Sukses

Dilema Petani Jagung Gorontalo dan Konflik Satwa yang Berkepanjangan

Saat ini hama tanaman tentunya masih menjadi persoalan serius bagi petani. Terlebih kalau hama tersebut merupakan hewan atau satwa yang dilindungi, tentunya ini menjadi masalah besar.

Liputan6.com, Gorontalo - Saat ini, hama tanaman tentunya masih menjadi persoalan serius bagi petani. Terlebih kalau hama tersebut merupakan hewan atau satwa dilindungi, tentunya ini menjadi masalah besar. 

Contohnya, seperti babi hutan dan monyet yang menjadi musuh besar bagi petani jagung di Gorontalo. Tidak hanya babi hutan dan monyet, banyak juga burung yang tergolong dilindungi juga kerap menyerang tanaman mereka kala mendekati musim panen.

Bagi petani, hama yang tergolong dilindungi ini sudah menjadi musuh bersama mereka. Maka tidak sedikit banyak satwa yang ditangkap hingga dibunuh. Setiap menjelang musim panen, tanaman mereka harus dijaga ekstra, sebab kalau sedikit lengah, pasti tanaman mereka banyak yang dirusak, meskipun area kebun mereka bukan di kawasan hutan.

Hal inilah yang menjadi dilema petani Gorontalo yang hampir 80 persen adalah petani jagung. Petani tidak tahu harus berbuat apa, sementara hewan itu memang dilindungi.

"Kalau hanya diusir, mereka pasti kembali merusak tanaman kami," kata Runo Demolawa salah satu petani jagung Gorontalo kepada Liputan6.com.

Menurutnya, saat ini mereka takut membunuh atau menangkap hewan itu, sebab satwa dilindungi itu saat ini sudah dalam pengawasan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Gorontalo. Risiko terjerat hukum yang menjadi pertimbangan bagi mereka para petani.

"Kami takut terjerat hukum, jadinya kami sangat dilema dengan keadaan," tuturnya.

"Kalau hanya dibiarkan, pasti hasil panen menurun dan modal tidak kembali," ujarnya.

Tidak hanya babi hutan dan monyet, kata Runo, yang menyerang tanaman mereka juga sebagian besar burung yang dilindungi, terutama burung nuri yang menyerang buah jagung yang masih muda.

"Burung nuri itu datang berkelompok, satu kali saja mereka hinggap, puluhan pohon jagung yang habis dimakan," katanya.

"Saya minta BKSDA jangan hanya diam, berikan solusi kepada kami, agar keduanya tidak saling dirugikan," jelas Runo.

Sementara Kepala BKSDA Gorontalo, Samsudin Hadju mengatakan, memang ini sudah menjadi konflik yang berkepanjangan antara satwa dan masyarakat. Memang itu bukan kawasan hutan, tetapi kami dari BKSDA sendiri meminta masyarakat harus membuat Buffer zone.

Buffer zone sendiri alah batas wilayah yang terbentang di antara kawasan hutan dan kawasan pertanian. Di batas tersebut petani harus menanam tanaman yang menjadi makanan satwa tersebut.

"Jadi kalau sudah ada batas zona itu kemudian di situ ditanami tumbuhan yang menjadi makanan mereka, maka saya yakin mereka tidak masuk ke kebun," kata Samsudin.

Selain itu, kata Samsudin, jangan ada masyarakat yang membuka lahan di dekat kawasan hutan. Sebab kawasan itu sangat rentan dengan serangan satwa yang dilindungi.

"Minimal kita buat kebun di radius yang cukup jauh dari kawasan hutan," dia menandaskan.

Simak video pilihan berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.