Sukses

HUT ke-264 Kota Jogja, Ini Tempat Wisata Jogja yang Bikin Anda Terjerembab dalam Kenangan

Tepat hari ini, Rabu, 7 Oktober 2020, Kota Yogyakarta genap berusia 264 tahun.

Liputan6.com, Yogyakarta - Kota Yogyakarta atau Jogja merupakan salah satu kota besar di Indonesia dengan kebudayaan yang masih sangat kental. Kotagede, salah satu kecamatan di kota itu pernah menjadi pusat Kesultanan Mataram antara tahun 1575 – 1640. Bahkan pada masa revolusi (1946 -1950) Kota Yogyakarta pernah menjadi ibu kota Indonesia.

Tepat hari ini, Rabu, 7 Oktober  2020, Kota Yogyakarta genap berusia 264 tahun. Banyak kemajuan yang telah dicapai kota pelajar itu, baik secara fisik maupun kebudayaan.

Bercokolnya kampus terbaik di Indonesia, membuat Kota Jogja selalu menjadi pilihan banyak anak muda dari berbagai daerah untuk besar dan menjadi dewasa di kota itu. Bisa dibilang Kota Jogja menjadi kota bertemunya pikiran-pikiran modern anak muda yang progresif dan ambisius.

Selain pendidikan, pariwisata masih menjadi alasan mengapa banyak orang berdatangan ke Kota Jogja. Banyak bangunan bersejarah dan cagar budaya yang menjadi magnet wisatawan datangke kota itu, apalagi ditambah kekayaan gastronominya. Yang menarik, meski terus ‘dihantam’ kemajuan zaman, wajah Jogja masih tetap ‘rupawan’.  Lekuk-lekuknya masih sama dan terus menyimpan kenangan.

Berikut beberapa destinasi wisata Kota Jojga yang membuat Anda terjerembab dalam kenangan, dan diam-diam bernyanyi satu bait lagu Kla Project, “Masih seperti dulu, Tiap sudut menyapaku bersahabat, Penuh selaksa makna.”

 

 

** #IngatPesanIbu

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

Simak juga video pilihan berikut ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 6 halaman

Keraton Yogyakarta dan Alun-Alun

Meski Yogyakarta baru bergabung dengan NKRI di tahun 1950, namun Keraton Yogyakarta sudah dibangun oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I sejak tahun 1755.

Tata ruang keraton Yogyakarta terdiri dari komplek inti yaitu Siti Hinggil Ler (Balairung Utara), Kamandhungan Ler (Kamandhungan Utara), Sri Manganti, Kedhaton, Kamagangan, Kamandhungan Kidul (Kamandhungan Selatan), dan Siti Hinggil Kidul (Balairung Selatan). Dibeberapa bagiannya merupakan museum yang menyimpan berbagai peninggalan kuno, baik dalam bentuk benda maupun tak benda.

Memasuki Komplek Keraton, kita akan disambut bangunan Gladhag Pangurakan, yaitu gerbang utama semacam benteng pertahanan untuk bisa masuk ke dalam keraton. Setelah melewati bangunan tersebut, kita akan memasuki bangunan utama bernama Bangsal Pagelaran atau bernama lain Tragtat Rambat.

Dahulu, tempat ini merupakan tempat bertemunya abdi keraton ketika ingin menghadap Sultan. Namun sekarang, tempat ini difungsikan untuk kegiatan atau event-event pariwisata yang berkaitan dengan kesultanan Yogyakarta. Masih dibangunan yang sama, tepat di singgasana Sultan, lurus menghadap ke depan akan terlihat Tugu Yogja.

Bukan tanpa sengaja, namun terdapat arti filosofis di balik hal tersebut, yaitu bahwa perhatian Sultan yang selalu tertuju kepada rakyat Yogyakarta.  Memasuki ruangan Siti Honggil Ler pengunjung akan menjumpai foto-foto Sultan mulai dari kesultanan pertama hingga terakhir. Tempat ini merupakan tempat yang dahulu biasa dipergunakan sebagai tempat kesultanan mengadakan upacara. Pada 1949, ruangan ini sempat digunakan untuk meresmikan Universitas Gadjah Mada.

Tak jauh dari bangunan keraton, ada alun-alun yang menjadi tempat berkumpul warga saat sore dan malam hari. Banyak kuliner dijajakan selain juga atraksi wisata berupa kereta lampu yang meriah. 

 

3 dari 6 halaman

Benteng Vredeberg

Benteng ini terletak di sisi selatan Jalan Malioboro Yogjakarta atau tepatnya berseberangan dengan Istana Negara Gedung Agung. Benteng Vredeburg dibangun pada tahun 1760 oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I yang fungsi awalnya adalah sebagai benteng pertahanan.

Benteng ini memiliki 4 bastion yang masing-masing sudutnya memiliki nama. Untuk Sudut barat laut, diberi nama Jayawisesa. Sudut timur laut, diberi nama Jayapurusa. Sementara untuk sudut Barat Daya, diberi nama Jayaprakosaning dan Jayaprayitna di sudut Tenggara.

Pada awalnya, Benteng yang letaknya di Jalan Ahmad Yani No.6 ini  bernama Rustenburg yang memiliki arti 'Benteng peristirahatan'.

Namun setelah sempat rubuh akibat gempa bumi yang terjadi di Yogjakarta, pada tahun 1867, benteng ini kembali dibangun dan kemudian diberi nama Benteng Vredeburg yang berarti 'Benteng Perdamaian'.  

 

4 dari 6 halaman

Tamansari

Tidak jauh dari Keraton Nyayogyakarta Hadiningrat, terdapat sebuah situs pemandian bernama Tamansari. Di kompleks pemandian yang dibangun oleh arsitektur Portugis tersebut, terdapat sebuah masjid unik.

Masyarakat mengenalnya dengan nama Masjid Pendem. Nama asli Masjid Pendem awalnya adalah Sumur Gumuling. Nama tersebut diambil dari nama sumur yang ada di bagian tengah masjid.

Sumur Gumuling dahulu digunakan sebagai tempat berwudhu bagi kalangan internal keraton yang ingin beribadah di Masjid Pendem. Secara umum, Masjid Pendem berbentuk lingkaran. Pada bagian tengah masjid, terdapat tangga yang menghubungkan lantai pertama dengan lantai kedua.

Lantai pertama digunakan oleh jamaah perempuan, sementara lantai kedua digunakan oleh jamaah laki-laki. Pada bagian dalam lingkaran masjid, terdapat ruang kecil yang menjorok. Ruang ini biasa digunakan sebagai tempat imam. Pada dinding-dinding masjid, banyak terdapat lampu tempel yang dinyalakan jika malam hari.

Setelah tidak terpakai lagi sebagai tempat ibadah, Masjid Pendem menjadi salah satu destinasi wisata yang ada di seputaran kompleks Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Untuk bisa masuk ke Masjid Pendem, hanya terdapat satu pintu masuk dan pintu keluar. Pintu masuknya terletak di alun-alun barat keraton. Melewati tangga menurun, pengunjung akan melewati lorong panjang sebelum masuk ke dalam lokasi masjid.

 

5 dari 6 halaman

Kota Tua dan Loji

Berbeda dengan kawasan Kota Tua di kota lainnya, Kota Tua di Yogyakarta tidak terpusat dan terbagi atas beberapa loji. Salah satunya loji kebon, atau sekarang sering disebut dengan Gedung Agung.

Gedung ini sempat digunakan sebagai istana kepresidenan saat Yogyakarta menjadi Ibukota Republik Indonesia. Tidak jauh dari Benteng Vredeburg, terdapat Kantor Pos Besar, Bank Indonesia, dan Gedung BNI yang masih mempertahankan bentuk gedung aslinya. Gedung-gedung ini terlihat eksotis di malam hari.

Karenanya, setiap malam kawasan Kota Tua Yogyakarta selalu diramaikan oleh wisatawan. Selain itu, masih ada beberapa gedung peninggalan Belanda yang tersebar di berbagai lokasi. Gedung-gedung bersejarah tersebut antara lain Gedung SMA 3 yang dahulu merupakan Gedung AMS (Algemene Middelbare School), Gedung SMA 5 yang dahulu merupakan Gedung Normalschool, serta Gedung SMU BOPKRI 1 yang dahulu merupakan Gedung Christeijke MULO dan Akademi Militer.

Bangunan tua bersejarah peninggalan Belanda lain yang tidak kalah unik adalah gedung yang saat ini difungsikan sebagai Gedung Asuransi Jiwasraya. Ada pula Gedung Bimo yang saat ini berfungsi sebagai gedung pertemuan.

 

6 dari 6 halaman

Jalan Malioboro

Jalan Malioboro masih menjadi primadona bagi wisatawan yang berkunjung ke Yogyakarta. Selain banyak dijumpai penjual pernak-pernik dan oleh-oleh khas Kota Pelajar, jalan legendaris di Yogyakarta ini juga punya wajah baru yang lebih menawan. 

Setelah direvitalisasi, Jalan Malioboro kini dilengkapi dengan berbagai fasilitas penunjang wisata kelas dunia. Sebut saja salah satunya toilet modern yang adai di Titik Nol KM Jalan Malioboro. Toilet buka mulai pukul 10.00 WIB hingga 23.00 WIB. 

Meski banyak dibangun beragam fasilitas penunjang pariwisata yang baru, namun wajah Jalan Malioboro masih sama, tetap bersaja. Walaupun kerap terlihat macet dan semrawut saat memasuki akhir pekan dan musim liburan

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.