Sukses

Kaleidoskop Garut 2020, Heboh Kerajaan Kandang Wesi Ubah Garuda Pancasila

Selain kasus Kerajaan Kandang Wesi, ada juga kasus dugaan korupsi berjemaah bekas anggota DPRD Garut hingga banjir bandang menghiasi pemberitaan viral di Garut, Jawa Barat selama 2020.

Liputan6.com, Garut - Kalender 2020 segera berakhir, ragam fakta dan peristiwa mewarnai Garut, Jawa Barat dalam waktu satu tahun terakhir. Beberapa peristiwa besar bahkan mampu menyedot perhatian pemberitaan nasional alias viral.

Dimulai penanganan kasus korupsi berjemaah anggota dewan DPRD melalui Pokir dan BOP yang hingga kini masih mengambang, putusan kasus asusila video syur 'Vina Garut', munculnya kerajaan Kandang Wesi Tunggal Rahayu, Ratusan Santri Positif Covid-19, hngga musibah banjir bandang Pameungpeuk yang merendam sebagian besar pesisir wilayah Garut selatan.

Semuanya menjadi pemberitaan yang mendapatkan perhatian masyarakat luas.  Untuk itu, Liputan6.com kembali merangkum ragam peristiwa dalam satu tahun terakhir kaleidoskop 2020 di Garut, yang mampu menyedot perhatian masyarakat luas .

Kasus pokir dan BOP Dewan

Memasuki tahun 2020, masyarakat Garut masih menunggu proses pemeriksaan yang dilakukan Kejaksaan, dalam proses pengungkapan tersangka dugaan kasus berjemaah bekas anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Garut periode 2014-2019.

Mereka diduga terjerat kasus berjamaah korupsi penganggaran Pokok Pikiran (Pokir dan Biaya Operasional (BOP) pimpinan Dewan. Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Garut, Azwar mengatakan, setelah melakukan penyelidikan lembaganya mulai menemukan titik terang adanya indikasi korupsi.

"Penyidikannya kini dilimpahkan ke bidang Pidsus (Pidana Khusus)," ujar dia di kantornya, Selasa (7/1/2020) saat itu.

Menurutnya, setelah berkas pemeriksaan dalam penyelidikan awal rampung, lembaganya menyimpulkan perkara tersebut layak dan memenuhi syarat dilimpahkan ke penyidikan.

Dengan upaya itu, lembaganya berharap dalam empat bulan ke depan, mulai menemukan titik terang siapa saja yang terjerat dalam kasus tersebut.

"Kalau saat ini kita belum sampai pada penetapan tersangka," ujarnya.

Namun, hingga penghujung 2020, penyelidikan kasus tersebut hingga kini belum menunjukkan titik terang, termasuk menjerat siapa tersangka yang tersangkut dalam kasus yang berpotensi merugikan uang rakyat tersebut.

Modus Lama

Koordinator Garut Governance Watch (GGW) Agus Gandhi mengatakan, dugaan kasus korupsi berjemaah pokir dan BOP merupakan modus lama yang hanya berganti nama.

"Dulu namanya jaring asmara, kemudian dana aspirasi, sekarang pokir, intinya sama saja," ujar dia.

Menurutnya, kejari Garut memiliki kewengan lebih dalam penanganan kedua kasus itu, terlebih sudah banyak bukti yang menyatakan adanya dugaan praktik rasuah dalam kasus itu.

"Sekarang yang diperiksa kan hanya dua tahun terakhir, terus yang 2014 hingga 2016 bagaimana?" tanya dia.

Rata-rata potongan proyek yang dilakukan anggota dewan terhadap rekanan berkisar antara 10-15 persen, untuk satu item program yang diusung.

"Ini ada sebuah pertanyaan besar jangan-jangan ada mafia peradilan di Garut?" kata dia.

Sementara total kerugian dalam kurun waktu 2014-2019 mencapai Rp92 miliar. Angka itu diperoleh dari ratusan proyek yang sengaja direcah bagian anggaran dewan. "Rata-rata satu paket Rp200 juta," kata dia.

Dalam praktiknya, tiap anggota dewan mendapatkan jatah sekitar Rp1,5 miliar dana usungan tiap dapil. Dengan angka itu, mereka bisa mendapatkan tujuh hingga delapan paket proyek usulan, untuk selanjutnya dikerjakan pihak pemborong atau bandar proyek di lapangan.

"Mereka (Anggota DPRD) mendapatkan fee rata-rata sekitar 10 sampai 12,5 persen," kata dia.

Angka itu bisa lebih besar bagi Ketua Fraksi dan Ketua Komisi, termasuk pimpinan DPRD, yang mendapatkan cuan proyek lebih besar. "Mungkin pimpinan DPRD bisa mencapai puluhan miliar," ujar dia.

Akibat besarnya kerugian anggaran yang dinikmati bekas wakil rakyat itu, lembaganya kembali meminta ketegasan jajaran Adhyaksa dalam penyelesaian dua kasus korupsi berjamaah tersebut.

"Yang kemarin itu, saya menduga adanya mafia peradilan melalui makelar kasus," ujar Agus menduga.

Simak video pilihan berikut ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 6 halaman

Nasib Pemeran Perempuan di Video ‘Vina Garut'

Setelah melalui proses panjang sidang peradilan, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Garut akhirnya menjatuhkan hukuman tiga tahun penjara dan denda Rp 1 miliar kepada Vina Aprilianti, pelaku perempuan dalam kasus video syur ‘Vina Garut’. Dalam sidang yang digelar secara teleconference, majelis hakim memutuskan Vina bersalah.

“Menyatakan terdakwa bersalah secara sah dan meyakinkan turut serta menjadi objek dalam muatan yang mengandung pornografi,” ujar Ketua Majelis Hakim, Hasanuddin dalam persidangan, Kamis, (2/3/2020).

Vina dinyatakan bersalah melanggar Pasal 8 Undang-undang Pornografi. Atas putusan tersebut, penasihat hukum Vina mengajukan banding. Tidak hanya penasihat hukum, jaksa penuntut umum pun banding atas putusan hakim tersebut.

Sementara, dua terdakwa pemeran pria kasus video porno Vina Garut yaitu Agus Dodi dan Weli dijatuhi vonis penjara dua tahun sembilan bulan dan subsider denda Rp1 miliar.  Vonis majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Garut ini lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) selama empat tahun.

Juru bicara Pengadilan Negeri Garut, Endratno Rajamai menyebut sidang yang dilakukan secara teleconference itu berdasarkan surat edaran Direktorat Jenderal Badan Peradilan pada 27 Maret 2020 untuk mencegah wabah Covid-19. Di Garut, sidang secara teleconference dilakukan sejak Senin, 30 Maret 2020.

Sementara itu, Kepala Kejaksaan Negeri Garut, Sugeng Hariadi menyebut bahwa selama ini sidang berlangsung dengan sukses. Selain itu, juga ia menyebut bahwa sidang secara teleconference cukup efektif untuk menghindari kerumunan orang.

"Sidangnya seperti biasa, cuma tidak dihadiri terdakwa dan saksi," katanya

3 dari 6 halaman

3. Miris, Orangtua di Garut Terpaksa Curi HP untuk Sekolah Anaknya

Sekolah daring yang dikonsep pemerintah untuk menghindari penyebaran Covid-19 memakan korban.  AJ, seorang bapak akhirnya nekat mencuri handphone milik tetangganya untuk memenuhi kebutuhan fasilitas belajar daring anaknya, yang masih duduk di bangku sekolah MTSN di Garut.

Aksi warga Kampung Cilelang, Desa Jati, Tarogong Kaler, Garut itu sempat menjadi viral akibat perbuatan melawan hukum. Namun, dengan pertimbangan kemanusiaan akhirnya pelaku dibebaskan dari segala tuntutan.

Diketahui dalam satu bulan terakhir, S (13), anak pelaku, terlambat dalam mengerjakan tugas sekolah yang dilakukan secara daring alias online, akibat ketidakmampuannya menyediakan fasilitas handphone smartphone tersebut.

Kepala Kejaksaan Negeri Garut Sugeng Hariadi mengatakan, perbuatan yang dilakukan AJ melanggar hukum, tetapi dengan pertimbangan kemanusiaan, akhirnya tidak dilimpahkan ke tingkat penyidikan.

"Sesuai dengan Perma (Peraturan Mahkmah Agung) tahun 2016, itu memang di bawah Rp 2 juta tidak perlu dinaikkan menjadi pidana," ujarnya selepas memberikan bantuan di rumah pelaku, Rabu (5/8/2020) saat itu.

Dalam keterangannya, AJ mengakui seluruh perbuatannya. Bapak tiga anak itu nekat mencuri HP keluarga AT, untuk memenuhi kebutuhan anaknya dalam proses belajar secara online.

"Mungkin teman-teman bisa melihat kondisi rumahnya (mengkhawatirkan), orangtuanya yang hanya sebatas buruh tani yang memiliki tiga orang anak," ujarnya.

Bahkan, saat pertama kali ditemukan oleh AT, HP curian yang dicuri AJ, tengah digunakan S, anaknya untuk proses belajar secara online tersebut.

"Korban tidak mempersalahkan, bahkan mencabut laporannya, karena korban melihat kondisinya seperti itu akhirnya tersentuh," kata dia.

Tidak hanya itu, untuk membantu keluarga AJ, lembaganya memberikan bantuan sembako serta peralatan sekolah untuk S.

"Kami juga memfasilitasi kakaknya nomor satu untuk kembali sekolah melalui paket belajar, sebab putus sekolah saat kelas dua," ujarnya.

Meskipun demikian, Sugeng mengingatkan jika perbuatan yang dilakukan AJ tetap melanggar hukum, dan meminta untuk tidak mengulangi.

"Kami juga berikan pendidikan hukum dan Alhamdulillah korban juga tidak mempersoalkan secara hukum dan mencabutnya," kata dia.

Beruntung sejak kejadian itu, rumah pelaku sontak menjadi perhatian masyarakat luas, ragam bantuan datang mengalir, hingga Istri Menteri Sosial pun menyempatkan hadir untuk memberikan bantuan kepada keluarga AJ.

4 dari 6 halaman

4. Heboh Paguyuban Tunggal Rahayu Kandang Wesi

Selain Keraton Agung Sejagat di Purworejo, Sunda Empire, kerajaan Selacau di Tasikmalaya, tak ketinggalan Garut pun, memiliki Paguyuban Kandang Wesi Tunggal Rahayu di Kampung Cigentur, Desa Cisewu, Kecamatan Cisewu, Garut.

Paguyuban ini membuat heboh setelah Ketua Paguyuban Kandang Wesi Tunggul Rahayu, Sutarman alias Cakraningrat atau Wijaya Nata Kusuma Nagara, diduga telah melakukan pelecehan terhadap lambang negara Garuda Pancasila.

Posisi kepala burung garuda  yang sebelumnya menoleh ke sebelah kanan (dari sudut pandang garuda) sebagaimana yang berlaku saat ini, berubah menjadi lurus menghadap ke depan.

Kemudian komposisi bagian tengah burung yang sebelumnya berisi padi-kapas, kepala banteng, pohon beringin, rantai dan bintang, menjadi bulatan berisi peta dunia dan tulisan 'GARUDA BOLA DUNIA'.

Bahkan semboyan Bhinneka Tunggal Ika pun tak luput diubah menjadi 'Bhinneka Tunggal Ika Soenata Logawa'.

Tak ingin menjadi polemik, akhirnya pihak kepolisian turun tangan. Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Jabar Komisaris Besar Erdi A Chaniago menyatakan lembaganya langsung melakukan penyelidikan untuk bukti terkait peristiwa pidana yang dilakukan paguyuban tersebut.

"Jadi sudah gelar perkara, hasilnya sudah menemukan dua alat bukti cukup sehingga ditingkatkan menjadi penyidikan," katanya, Kamis (10/9/2020) saat itu.

Hasil penyelidikan sementara, Paguyuban Kandang Wesi Tunggal Rahayu diduga melakukan penipuan. Hal itu berdasarkan keterangan para mantan pengikut mereka yang telah keluar, dengan menyatakan paguyuban bisa mencairkan harta karun berupa deposito negara di Bank Swiss.

5 dari 6 halaman

5. Banjir Bandang Pameungpeuk

Hujan deras yang berlangsung beberapa hari di wilayah Selatan Garut, Jawa barat, membuat beberapa sungai seperti Sungai Cipalebuh, Cikaso dan Cibera meluap. Sebanyak 10 desa di tiga Kecamatan, wilayah Garut Selatan terendam banjir.

Berdasarkan laporan Kepolisian Sektor Pameungpeuk, meluapnya sungai Cipalebuh dan Cikaso menyebabkan pemukiman warga di sepanjang dua sungai itu seperti Kampung  Bojong Mongkong Kecamatan Pameungpeuk, Kampung Leuwi Simar Punaga Sukapura dan Kampung Asisor Desa Mandalakasih terendam banjir.

Kemudian rendaman banjir juga terjadi di Kampung Leuwi Genteng Desa Sirnabakti dan Kampung Segleng Desa Paas dengan ketinggian 1 hingga 1,5 meter.

"Masyarakat telah dievakuasi sebagian ke tempat aman," ujar Kepala Polisi Sektor Pameungpeuk Dedin Permana, Senin (12/10/2020).

Banyak warga yang terendam dalam musibah banjir itu, akibat minimnya fasilitas evakuasi. Sementara itu, Forum Koordinasi Taruna Siaga Bencana (FK Tagana) Garut, mencatat satu orang dinyatakan meninggal dunia, akibat musibah tersebut.

Sebanyak ratusan tempat tinggal milik 453 orang dari 131 kepala keluarga (KK) terendam, bahkan tiga diantaranya yakni i milik Atep, Opik dan Badrudin hanyut terbawa arus sungai. Kemudian sebanyak 21 rumah rusak berat, enam rumah rusak sedang dan 15 rumah rusak ringan.

Beberapa fasilitas umum yang mengalami kerusakan yaitu jembatan Lewinanggung dan jembatan Kasakambangan. Kemudian bangunan sekolah SMPN 1 Pameungpeuk, bangunan PAUD, Masjid Madrasah dan posyandu di Desa Sirnabakti mengalami kerusakan.

Sedangkan, kerusakan di Kecamatan Cibalong yakni fasilitas jembatan Rawayan roboh, serta ratusan rumah warga di tiga desa yaitu Karyasari, Sagara dan Mekarwangi ikut terdampak.

6 dari 6 halaman

6. Ratusan Santri Positif Covid-19

Wabah pandemi Covid-19 yang masih merajalela memunculkan klaster baru yakni pesantren. Sebanyak 163 santri di salah satu pesantren di Kecamatan Pangatikan, Garut, Jawa Barat positif Covid-19.

Juru bicara Pesantren, Nasrul Fuad mengatakan, sejak dinyatakan positif Covid-19 beberapa waktu lalu, sebanyak 163 santri langsung menjalani isolasi di rumah sakit. Hasilnya sekitar 114 di antaranya sudah sembuh secara bertahap.

"Kemarin 34 orang, sebelumnya 80 orang sudah diijinkan pulang," ujarnya, Senin (9/11/2020). 

Untuk selanjutnya, mereka dikembalikan sementara waktu ke pihak keluarganya masing-masing, Rinciannya, gelombang pertama sebanyak 81 santri, kemudian gelombang kedua 33 santri, serta gelombang terakhir sebanyak 49 santri dan pengurus dipulangkan untuk sementara.

"Hasil tracing dan tracking ke keluarga santri pun tak ditemukan kasus Covid-19," kata dia.

Selama proses isolasi berlangsung, bagi santri putra dan putri yang dinyatakan negatif, mereka menjalani karantina mandiri di pondok pesantren. "Tinggal santri putri yang besok selesai masa karantinanya dan akan dipulangkan dulu," ujarnya saat itu.

Untuk menghindari meluasnya penyebaran Covid-19 lembaganya memutuskan menghentikan kegiatan belajar santri untuk sementara, dan mengembalikan seluruh santri ke pihak orang tua.

Selain itu, saat kegiatan belajar di pesantren kembali dibuka, pihak pengelola bakal menerapkan aturan ketat, mulai penerapan protokol kesehatan, pembatasan kunjungan orang tua dan wali santri, serta membatasi interaksi santri dengan pihak luar untuk menghindari penyebaran.

“Pesantren itu memiliki tingkat risiko yang tinggi dalam penyebaran Covid-19 karena mobilitas luar biasa,” ujarnya.

Sekretaris Dinas Kesehatan Kabupaten Garut, dr Leli Yuliani, menyatakan hasil pemeriksaan dan rotgen, kondisi seluruh santri dalam keadaan sehat, dan sudah meninggalkan ruang isolasi secara bertahap.

"Kondisi mereka semuanya sehat, karena statusnya OTG (orang tanpa gejala)," ujarnya.

Untuk menghindari kasus serupa, Leli berharap, agar pesantren meningkatkan penerapan protokol kesehatan untuk pencegahan penyebaran Covid-19.

"Tidak hanya untuk pesantren saja, tapi untuk semua kalangan masyarakat. Semuanya harus menerapkan protokol kesehatan," kata dia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.