Sukses

Perjalanan Kasus Kredit Macet di Bank NTT, dari Dugaan Korupsi hingga Pencemaran Nama Baik

Mantan Plt Direktur Utama (Dirut) Bank NTT, Absalom Sine, akhirnya resmi melayangkan laporan ke Polres Kupang Kota terkait sangkaan penghinaan oleh advokat, Haerudin Masaro ke Polres Kupang Kota.

Liputan6.com, Kupang - Mantan Plt Direktur Utama (Dirut) Bank NTT, yang juga mantan Direktur Kredit, Absalom Sine, akhirnya resmi melayangkan laporan ke Polres Kupang Kota terkait sangkaan penghinaan oleh advokat, Haerudin Masaro ke Polres Kupang Kota, Kamis (16/7/2020).

Laporan itu dilayangkan menyusul pernyataan Haerudin ke media yang menuding, Abselon Sine menerima uang korupsi kredit macet Bank NTT Cabang Surabaya dari tersangka Stefanus Sulaiman sebesar Rp1,5 miliar. Laporan Abselon tertuang dalam Nomor: 749/STTLP/VII/2020/SPKT Polres Kupang Kota.

Abselon Sine, mengatakan, ia merasa terhina atas pernyataan Haerudin kepada media beberapa waktu lalu. Ia mengaku, mengambil langkah hukum agar tidak lagi terjadi pada orang lain. "Sudah buat laporan. Selanjutnya, saya percayakan ke pihak polisi untuk proses selanjutnya," ujarnya.

Sebelumnya, Hairudin Massaro, kuasa hukum, tersangka, Mohamad Ruslan, mengatakan, dugaan keterlibatan Abselon Sine itu diungkapkan Dewi, staf Stefanus Soleman dalam laporannya ke KPK. Dalam laporan itu, kata dia, Abselon Sine disebut-sebut menerima Rp1,5 miliar dari total kredit yang diajukan.

"Silahkan saja kalau mau dilaporkan. Dasarnya, bukan saya yang omong, tetapi Dewi yang laporankan ke KPK, di situ ditulis, Abselon dapat Rp1,5 miliar. Nanti Dewi akan buka semua. Saya tidak tahu perkara ini. Dia (Abselon) berurusan saja dengan Dewi," ujarnya kepada wartawan, Kamis (16/7/2020).

Meski demikian, ia mengaku siap hadapi jika Abselon Sine menempuh jalur hukum. "Saya omong karena ada suratnya. Jika dilaporkan, silahkan saja, saya siap hadapi," katanya.

Menurut dia, pernyataan dia ke media soal keterlibatan Abselon Sine, selain adanya laporan KPK, dia juga mengaku berniat membersihkan Bank NTT dari praktik korupsi dengan modus kredit macet.

"Saya tidak ada kepentingan, saya ke Kupang untuk berantas korupsi di tubuh Bank NTT. Yang lakukan korupsi, pejabat Bank NTT, makanya harus dibersihkan. Saya hanya mau membantu," dia menegaskan.

Ia kembali menekankan soal lokus perkara. Karena, menurut ahli pidana, tidak ada alasan, kasus ini ditangani Kejati NTT.

"Dia (Abselon) kan Plt Dirut waktu itu. Buktinya, dia belum ditetapkan jadi tersangka. Kita lihat saja arah penyelidikan Kejati NTT. Silahkan saja kalau mau lapor," tegasnya.

Menenurut dia, uang tersebut diterima Abselon Sine dari tersangka, Stefanus Soleman di hotel Aston, Kupang. Keterlibatan Abselon Sine itu, kata dia, sudah dilaporkan Dewi, staf Stefanus ke KPK. Selain KPK, Dewi juga sudah mengungkapkan keterlibatan Abselon alam BAP.

"Abselon ini tokoh sentral dalam kasus ini. Dia yang perintahkan kepala cabang, Leba untuk segera lakukan pencairan. Kenapa dia belum jadi tersangka? Sudah jelas kok keterlibatan dia," ujarnya kepada wartawan saat menggelar konferensi pers, Selasa (24/7/2020).

Ia mengatakan, semua proses pengajuan kredit itu diurus oleh Stefanus Soleman, termasuk agunan. Kliennya, Muhamad Ruslan, hanya mendapatkan 20 persen. Sementara Stefanus Soleman mengambil 80 persen. Bahkan, dalam proses kredit itu, semua agunan dan hak jaminan, direkayasa oleh Stefanus Soleman.

"Tidak ada agunan dan hak jaminan. Semua itu direkayasa. Termasuk UD Prima Jaya, itu bohong semua. Stefanus kerja sama dengan pihak Bank NTT, tanpa diketahui klien saya," tegasnya.

Ia mengaku, ada upaya perlindungan terhadap Abselon Sine yang juga mantan Direktur Kredit Bank NTT oleh pihak Kejati NTT, karena lokus kasus ini sebenarnya menjadi kewenangan Kejati Surabaya.

"Yang bawa kasus ini ke NTT isterinya Abselon, Hermina Amalo, jaksa juga di Kejati NTT. Ini jelas, ada yang ingin dilindungi," dia menandaskan.

Diketahui, Muhammad Ruslan, hingga kini masih mangkir dari panggilan jaksa. Ia kini ditetapkan sebagai DPO. Meski demikian, jaksa telah menyita uang sebesar Rp9 miliar milik tersangka.

Simak juga video pilihan berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.