Sukses

Babak Baru Kasus Dugaan Korupsi PDAM Makassar

Bidang Intelijen resmi menyerahkan penyelidikan kasus dugaan korupsi pengelolaan anggaran di lingkup Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Makassar ke bidang Pidana Khusus (Pidsus) Kejati Sulsel.

Liputan6.com, Makassar - Penyelidikan kasus dugaan korupsi pengelolaan anggaran di lingkup Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Makassar resmi beralih dari bidang Intelijen ke bidang Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel).

"Itu sudah naik ke Pidsus," kata Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel), Firdaus Dewilmar ditemui di Kantor Kejati Sulsel, Selasa (16/6/2020).

Pihak-pihak yang sudah menjalani pemeriksaan di bidang Intelijen, tentunya kembali diperiksa intensif oleh penyidik bidang Pidana Khusus (Pidsus).

"Penyelidikan di Pidsus itu sifatnya mendalam lagi," ujar Firdaus.

Penyidik Pidsus, lanjut dia, akan fokus menyelidiki adanya pengendapan dana cadangan dan dividen milik PDAM Makassar yang nilainya ditaksir mencapai Rp80 miliar di Asuransi Bumiputera.

Pengelolaan dana cadangan dan dividen itu diketahui dikelola sendiri oleh internal perusahaan daerah tersebut.

Pengendapan dana yang nilainya cukup besar itu, ditemukan setelah tim penyidik Intelijen Kejati Sulsel mendalami adanya dugaan kebocoran dana tantiem (hadiah untuk karyawan yang bersumber dari keuntungan perusahaan), bonus pegawai, dan kelebihan pembayaran beban pensiunan.

"Setelah ditelaah ternyata potensi dikorupsi paling besar itu ada pada sektor pengelolaan dana cadangan dan dividen. Nah Pidsus akan fokus ke situ," terang Firdaus.

Ia menjelaskan bahwa dana cadangan yang dikelola oleh internal PDAM Makassar, besarannya 20 persen dari laba perusahaan. Sementara dana dividen, kata dia, nilainya 45 persen dari laba perusahaan.

"Kita melihat ini sangat rawan apalagi sistemnya dikelola sendiri oleh mereka," kata Firdaus.

Mengawali penyelidikan, penyidik bidang Pidsus akan mempelajari dokumen laporan pertanggungjawaban pengelolaan angaran PDAM Makassar tahun 2010 hingga 2019.

"Oleh intelijen ditemukan adanya deviden yang tidak terpenuhi dan merupakan temuan BPK namun ini tidak ditonjolkan. Jadi kasus PDAM Makassar ini memang sangat menarik," jelas Firdaus.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Mantan Wali Kota hingga Pejabat Bumiputera Turut Diperiksa

Dalam tahap penyelidikan kasus dugaan korupsi di lingkup Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Makassar, Kejati Sulsel telah memeriksa sejumlah pihak yang terkait.

Selain mantan Wali Kota Makassar, Moh. Romdhan Pomanto, tampak sejumlah pejabat teras Pemerintah Kota Makassar dan jajaran Direksi PDAM Makassar tak luput dari pemeriksaan.

Kemudian tak berhenti di situ, Kejati kembali mengagendakan pemeriksaan terhadap pihak Asuransi Bumiputera dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

"Semua sudah diambil keterangan oleh penyidik intelijen," ucap Firdaus.

Ia juga menegaskan akan memeriksa mantan Wali Kota Makassar dua periode, Ilham Arif Sirajuddin serta sejumlah legislator kota Makassar periode itu.

"Dari total temuan BPK di PDAM kan jumlahnya Rp31 miliar. Itu akumulasi dari tahun 2003 hingga 2018 sehingga pihak-pihak di periode itu kita akan panggil diantaranya Wali Kota jaman itu," kata Firdaus.

Pemanggilan terhadap anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Makassar pada periode tahun 2003 hingga tahun 2018, lanjut dia, juga tak luput dari panggilan untuk diambil keterangannya.

"Ada Komisi B misalnya yang merupakan mitra kerja PDAM itu kita panggil juga untuk mengetahui sejauh mana fungsi pengawasan yang mereka jalankan dalam mengontrol pelaksanaan anggaran oleh perusahaan plat merah milik Pemkot Makassar tersebut," jelas Firdaus.

 

3 dari 3 halaman

Awal Kasus Diselidiki

Kasus dugaan korupsi di lingkup PDAM Makassar bermula dari adanya laporan salah satu LSM di kota Makassar.

Mereka melaporkan kasus tersebut berdasarkan adanya alat bukti berupa hasil audit Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) tahun 2018.

Dimana dalam LHP BPK bernomor 63/LHP/XIX.MKS/12/2018 itu memuat adanya lima rekomendasi baik untuk Pemkot Makassar maupun PDAM sendiri.

Dari lima rekomendasi yang ada, dua di antaranya dinilai berpotensi ke ranah hukum.

Pertama, BPK merekomendasikan kepada Wali Kota Makassar pada periode itu agar memerintahkan Direktur Utama PDAM Makassar untuk mengembalikan tantiem dan bonus pegawai sebesar Rp8.318.213.130 ke kas PDAM Makassar.

Kedua, BPK juga merekomendasikan kepada Wali Kota Makassar pada periode itu agar memerintahkan Direktur Utama PDAM Makassar untuk mengembalikan kelebihan pembayaran beban pensiunan PDAM sebesar Rp23.130.154.449 ke kas PDAM Makassar.

Atas dua poin rekomendasi BPK itu, salah satu LSM di Makassar yang dimaksud menilai terjadi masalah hukum karena terjadi kelebihan pembayaran yang nilainya mencapai Rp31.448.367.629 miliar.

Lebih jauh mereka mengaitkan temuan dan rekomendasi BPK tersebut dengan pelanggaran terhadap UU No 28 tahun 1999 tentang Pemerintah Bebas KKN, UU No 9 tentang perubahan kedua atas UU No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, UU No 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU No 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi Jo UU Nomor 20 tahun 2001 dan UU No 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintah.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.