Sukses

Tengkawang: Ekologi, Nilai Sosial-Budaya dan Ekonomi Hutan Adat Borneo (Bagian II)

Pemanfaatan hasil hutan bukan kayu (HHBK) Tengkawang untuk Biofood, Biomedicine dan Biocosmetik potensi untuk biomedicine, yaitu sebagai obat penurun panas (bahan pengganti lemak coklat)

Liputan6.com, Bengkayang - Tengkawang sempat menjadi komoditi andalan Kalimantan Barat, terutama Tengkawang tungkul. Di awal 1990-an, ekspor Tengkawang mencapai 3519,2 ton dengan nilai US$ 7.707.800 (Winarni et al, 2005).

“Kegiatan pendampingan hasil pengumpulan informasi mengenai nilai ekonomi, sosial dan budaya tengkawang di atas menjadi bekal pengetahuan kami untuk melangkah ke tahap pendampingan, yang menggunakan pendekatan Participatory Action Research (PAR) untuk mendorong pembelajaran di antara semua yang terlibat,” kata Valentinus Heri.

Kegiatan inti terdiri dari siklus Refleksi – Perencanaan – Pelaksanaan (aksi) – Monitoring/evaluasi – Refleksi – Penyesuaian rencana dan aksi berikutnya, demikian seterusnya. PAR hanya akan efektif jika ada isu ‘pengikat’ yang menjadi kebutuhan bersama (Kusumanto dkk. 2005).

Adanya isu ‘pengikat’ (common concern and entry point) juga merupakan salah satu prinsip pendekatan bentang alam (Landscape Approach). Dalam memfasilitasi proses PAR di bentang alam DAS Labian-Leboyan, isu pengikat itu adalah upaya peningkatan pendapatan masyarakat dari Tengkawang.

Peneliti dan Koordinator Proyek Tengkawang di Balai Besar Penelitian Dipterokarpa Kementerian Kehutanan, Dr Rizki Maharani, menyebut pemanfaatan hasil hutan bukan kayu (HHBK) Tengkawang untuk Biofood, Biomedicine dan Biocosmetik potensi untuk biomedicine, yaitu sebagai obat penurun panas (bahan pengganti lemak coklat).

“Keunikan jika dipergunakan sebagai pengganti mentega di sejumlah masakan (manfaat biofood), ada rasa yang khas unik yang hanya dipunyai oleh lemak Tengkawang,” kata Rizki Maharani kepada Liputan6.com seraya menjelaskan, untuk pemanfaatannya sebagai krim pelembab manfaat biocosmetic, kelembapan yang akan dirasakan akan tahan lama dan rasanya seperti juicy.

“Contohnya pada lib balm atau lipstick yang sering dibeli di Arab pada saat kita ibadah haji. Arab/Timur Tengah memang target ekspornya,” ucapnya.

Dia bilang, tentu dengan ada pemanfaatan buah Tengkawang sangat berperan dalam peningkatan ekonomi. Ini karena memang manfaat yang diambil tanpa merusak hutan. Yang perlu dipastikan adalah produksi buahnya yang berkelanjutan rutin dengan syarat tempat tumbuh habitatnya tetap dijaga baik secara utuh.

“Mengingat nilai ekonominya yang tinggi jika dijadikan produk lemak Tengkawang, bahkan bisa diekspor, maka jika dikelola dengan serius akan tidak ada alasan lagi untuk dibabat membabi buta dengan dalih alih konversi,” ucapnya mengingatkan jangan ada penebangan kayu Tengkawang.

 

Simak Video Pilihan Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 5 halaman

Uji Klinis Tengkawang

Dia membeberkan, terkait buah Tengkawang sedang dilakukan atau diuji klinis. Ini karena butuh pasien dengan jumlah memadai untuk sample. Targetnya adalah anak-anak dan ibu hamil.

“Karena memang pengobatan yang paling aman tanpa efek samping menjadi targetnya. Target ekpor adalah di beberapa negara di Eropa, Timur Tengah dan Asia Tenggara. Memang selama ini kebanyakan kita baru ekspor lemaknya, bukan produk turunannya, sehingga hal tersebut mestinya menjadi perhatian. Justru di beberapa produk turunan biocosmetic dari negara-negara tersebut sudah lazim menggunakannya dengan legalitas terstandard,” ucap wanita mengambil gelar doktor di Jepang itu.

Dia bilang, lemak Tengkawang di luar negeri dikenal dengan nama Borneo Tallow Nut. Namun begitu, dia mengaku uji klinis membutuhkan waktu yang cukup lama.

“Semoga bisa secepatnya, karena memang melibatkan banyak pihak. Lumayan lama ya, masuk 2 tahunanan, sekaligus ada lanjutan penelitiannya untuk formulasi yang tepat. Masuk tahun ke-3,” kata dia.

Yang pasti, dia berkata dari keunikan dan kekhasan lemak tengkawang (Borneo Tallow Nut), membuat produk turunanya menjadi unik spesial. Untuk pasar diinginkan dan sangat layak secara ekonomi. Yang penting bagiamana bentuk inovasi lain diciptakan agar pemanfaatannya dapat lebih luas.

Inovasi beberapa produk turunannya, baik biofood, biocoametic ataupun biomedicine. Semakin banyak aplikasi sebagai bahan utama atau pelengkap pada produk turunan tersebut, maka semakin banyak peluang agar lemak tengkawang termanfaatkan maksimal.

“Paling potensial dari seluruh wilayah yang kami lakukan pengkajian ya di Dusun Melayang, Desa Sahan, Kabupaten Bengkayang” ucapnya. “Rekom kami sangat kuat menjadikannya sebagai hutan adat agar terjaga. Mestinya daerah-daerah lain juga begitu. Bengkayang mempunyai spesies Tengkawang yang dapat berbuah sepanjang tahun dengan kondisi cepat tumbuh habitat terjaga dan sesuai (Shorea mecysopterix)”.

Dia berharap, kelestarian spesies ini perlu dijaga dan perlu budidaya yang tepat untuk keberlanjutannya. Ini karen, spesies ini istimewa dibanding jenis lain. Karena menghasilkan lemak yang berkualitas ekspor, bahkan jenis yang dulunya primadona (Shorea stenoptera) bisa digeser.

“Pertimbangan kontinuitas keberlanjutan bahan baku mesti diperhatikan. Salah satu rekom kami memang begitu. Tanam yang memang sudah diteliti dan menjanjikan. Utamakan tanam spesies yang memang sudah diteliti dan menjanjikan : Shorea mecysopterix dan Shorea stenoptera,” kata Peneliti dan Koordinator Proyek Tengkawang di Balai Besar Penelitian Dipterokarpa Kementerian Kehutanan, Dr Rizki Maharani.

 

3 dari 5 halaman

Potensi dan penelitian Tengkawang

“Besok kita bincang-bincang ya,” kata Guru Besar Universitas Tanjungpura Pontianak, Profesor Thamrin Usman kepada Liputan6.com menyoal Tengkawang.Dia bilang, pada April 2018, Dekan Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura Pontianak, Gusti Hardiansyah dan Guru Besar dari Universitas Toulouse Francis yaitu Zephirin Mouloungul, melihat potensi dan penelitian hutan adat di Desa Sahan tumbuh-tumbuhan langka khas Kalbar seperti tengkawang.

“Tengkawang (Illipe’ de Borneo,Nama Perancis) tak tumbuh di tempat lain kecuali di hutan Kalbar: Sambas, Bengkayang, Kapuas Hulu dan Melawi,” kata dia.

Dia berkata, minyak atau lemak yang hampir 90 persen disusun asam lemak stearat. Sehingga mudah membeku pada temperatur kamar. Ini karena sifat fisikanya yang demikian, sehingga minyak Tengkawang selalu membuat suatu formula makanan atau kosmetik tidak mudah melumer atau meleleh. Banyak dicampur ke dalam adonan cokelat, kosmetik.

“Panen Tengkawang menunggu jatuhnya buah tengkawang yang kecil. Tengkawang tungkul di hutan Bengkayang, sepanjang tahun panen. Dan tengkawang yang lebih besar yang panen per lima tahun yang banyak ditemukan di hutan Kapuas Hulu dan sekitarnya,” ucapnya menjelaskan.

Dengan kearifan lokal, maka hutan Tengkawang dapat terhindar kepunahan, menjadi cara konservasi alamiah yang sangat menarik.

“Hasil penelitiaan yang positif menggemmbirakan bahwa produk akhir berupa cream pelembab kulit setelah diformulakan yang mana salah satu engredien nya yaitu minyak tengkawang. Daya lembabnya bagus. Kita belum menemukan investor nasional untuk industrialisasi kosmetik Base On minyak Tengkawang,” kata Guru Besar Universitas Tanjungpura Pontianak, Profesor Thamrin Usman.

Mata Rantai Nilai Tengkawang

Direktur Eksekutif Institut Riset dan Pengembangan Teknologi Hasil Hutan (INTAN), Deman Huri, bilang UMKM lagi didorong menghadapi krisis ekonomi di masa pandemi dari produk olahan buah Tengkawang.

“Ada keluarkan SK Gubernur Industri strategis Kalbar. Salah satu pengolahan Tengkawang,” kata Deman Huri kepada Liputan6.com. “Jadi kami memperjuangkan bukan hanya memperkuat tingkat masyarakat seperti mendorong industri mini pengolahan Tengkawang di Bengkayang”.

Dia melihat, tataniaganya Tengkawang kurang mendukung. Ini karena nilai ekonomi seolah turun. Padahal unsur senyawa kimiawi dalam Tengkawang sangat dibutuhkan untuk produk makanan, komestik dan industri obat-obatan.

“Nilai ekonomi tinggi Tengkawang. Tidak semua wilayah di dunia ada Tengkawang. Bahkan di Indonesia punya Tengkawang. Intinya Tengkawang punya nilai konservasi tinggi dan ekonomi tinggi,” pria lulusan Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura Pontianak.

Setelah diteliti Guru Besar dari Universitas Tanjungpura Pontianak Prof DR Thamrim Usmman dan Ahli Kimia dari Francis, produk turunan tengkawang masuk dalam produk butter bukan termasuk golongan minyak atau margarin.

“Karena ini murni produk alam tidak dicampur dengan senyawa lain seperti minyak dan margarin umumnya. Jadi bukan minyak,” kata Deman Huri.

Dia mengusulkan ke Kementerian Industrian NO HS Code memberi No HC Code butter buah Tenggkawang. Ini karena kesulitan pengirim sampel ke beberapa negara, cukup sulit menyebutkan produknya butter buah tengkawang

“Karena belum dikenal HS Code butter Tengkawang. Yang dikenal baru nomor HC Kode Cocoa butter,” kata dia.

“Kalau sertifikasi, selama ini pengalaman kita tergantung buyer. Kayak di Australia buyer itu harus ada sertifikasi Palm Oil Free. Sementara di Indonesia itu enggak boleh free palm oil. Kemarin dari pihak Australia tidak mau menerima jika tidak ada sertifikasi itu,” kata Deman Huri.“Tergantung buyer, kalau internasional itu punya sertifikasi sendiri jadi seperti itu. Kalau yang lokal sesuai dengan BPOM. Yang jelas yang diproduksi masyarakat kita sudah bahwa. Itu sudah masuk standar nasional, Indonesia udah masuk SNI sudah standarnya”.

Dia menjelaskan, secara ekonomi Tengkawang memiliki potensi ekonomi tinggi dari daun, pohon, getah(damar) dan buah sangat bernilai ekonomi tinggi. Secara konservasi, dia mengamati pohon Tengkawang memiliki nilai konservasi tinggi. Ini karena pohon Tengkawang banyak tumbuh selain di lahan milik warga, juga hidup di kawasan konservasi terutama di kawasan sumber air.

“Secara sosial budaya, ekonomi, Tengkawang memiliki nilai budaya secara tururun menurun di masyarakat dayak, temasuk di komunitas masyarakat Dayak Bekati di Desa Sahan, Kabupaten Bengkayang. Secara turun temurun digunakan untuk acara kebudayaan seperti ritual adat dan juga untuk pengobatan berbagai penyakit,” kata Deman Huri menjelaskan.“Deversifikasi porduk tengkawang merupakan produk hilir dari pohon tengkawang. Sehingga produktivitas pohon tengkawang memiliki nilai lebih. Semakin banyak nilai tambah produk hilir maka semakin banyak pula nilai tambah yang tinggi pohon Tengkawang. Beberapa produk hilir dari pohon tengkawang yang dapat dilakukan jika ingin membuat industri tengkawang agar bernilai ekonomis tinggi,”.

 

4 dari 5 halaman

Manfaat produk turunan Tengkawang

Selama ini produk utama dari pohon Tengkawang yang dihasilkan adalah buah Tengkawang. Pada saat musim panen buah Tengkawang, masyarakat melakukan panen buah. Lalu menjual buahnya kepada tengkulak kampung atau pengepul dengan harga buah basah sekitar Rp 2000,- dan buah kering Rp 5000 hingga Rp 7.000,-.

Produk turunan dari buah Tengkawang kebanyakan dikenal oleh masyarakat disebutnya minyak atau mentega dari buah Tengkawang. Kata Deman Huri, menurut beberapa ahli ketika penyebutnya minyak atau mentega maka harga akan lebih murah. Dari senyawa kimia yang dimiliki dan bentuk produk maka disebut butter nabati (green butter).

Butter dari buah Tengkawang di pasaran dunia dikenal dengan Borneo Illipi (Gren butter) karena satu-satunya yang ada di dunia. Keunggulan dari butter dari buah Tengkawang proses pembuatanya tidak ada campuran bahan lain termasuk campuran dari senyawa kimia untuk membuat sebuah butter. Maka produk ini disebut produk organik.

Proses pembuatan butter dari buah Tengkawang dapat dilakukan secara rumahan oleh masyarakat. Ataupun pabrik skala besar. Pemanfaat butter dari buah Tengkawang sangat banyak sekali. Dalam sebuah produk butter buah Tengkawang hanya digunakan sebagai esensial saja. Pemafaatan butter dari buah tengkawang digunakan oleh masyarakat dalam bidang industri makanan, kue, kuliner, industri kecantikan, dan industri obat-obatan.

Seperti yang dilakukan oleh komunitas ibu-ibu di Desa Sahan. Sudah sejak lama pembuatan butter di sana. Harga dari butter buah Tengkawang di pasaran lokal untuk butter dari buah Tengkawang layar sekitar Rp 90.000,-/kg, sampai Rp 100.000,-/kg. Sementara harga butter dari buah Tengkawang tunggul Rp. 130.000,-/kg sampai Rp.160.000,-/kg. Buah Tengkawang yang diolah bisa menghasilkan butter 40 persen menjadi butter.

Dalam membuat butter buah Tengkawang adalah buah yang sudah dijadikan tepung meninggalkan sisa limbah sekitar 60 persen. Limbah dalam bentuk tepung tersebut masih mengantung protein dan lemak sangat tinggi. Secara tradisional masyarakat menggunakan limbah dari sisa produksi butter buah tengkawang digunakan untuk pakan ternak seperti ayam, babi dan ikan. Ada juga masyarakat menggunakannya untuk pupuk tanaman perkebunan dan sayur-sayuran di kebun mereka.

Setelah panen buah Tengkawang, masyarakat membersihkan buah Tengkawang sepeti membuang sayaf buah Tengkawang dan kulit buah Tengkawang. Setelah itu mereka menjemurnya. Banyaknya limbah dari sayap buah dan kulit buah Tengkawang.

“Sebenarnya bisa diolah oleh masyarakat menjadi berbagai produk seperti hiasan, arang aktif. Atau bioenergi untuk baha bakar pengering buah Tengkawang,” kata Deman Huri.

Semua jenis pohon tengkawang menghasilkan damar. Biasanya setiap tahunya masyarakat menggambil damar Tengkawang di bawah pohon Tengkawang. Dulu waktu ada pembeli di pasaran harga damar pohon tengkawang sekitar Rp. 3.000,-/Kg sampai Rp.5.000,-kg.

Kebanyakan masyarakat di sana menggunakan damar dari pohon Tengkawang sebagai perekat pembuatan perahu sunggai agar tidak bocor. Hingga kini perekat tradisional ini masih digunakan masyarakat menggunakan perekat dari damar Tengkawang.

Perekat dari damar pohon tengkawang biasanya dikenal dengan nama kruing. Cara pembuatanya sangat mudah. Damar Tengkawang yang sudah bubuk dicampur dan diaduk dengan air panas. Setelah siap jadi perekat oleh pembuatan perahu sampan atau perahu motor mereka rekatan anatar papan agar tidak bocor dengan menggunakan perekat damar pohon Tengkawang.

Bibit pohon Tengkawang dibutuhkan untuk program koservasi dan rehabilitas lahan ataupun untuk pengembangan tanaman tengkawang. Maka, bibit Tengkawang memiliki nilai ekonomis apabila dikelola dengan baik.

Harga bibit pohon Tengkawang siap tanam diantar Rp.5.000/pohon sampai Rp.7.000,-/pohon. Untuk membangun bisnis bibit tengkawang diperlukan pembangunan areal pembibitan. Selain peluang mejual bibit siap tanam juga bisa menjual dalam bentuk buah yang baik untuk dijadikan benih.

Deman bilang, saat ini yang sudah membangun pabrik mini Tengkawang di Kalimantan Barat adalah di Desa Sahan, Kabupaten Bengkayang, Taman Nasional Bukit Raya Bukit Baka 2 Desa Poring, Kecamatan Manukung, Kabupaten Melawi.

“IAR ada juga memmbangun mini pabrik di wilayah dampingan di Kabupaten Melawi,“ kata Direktur Eksekutif Institut Riset dan Pengembangan Teknologi Hasil Hutan (INTAN), Deman Huri seraya menambahkan Tropical Forest Conservation ACT (TFCA) Kalimantan berperan besar dalam pelaksanaan program meningkatkan kontribusinya dalam konservasi keanekaragaman hayati di Kalimantan. TFCA Kalimantan adalah program kerjasama pengalihan utang antara pemerintah Indonesia dan Amerika, dengan TNC dan WWF sebagai swap partner, sementara Yayasan KEHATI berperan sebagai administrator TFCA Kalimantan.

 

5 dari 5 halaman

Antara Fungsi Ekologis, Ekonomi dan BPOM

Tokoh Pemuda Dayak Kalbar, Maskendari menegaskan Tengkawang maskot Kalbar. Maka, harus dilestarikan dan dilindungi dengan menggalakkan penanaman di lahan baru. “Bisa dengan skema misalnya hutan adat,” kata dia kepada Liputan6.com.

Selain itu dia mengingatkan, Tengkawang memiliki fungsi ekologis untuk penghasil oksigen, hidrologis dan fungsi ekonomi karena buahnya bisa dipanen untuk dijual.

“Pemerintah harus membantu membina masyarakat dalam proses panen sehingga sesuai dengan kualitas yang dibutuhkan pasar sehingga harganya baik di tingkat petani,” kata dia menegaskan.

Namun begitu, dia mengingatkan kembali bahwa pemanfaatan buah Tengkawang tidak mengganggu fungsi ekologisnya.

“Merusak kalau ditebang diambil kayunya itu yang dilarang. Pasarnya belum menguntungkan masyarakat adat. Masih dikuasai jaringan pengepul tertentu yang bisa menentukan harga,” kata Tokoh Pemuda Dayak Kalbar, Maskendari.

Kepala Bidang Pemeriksaan Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Pontianak, Berthin Hendry Dunard, mengakui jika untuk produk yang berbahan baku Tengkawang sudah banyak dimanfaatkan. Khususnya sebagai produk kosmetik, seperti lipstick, lipbalm dan bodywash.

“Tengkawang ini dijadikan bahan baku dalam pembuatan kosmetik yang biasa dikenal dengan sebutan Butter illipe. Sebagai tanaman endemik Kalimantan Barat, kita dukung untuk dapat dimanfaatkan lebih luas lagi untuk produk lainnya,” kata dia kepada Liputan6.com.

Dia bilang, khusus untuk pemanfaatannya menjadi produk pangan, langkah awal yang harus dilakukan oleh pelaku usaha adalah melakukan permohonan kajian terhadap Tengkawang ini, kepada BPOM untuk keamanan bahan baku pangan nantinya.

“Kita sangat mendorong agar nantinya Tengkawangn ini bisa juga dimanfaatkan sebagai bahan baku maupun bahan tambahan dalam pangan yang telah didaftarkan untuk mendapatkan izin edar. Sehingga dapat diedarkan dan dipasarkan tidak saja di Indonesia tetapi sampai ke mancanegara,” ucapnya.

“Kita bantu dalam pengajuan permohonan untuk kajian bahan baku. Termasuk pendampingan dalam pendaftaran produknya apabila kajian bahan baku yang kemudian dilanjutkan dalam kajian kategori pangan telah selesai (produk pangan)”.

Terkait perizinan Tengkawang, dia bilang tidak sulit. Hanya saja yang sangat dibutuhkan adalah data kajian terhadap bahan alam ini.

"Karena hal ini sangat diperlukan untuk pembahasan lebih lanjut terkait keamanan bahan alam ini digunakan sebagai bahan lanjutan untuk produk pangan," ucapnya menjelaskan soal perizinan produk turunan buah TengkawangUntuk kosmetik sudah ada yang terdaftar, dia bilang ada Illipe body wash sweet oranye. “Ini nama produk mereka. Berbahan Tengkawang (kosmetik),” kata dia.

Untuk itu dia mendorong, agar masyarakat melakukan permohonan kajian ke BPOM. “Kami bantu,” kata Kepala Bidang Pemeriksaan Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan.

Artikel ini didukung oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Balikpapan dan Tropical Forest Conservation Act (TFCA) Kalimantan pada program fellowship mengambil tema utama tentang keanekaragaman hayati di Kalimantan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.