Sukses

Akhir Nasib Harimau Sumatra yang Keluyuran di Ladang Warga Solok

Setelah beberapa waktu lalu sekitar tiga ekor harimau masuk ke pemukiman penduduk, BKSDA Sumbar memutuskan memasang perangkap.

Liputan6.com, Solok - Seeokor Harimau Sumatra masuk dalam perangkap yang sengaja dipasang Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) di Nagari Gantung Ciri Kabupaten Solok, Sumatera Barat.

Pemasangan perangkap pada 9 Juni 2020 ini, karena beberapa waktu lalu ada sekitar tiga ekor harimau yang masuk ke pemukiman penduduk.

Kemudian masyarakat Gantung Ciri menghalau satwa langka itu kembali ke dalam hutan, namun tidak membuahkan hasil dan harimau tetap berkeliaran di kawasan ladang warga.

"Akhirnya kami memutuskan memasang perangkap, pada 13 Juni 2020 didapati satu ekor harimau masuk ke dalamnya," kata Plh Kepala Seksi Wilayah III BKSDA Sumbar Novtiwarman, Minggu (14/6/2020).

Satwa dilindungi bernama ilmiah Panthera Tigris Sumatrae yang masuk perangkap itu berjenis kelamin betina dan belum dewasa.

"Yang masuk perangkap bukan induknya," kata dia.

Satwa langka tersebut selanjutnya akan direhabilitasi, dan dibawa ke Pusat Rehabilitasi Harimau Sumatra (PRHS) di Dharmasraya.

Harimau akan dipantau perkembangannya di PRHS Dharmasraya. Jika dinilai sudah layak lepas maka dia akan kembali dilepaskan ke alam liar.

"Jika kondisinya sehat dan mampu mencari makan sendiri, maka akan dilepas lagi," ujarnya.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Konflik Manusia dan Satwa

Sebelumnya Kepala BKSDA Sumbar, Erly Sukrismanti menyampaikan terkait konflik antara harimau dengan manusia yang sering terjadi di beberapa daerah, hal itu disebabkan oleh banyak faktor, seperti belajar berburu karena baru berpisah dari induknya.

"Ketika harimau berpisah dari induknya, maka mereka harus mulai berburu sendiri sehingga berpotensi untuk memangsa manusia atau hewan ternak yang diikat di dekat hutan," katanya.

Kemudian penyebab lainnya, wilayah jelajah harimau yang semakin sedikit dan mangsanya juga tidak ada sehingga mereka masuk ke pemukiman masyarakat.

Wilayah jelajah harimau cukup luas untuk berburu, mencapai 60 kilometer persegi, sehingga ketika tempat berburunya sudah semakin kecil atau rusak, maka mereka akan mencari alternatif dan terjadilah konflik tersebut.

Kemudian, misalnya pada 10 tahun lalu tempat tersebut adalah hutan, namun saat ini beralih fungsi menjadi pemukiman atau ladang penduduk, maka satu waktu harimau pasti akan kembali lagi ke tempat itu.

Hal tersebut dinamakan home range, mereka akan mengingat tempat-tempat yang pernah dijelajahinya dahulu, namun ketika kembali ke tempat tersebut, harimau tidak akan tinggal dalam waktu yang lama, hanya sekitar tiga sampai empat hari.

"Perilaku satwa yang terlibat konflik rata-rata seperti itu, mereka pada saat tertentu akan datang ke tempat yang dikenalinya, namun hanya beberapa hari dia akan pergi sendiri," jelasnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.