Sukses

Sidang Perdana Digelar, Ini Dakwaan Jaksa Kepada Tiga Petinggi Sunda Empire

Ketiga terdakwa didakwa tiga pasal.

Liputan6.com, Bandung - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat mendakwa tiga terdakwa yang mengaku sebagai pimpinan kekaisaran palsu Sunda Empire.

Ketiga terdakwa yakni, Nasri Bank, Raden Ratna Ningrum, dan Ki Ageng Rangga Sasana didakwa pasal penyebaran informasi bohong atau hoaks yang menerbitkan keonaran di tengah masyarakat.

Selain membuat keonaran, JPU juga mendakwa ketiganya telah merusak keharmonisan masyarakat Sunda.

"Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan dan yang turut serta melakukan perbuatan, dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat," kata jaksa Suharja di Pengadilan Negeri Bandung, Jawa Barat, Kamis (18/6/2020).

Dalam surat dakwaan jaksa, ketiga terdakwa didakwa tiga pasal. Pertama, yaitu Pasal 14 ayat (1) UU No 1 Tahun 1946, tentang Peraturan Hukum Pidana junto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dengan ancaman 10 tahun penjara.

Jaksa Suharja mengatakan, Sunda Empire selalu menyampaikan materi tentang keberadaan kekaisaran Sunda Empire yang dapat mengubah tatanan dunia. Materi tersebut disebarluaskan melalui Youtube Sunda Empire dengan nama Alliance Press Internasional.

"Hal tersebut dilakukan oleh para terdakwa dengan maksud untuk menerbitkan atau menimbulkan keonaran atau kegaduhan di masyarakat," ujar Suharja.

Sehingga dengan menyiarkan berita atau pemberitaan bohong yang terdapat di dalam video yang berisi kegiatan atau aktivitas Sunda Empire tersebut telah menimbulkan keonaran di kalangan masyarakat Sunda karena telah mengusik keharmonisan masyarakat Sunda.

Sedangkan, dua pasal lainnya adalah Pasal 14 (2) UU No 1 Tahun 1946 junto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Serta Pasal 15 UU No 1 Tahun 1946 junto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Sejak 2003

Menurut keterangan jaksa, kerajaan fiktif Sunda Empire didirikan oleh terdakwa Nasri Bank bersama Ratna sejak 2003. Namun pada saat itu, mereka belum merekrut anggota untuk bergabung.

Adapun perekrutan anggota itu, kata jaksa, terjadi selama kurun waktu 2007 hingga tahun 2015. Anggota yang dihimpun mereka, menurut jaksa hingga mencapai 1.500 orang.

Untuk menjadi anggota Sunda Empire, para calon anggota cukup menyerahkan fotokopi identitas kartu tanda penduduk dan foto identitas. Lalu mereka merancang kartu tanda pengenal Sunda Empire yang memiliki biaya Rp100 ribu, serta seragam Sunda Empire yang biayanya Rp600 ribu. 

"Seluruh biaya tersebut dibebankan kepada anggota," ucap Jaksa.

Menurut jaksa Suharja, meski para terdakwa mengetahui secara sadar bahwa Sunda Empire bukan merupakan bagian dari sejarah. Namun para terdakwa selalu menyampaikan hal tersebut dalam setiap acara pertemuan dengan anggotanya.

"Hal tersebut dilakukan oleh para terdakwa dengan maksud untuk menerbitkan atau menimbulkan keonaran dan kegaduhan di masyarakat. Khususnya masyarakat sunda, karena pemberitaan bohong tersebut bagi sebagian masyarakat menganggap benar adanya," kata dia.

Digelar Virtual

Dalam sidang yang digelar secara virtual ini, ketiga terdakwa tidak dihadirkan di ruang persidangan. Mengikuti aturan pencegahan Covid-19, Nasri Bank dan kawan-kawan menjalani sidang dari rumah tahanan Polda Jawa Barat dan mengikuti persidangan secara video telekonferensi.

Sidang perdana Sunda Empire ini dipimpin oleh T Benny Eko Supriyadi, didampingi anggota hakim Mangapul Girsang, dan Asep Sumirat Danaatmaja.

Menanggapi dakwaan jaksa, pengacara ketiga terdakwa Sunda Empire mengajukan tanggapan atau eksepsi. "Kami akan mengajukan eksepsi dan meminta waktu selama dua minggu ke depan," kata pengacara Misbahul Huda.

Misbahul mengatakan, pihaknya keberatan dengan dakwaan JPU karena menganggap kliennya membuat keonaran.

Sementara itu, majelis hakim memutuskan sidang akan dilanjutkan pada 30 Juni mendatang.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.