Sukses

Hiruk Pikuk Penolakan di Tengah Prosesi Penobatan Sultan Kasepuhan Cirebon

Rangkaian aksi penolakan penobatan Sultan XV Keraton Kasepuhan Cirebon disinyalir akan terus bergulir hingga keraton diteruskan kepada pewaris yang merupakan nasab Sunan Gunung Jati

Liputan6.com, Cirebon - Di tengah polemik takhta dan keturunan sah Sunan Gunung Jati, prosesi penobatan atau jumenengan Sultan Sepuh ke XV Keraton Kasepuhan Cirebon PRA Luqman Zulkaedin berjalan lancar.

Pantauan di lokasi, prosesi Jumenengan dilakukan di Bangsal Dalem Agung Pakungwati Keraton Kasepuhan. Sejumlah tamu undangan tampak menghadiri prosesi jumenengan, di antaranya anggota DPD RI GKR Hemas dan anggota DPR RI Maman Imanulhaq.

Para sultan dan raja se-Nusantara juga turut ikut menyaksikan prosesi jumenengan yang ditandai dengan penyerahan Keris Sunan Gunung Jati kepada Luqman oleh sesepuh keraton. Namun, Gubernur Jabar Ridwan Kamil, Bupati dan Wali Kota Cirebon tidak tampak dalam acara Jumenengan.

Ketiganya datang terlambat dan hanya mengikuti tradisi tahlilan 40 hari kepergian Almarhum Sultan Sepuh XIV PRA Arief Natadiningrat.

Di sisi lain, penolakan terhadap PRA Luqman Zulkaedin sebagai Sultan Sepuh XV Keraton Kasepuhan Cirebon terus bergulir. Keriuhan terjadi di wilayah Keraton Kasepuhan Cirebon. Baik di luar maupun di dalam rangkaian prosesi jumenengan.

Di dalam Keraton Kasepuhan, keriuhan terjadi sesaat akan berakhirnya prosesi jumenengan Sultan Sepuh XV PRA Luqman Zulkaedin. Keluarga Elang Upi Supriyadi yang merupakan salah satu sesepuh Keraton Kasepuhan memasuki Bangsal Dalem Agung Pakungwati.

Beberapa menit kemudian, keributan terjadi setelah Ratu Mawar Kartina perwakilan keluarga Kasultanan Cirebon berteriak menyatakan penolakan terhadap Luqman.

Setelah itu, Ratu Mawar dan Elang Upi serta beberapa kerabat diminta keluar ruangan. Teriakan penolakan terus dilakukan oleh Ratu Mawar.

"Penolakan ini bukan dari kami saja, tapi juga ulama, dari pihak pondok pesantren, semuanya menyatakan menolak Luqman," ujarnya kepada wartawan, Minggu (30/8/2020).

Ia dan kerabat Kasultanan Cirebon menolak Luqman dan menyatakan yang berhak menjadi Sultan Sepuh adalah yang senasab dengan Sunan Gunung Jati Cirebon.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Meluruskan Sejarah

Tak hanya menolak, pihak Ratu Mawar mengatakan akan melapor kepada kepolisian. Pelaporan tersebut atas dasar dia dan kerabatnya sempat kesulitan masuk ke area keraton.

"Kita tidak diperbolehkan masuk rumah sendiri. Kami tidak diundang, Elang Upi itu sesepuh Keraton Kasepuhan, di media bilangnya sesepuh diundang, tapi tidak ada undangan," ujarnya.

Ratu Mawar, menjelaskan, aksi penolakan tersebut untuk membicarakan siapa yang pantas menjadi Sultan Sepuh XV yang merupakan garis nasab langsung Sunan Gunung Jati.

"Kita konteksnya pelurusan sejarah dulu, meluruskan yang senasab sebab trah Sunan Gunung Jati terputus sampai Sultan Sepuh V atau Pangeran Matangaji, setelah Sultan Matangaji yang menjadi sultan adalah produk Belanda," dia menjelaskan.

Dia menyebutkan, aksi penolakan tersebut sudah dilakukan sejak tahun 1958 silam. Bahkan, kala itu Presiden Sukarno sempat akan memediasi namun belum terealisasi.

"Jika terus dipertahankan, ini sama saja dijajah produk Belanda. Alexander (Sultan Sepuh XI) itu produk Belanda," ungkap dia.

Penolakan juga datang dari kalangan santri dan kiai dan gabungan Pondok Pesantren Cirebon. Mereka berkumpul di depan pintu Gerbang Keraton Kasepuhan Cirebon membentangkan kain panjang sambil membacakan selawat.

Aksi mereka disambut oleh ratusan pasukan pengamanan dari Laskar Macan Ali yang mengenakan seragam serba hitam. Pasukan Laskar Macan Ali langsung berbaris di depan pintu gerbang Keraton Kasepuhan untuk mengamankan situasi.

Namun, ratusan santri ini berhenti di tengah alun-alun sambil masih membacakan selawat. Sesaat setelah itu, mereka beralih ke Masjid Agung Sang Cipta Rasa.

3 dari 3 halaman

Tanggapan Keluarga Sultan Luqman

"Santri dan kiai yang merupakan dzuriyah Sunan Gunung Jati ini beraksi meluruskan sejarah. Kita melakukan ini untuk membenarkan yang hak dan melawan yg bathil, sejarah perlu diluruskan agar dapat menjaga warisan Sunan Gunung Jati," ujar juru bicara Forum Silaturahmi Dzuriyah Kanjeng Sunan Gunung Jati, Ibas.

Terpisah, Keluarga Sultan Luqman Zulkaedin Ratu Raja Alexandra Wuryaningrat mengatakan aksi penolakan di tengah prosesi jumenengan dianggap wajar. Dia memastikan aksi penolakan tidak berpengaruh terhadap pribadi Sultan Luqman.

Dia berharap, usai penobatan, Sultan Luqman Zulkaedin bisa lebih bijaksana dalam menghadapi berbagai hal yang terjadi di masyarakat. Termasuk tetap berkoordinasi dengan sejumlah pihak yang menolak penobatannya.

"Koordinasi semua menjadi baik, tak ada aksi membalas dengan ancaman. Kami memilih jalan damai nanti Sultan yang baru yang akan berkoordinasi," ujar Alexandra.

Kerabat Keraton Kasepuhan, Chaidir mengatakan aksi penolakan penobatan Sultan Luqman tidak mengganggu jalannya acara. Chaidir mengklaim Sultan Luqman sudah melakukan silaturahmi ke pesantren, keraton hingga sesepuh Cirebon sebelum penobatan.

Chaidir menyebutkan, usai penobatan, terlebih dahulu Sultan mempelajari program keraton yang masih berjalan. Selain itu, Luqman berencana akan melakukan konsolidasi untuk memperbaiki kinerja dan manajerial di Keraton Kasepuhan Cirebon.

"Soal penolakan itu hak mereka menyampaikan pendapat kami dari keraton semata-mata melaksanakan adat tradisi turun temurun yang sudah dilakukan ratusan tahun," ucap Chaidir.

Dia memastikan, Sultan Luqman akan meneruskan amanah dari Almarhum PRA Arief Natadiningrat melestarikan adat dan tradisi di Cirebon.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.