan Negeri Samarinda, Selasa (5/1/2021). Pada sidang tersebut, lima warga Samarinda yang mengajukan gugatan mengaku keberatan dengan sikap hakim.

Kelimanya di antaranya Abdul Rahim, Faizal Amri Darmawan, Wahyudi, Siti Zainab dan Hanry Sulistio. Keberatan tersebut dibuat dalam bentuk tertulis dan dibacakan di persidangan yang ditujukan langsung ke hakim yang menangani perkara tersebut.

Abdul Rahim mengatakan, ada delapan keberatan yang diajukan Penggugat semua berkaitan dengan hak hukum para pihak dan subjek hukum dalam perkara tersebut, belum masuk dalam pokok perkara.

"Namun setelah keberatan dibacakan dan diserahkan, hakim diminta untuk menjawabnya secara tegas dan bertanggung jawab secara tertulis, itu harapan kami sebagai penggugat," ungkap Rahim, Kamis (7/1/2021).

Hakim sempat menunda sidang 5 menit untuk memberi jawabannya. Namun hakim hanya menjawab secara lisan.

Bagi Rahim, jawaban hakim secara lisan tentu tidak konferehensif, hanya mengatakan keberatan tidak beralasan dan ditolak.

"Itu pun ketegasan hakim perlu kami desak hingga sedikit gaduh di ruang sidang," tegasnya.

Rahim menyayangkan sikap hakim yang menolak keberatan mereka, terutama terkait surat kuasa Tergugat dimana diberikan kepada anggota polri aktif.

"sementara yang kita gugat adalah oknum atau perbuatan pribadi tanpa melibatkan keanggotaan tergugat sebagai keluarga besar polri, jadi jika hakim mengijinkan kuasa tergugat dari Polri aktif tentu menyalahi UU advokad dan asas perdata Penggugat sebagai yang berhak menentukan siapa yang digugat sesuai Yurisprudensi putusan Mahkamah Agung RI 305 K/Sip/1971," tambah rahim

Faizal Amri Darmawan mengatakan yang digugat adalah oknum, semestinya didukung oleh polri sebagai upaya turut sertanya peran masyarakat dalam menjaga ketertiban. Hakim justru mengijinkan kuasa tergugat dari anggota polri aktif dan hakim menolak keberatan kami.

"Terus terang kami jadi sebagai masyarakat semakin merasa di teror dengan kenyataan ini," ungkapnya.

Pada sidang tersebut, salah satu penggugat berstatus mahasiswa bernama Wahyudi sempat diminta keluar meninggalkan persidangan oleh kuasa tergugat. Alasannya karena Wayudi lupa membawa KTP.

Namun hal itu mendapat perlawanan dari Wahyudi yang mengatakan bahwa KTP ada di panitera dan kuasa tergugat tidak punya hak menyuruhnya meninggalkan ruang sidang.

Hanry sulistio juga mengatakan dirinya sempat mendapat sahutan keras dari kuasa hukum tergugat yang notabene nya sebagai anggota polri aktif untuk berhenti menanyakan sikap hakim terkait keberatan ditolak atau diterima.

Namun Hanry mengatakan hal ini menjadi kewajiban hakim yang menjawab secara tegas bukan kewenangan kuasa tergugat yang mengartikan jawaban hakim. Sehingga iklim persidangan menjadi tegang.

"Kami merasa pesimis persidangan dapat mewujudkan keadilan karena dari hukum acara saja kami telah dipencundangi, namun kita pasrahkan kepada pemangku kewenangan, jika perlu kita buat gugatan baru bagi pihak-pihak yang intervensi dan campur tangan dalam perkara ini," ungkap Hanry.

Simak juga video pilihan berikut

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Awal Mula Kasus

Kasus ini, kata Hanry, bermula saat warga melapor ke Polresta Samarinda namun semua laporan tak digubris.

Laporan tersebut berkaitan dengan dugaan tindak pidana pemalsuan surat, dugaan kesaksian palsu di Pengadilan Negeri Samarinda, hingga beberapa dugaan tindak pidana lain.

“Bahkan karena kesaksian palsu itu bikin ada orang dipenjara bernama Achmad AR AMJ,” ungkap Hanry, Rabu (18/11/2020).

Hanry menjelaskan, terhitung sejak 2017 hingga 2020 sebanyak 23 laporan sudah dilayangkan pihaknya ke Polresta Samarinda.

Namun tak satupun kasus tersebut ditingkatkan ke tahap penyidikan. Padahal, menurut dia, dua alat bukti yang dilaporkan sudah memenuhi.

“Karena laporan tidak ditanggapi polisi. Kami layangkan laporan ke Ombudsman Kaltim dengan harapan Ombudsman bisa memeriksa kenapa laporan warga mandek di Polresta. Ombudsman justru hentikan pengaduan kami yang kami anggap catat hukum,” tegas dia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.