Sukses

Pelopor Astronomical Art di Indonesia Ciptakan Alat Deteksi Alien

Venzha Christ menciptakan karya berupa alat deteksi alien.

Liputan6.com, Yogyakarta- Venzha Christ yang dikenal sebagai pelopor astronomical art di Indonesia mewujudkan kolaborasi konkrit antara seni dan luar angkasa. Direktur Indonesia Space Science Society (ISSS) ini menciptakan karya berupa alat deteksi alien.

Karya ini akan dipamerkan dalam perhelatan di dua negara, yakni Jepang dan Thailand. Yokohama Triennale 2020 akan berlangsung pada 17 Juli sampai 11 Oktober 2020, sedangkan Bangkok Art Biennale 2020 digelar pada 29 Oktober 2020 sampai 31 Januari 2021.

Dalam Yokohama Triennale 2020, dengan artistic director Raqs Media Collective ini, Venzha Christ membuat simulasi penangkap frekuensi dari luar angkasa berupa antena. Alat ini berbentuk trapesium ganda setinggi 3,5 meter. Karya yang diberi judul "Evolution of The Unknown #07" ini menyaring berbagai frekuensi yang ada di tempat instalasi interaktif ini terpasang.

Mekanismenya, frekuensi yang sudah sampai ke bumi akan diubah sehingga menghasilkan suara yang bisa didengar telinga manusia. Visualisasi berupa gambar grafik dari modulasi frekuensi tersebut juga bisa disaksikan oleh audiens secara langsung tanpa ada proses rekam.

“Analoginya, alat ini bisa menangkap gelombang dari luar angkasa supaya bisa didengar dan dilihat oleh manusia, gelombang ini juga bisa menunjukkan ada peradaban atau entitas asing yang belum teridentifikasi di luar bumi, tapi jangan dibayangkan serta-merta alien itu adalah makhluk luar angkasa yang kerap digambarkan di film-film,” ujar Venzha Christ di Yogyakarta, Selasa (1/9/2020).

Karya untuk Yokohama Triennale 2020

Sedangkan untuk Bangkok Art Biennale, dengan artistic director Apinan Poshyananda dan kurator Ong Puay Khim ini, Venzha Christ membuat tiga konstruksi metal berbentuk globe yang disusun bersama dengan dimensi ukuran empat meter, yang diberi judul "MARS IS (NOT) A SIMULATION - a terraforming paradox after the mission".

Karya ini adalah hasil riset dari perjalanan panjang Venzha setelah mengikuti simulasi hidup di Mars, bersama MDRS (Mars Desert Research Station) pada 2018 dan simulasi pesawat ruang angkasa pada SHIRASE (Simulation of Human Isolation Research for Antarctica-based Space Engineering) pada 2019. Karya ini mendorong pemikiran kritis tentang kondisi alam di Planet Mars bagi rencana ekspansi manusia bumi untuk membuat koloni manusia. Selain itu juga mengajak audiens untuk membayangkan masa depan Mars melalui perkembangan teknologi terkini yang dimiliki manusia.

“Saya tidak setuju membangun koloni di Mars karena kondisi di sana tidak layak dihuni manusia, tetapi saya mendukung pembuatan laboratorium luar angkasa di Mars dan mengembalikan pengetahuannya untuk peradaban di bumi,” ucapnya.

Venzha Christ mengungkapkan, suatu saat jika terraforming benar-benar terjadi di Planet Mars, maka di saat yang bersamaan entitas manusia menjadi alien bagi peradaban manusia di bumi.  Terraforming adalah usaha manusia dengan teknologinya untuk membentuk ekosistem dan lingkungan pendukung kehidupan. Meskipun demikian, sampai saat ini belum ditemukan cara untuk melakukan terraforming Mars.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Apa itu Astronomical Art?

Astronomical art atau space art merupakan penggabungan antara space science atau sains antariksa atau pengetahuan tentang luar angkasa dengan seni. Istilah ini memang masih agak asing di telinga kita. Namun, sebenarnya ada kesinambungan atau korelasi logis di antara keduanya, yakni selalu bertemu pada titik sebuah peradaban ingin mengeksplorasi lebih jauh tentang semesta dan isinya.

Menurut Venzha, seni kerap dipandang sebagai sebuah tambahan estetika saja dari sebuah area keilmuan.

“Ini adalah sebuah stigma yang keliru bila ditilik dalam ranah seni dan teknologi. Manusia selalu ingin berkembang dan berkehendak untuk membuat peradabannya semakin mudah untuk berlangsungnya perjalanan kehidupan,” tuturnya.

Ia menuturkan ranah luar angkasa menjadi salah satu area wajib yang sudah terkoneksi langsung dengan kemajuan teknologi yang kita lakukan saat ini. Kolaborasi dengan berbagai area keilmuan mutlak dilakukan untuk mewujudkan peradaban yang lebih maju dari spesies bernama manusia.

Venzha Christ bersama ISSS dan v.u.f.o.c lab mewujudkan kolaborasi konkrit antara seni dan luar angkasa. Sudah lebih dari 60 proyek kolaborasi yang dilakukan dengan space agency, universitas, observatorium, laboratorium luar angkasa, serta institusi yang bergerak di ranah sains antariksa dan eksplorasi antariksa lebih dari 40 negara di dunia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.