Sukses

LSI Denny JA Mangkir dari Panggilan Bawaslu, Akademisi Sebut Penghentian Masih Rasional

LSI Denny JA mangkir dari panggilan Bawaslu Kota Bontang terkait penyelenggaraan survei yang dianggap tidak memenuhi ketentuan dalam PKPU.

Liputan6.com, Bontang - Setelah kegiatan pers rilis hasil survei perilaku pemilih dihentikan, Bawaslu Kota Bontang kemudian memanggil Lingkaran Survey Indonesia (LSI) Denny JA. Bawaslu Bontang menganggap ada pelanggaran etik karena LSI Denny JA belum melaporkan ke KPU Kota Bontang.

Ketua Bawaslu Kota Bontang Nasrullah menyebut pemanggilan telah dilakukan namun LSI Denny JA tidak hadir.

“Kita panggil hari ini jam 10.00 WITA tidak hadir memenuhi panggilan, baik secara lisan maupun surat resmi,” kata Nasrullah saat dihubungi, Senin (2/11/2020).

Pemanggilan tersebut terkait dugaan pelanggaran etik yang dilakukan lembaga survei yang didirikan Denny Januar Ali itu. Sebab, sesuai PKPU Nomor 8 Tahun 2017 tentang Sosialisasi, Pendidikan Pemilih dan Partisipasi Masyarakat dalam Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota, lembaga survey harus terdaftar di KPU.

Ketidakhadiran LSI Denny JA atas pemanggilan itu, Bawaslu Kota Bontang belum mengambil langkah selanjutnya.

“Akan kita kaji, mas,” ujar Nasrulah.

Sementara itu, Peneliti LSI Denny JA, Fadhli Fakhri, menampik mangkir dari panggilan Bawaslu Kota Bontang. Pemanggilan tersebut sangat cepat sehingga tidak sempat mempersiapkan diri.

“Kebetulan kita masih ada kerjaan di tempat lain, jadi pagi sudah berangkat ke Samarinda. Karena pemberitahuan juga baru masuk sekitar setengah 10 tadi, posisi kita sudah tidak di Bontang,” kata Fadhli melalui pesan singkat.

Meski demikian, Fadli mengaku sudah mengabarkan hal tersebut ke pihak Bawaslu Kota Bontang. Dia berharap ada upaya lain selain harus hadir secara fisik.

“Tadi kita sudah sampaikan ke pihak Bawaslu terkait ketidakhadiran, dan bisa komunikasi lewat phone call atau video call,” katanya.

Fadhli mengakui jika ada salah persepsi terkait pelaksanaan dan pengumuman survei itu. Sebab, selama ini, kegiatan yang dilakukan di beberapa kota lainnya tidak menjadi masalah.

“Pada Desember 2019 kita melaksanakan survei yang sama di Kota Bontang, tapi tidak ada teguran,” katanya.

Seharusnya, sambung Fadhli, instansi pemerintah harus saling koordinasi terkait proses perijinan pelaksanaan survei. LSI Denny JA sudah melaporkan ke Kesbangpol pusat, Kesbangpol Provinsi Kaltim, dan Kesbangpol Kota Bontang.

“Seharusnya kita dibantu untuk diarahkan ke KPU,” kata Fadhli.

Dia berharap, penghentian itu bukan sesuatu yang harus menjadi masalah besar. Apalagi, kata Fadhli, survei LSI Denny JA bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

Simak juga video pilihan berikut

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Pengamat Hukum: Pembubaran Itu Rasional

Terkait penghentian dan pembubaran pers rilis yang dilakukan LSI Denny JA terkait hasil survei Pilkada Kota Bontang pada Minggu (1/11/2020) lalu, Pengamat Hukum di Kaltim Herdiansyah Hamzah menyebut hal itu sesuatu yang rasional.

Sebab, berdasarkan PKPU tertuang jelas aturan mengenai lembaga survei terkait Pilkada. Harusnya, jika tidak memenuhi aturan itu, maka aktivitasnya ilegal.

“Regulasi mengenai lembaga survei, sudah diatur secara rigid dalam PKPU Nomor 8 tahun 2017 tentang Sosialisasi, Pendidikan Pemilih, dan Partisipasi Masyarakat dalam Pilkada. Syarat utama untuk melakukan survei, jajak pendapat, dan perhitungan cepat, harus terdaftar di KPU,” papar Castro, sapaan akrab Herdiansyah Hamzah.

Dia menjelaskan, pendaftaran di KPU provinsi jika suveinya lintas kabupaten atau kota. Sedangkan di KPU kabupaten atau kota jika di lakukan disatu wilayah saja.

Berdasarkan ketentuan Pasal 47 dan Pasal 48 PKPU Nomor 8 tahun 2017 tersebut, sambungnya, lembaga pelaksana survei wajib terdaftar di KPU.

“Kenapa harus terdaftar? Bukan hanya karena alasan normatif, tetapi juga untuk menghindari keberpihakan atau kecenderungan preferensi politik lembaga survei,” kata Castro yang juga akademisi di Universitas Mulawarman, Samarinda.

Jika tidak terdaftar, menurut Castro, maka lembaga servei dan kegiatan surveinya, dikualifikasikan sebagai survei yang ilegal dan melanggar regulasi.

“Karena itu, pembubaran yang dilakukan oleh Bawaslu itu rationable dan bisa dipahami, sebab Bawaslu memang harus bertindak terhadap setiap pelanggaran atas PKPU nomor 8 tahun 2017 itu,” pungkasnya.

Terkait pembelaan LSI Denny JA soal telah mendaftar ke Kesbangpol, Castro menyebut itu belum cukup.

“Pemberitahuan ke kesbangpol dan kepolisian berkenaan dengan status kelembagaannya yang harus dapat legitimasi negara. Tapi legitimasi terhadap survei pilkada, harus dapat stempel KPU. Itu sudah pakem yang diatur dalam PKPU 8/2017,” pungkasnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.