Sukses

Menerka Pemicu Harimau Serang Hewan Ternak Warga di Sumbar

Konflik manusia dan harimau beberapa waktu terakhir kerap terjadi di Sumatera Barat.

Liputan6.com, Agam - Dua ekor kerbau milik warga di Nagari Sungai Pua Kabupaten Agam, Sumatera Barat diserang oleh satwa liar yang diduga harimau.

Hewan ternak milik warga itu digigit pada Selasa 23 Juni 2020 sore. Dari laporan yang diterima Balai Konservasi Sumbar Daya Alam (BKSDA) Resor Agam, terdapat luka cakaran dan gigitan di kaki serta lehernya.

"Hari ini kami ke lokasi dan melakukan identifikasi, dan menemukan jejak kaki satwa yang diduga harimau," kata Kepala BKSDA Resor Agam, Ade Putra kepada Liputan6.com, Rabu (24/6/2020).

Jejak kaki tersebut berukuran 11 sentimeter, kemudian juga terdapat jejak yang masih sangat baru diperkirakan 1 jam dilalui.

Saat ini, pihaknya sudah memasang 3 unit kamera penjebak untuk memantau keberadaan satwa yang menyerang kerbau warga tersebut.

Kemudian juga dilakukan upaya pengusiran dengan menggunakan bunyi-bunyian dan pemantauan selama tiga hari ke depan.

"Lokasi kejadian itu 2 kilometer dari kawasan cagar alam," jelas Ade.

BKSDA Agam juga melakukan sosialiasi kepada warga agar waspada dan berhati-hati dalam beraktivitas, serta melakukan pengamanan berupa memasukkan ternaknya ke dalam kandang.

"Kami meminta warga agar tidak mengembala ternak terlalu dekat dengan hutan, dan saat sore ternak sebaiknya dimasukkan ke kandang," dia menambahkan.

Saksikan juga video pilihan berikut ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Konflik Manusia dan Harimau

Terkait konflik antara harimau dengan manusia yang sering terjadi di beberapa daerah, Kepala BKSDA Sumatera Barat, Erly Sukrismanto mengemukakan hal itu disebabkan oleh banyak faktor, seperti belajar berburu karena baru berpisah dari induknya.

"Ketika harimau berpisah dari induknya, maka mereka harus mulai berburu sendiri sehingga berpotensi untuk memangsa manusia atau hewan ternak yang diikat di dekat hutan," katanya.

Kemudian penyebab lainnya, wilayah jelajah harimau yang semakin sedikit dan mangsanya juga tidak ada sehingga mereka masuk ke permukiman masyarakat.

Wilayah jelajah harimau cukup luas untuk berburu, mencapai 60 kilometer persegi, sehingga ketika tempat berburunya sudah semakin kecil atau rusak, maka mereka akan mencari alternatif dan terjadilah konflik tersebut.

Kemudian, misalnya pada 10 tahun lalu tempat tersebut adalah hutan, tetapi saat ini beralih fungsi menjadi permukiman atau ladang penduduk, maka satu waktu harimau pasti akan kembali lagi ke tempat itu.

"Hal tersebut dinamakan home range, mereka akan mengingat tempat-tempat yang pernah dijelajahinya dahulu, namun ketika kembali ke tempat tersebut, harimau tidak akan tinggal dalam waktu yang lama, hanya sekitar tiga sampai empat hari," ujarnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.