Sukses

Aksi Solidaritas Wartawan Warnai Sidang Perdana Diananta

Diananta Putra Sumedi, wartawan di Kalsel dijerat UU ITE atas tulisannya yang berjudul 'Tanah Dirampas Jhonlin, Dayak Mengadu ke Polda Kalsel'.

Liputan6.com, Balikpapan - Kontributor Portal Berita Kumparan.com, Diananta Putra Sumedi, yang dijerat Pasal Ujaran Kebencian Undang Undang Informasi Transaksi Elektronik (ITE), mulai menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Kotabaru, Kalimantan Selatan. Sidang dipimpin Majelis hakim Meir Elisabeth Batara Randa.

"Informasi yang bisa menimbulkan rasa kebencian dan permusuhan individu," kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) dipimpin Dwi Hadi Purnomo, Senin (8/6/2020).

Dalam berkas dakwaannya, Dwi mengatakan, artikel terdakwa berjudul Tanah Dirampas Jhonlin, Dayak Mengadu ke Polda Kalsel berpotensi menimbulkan konflik SARA. Isi artikel secara terbuka mengungkap latar belakang konflik persengketaan lahan ini.

Padahal sebelumnya dalam proses wawancara, kata Dwi, pihak narasumber sudah meminta wartawan berhati-hati dalam penyuntingan berita. Ketua Majelis Umat Kepercayaan Kaharingan, Sukirman, khawatir publikasi terbuka artikel bisa memicu konflik pertentangan SARA di antara warga Kalsel.

"Saudara Sukirman sudah meminta pemberitaannya agar tidak menimbulkan konflik SARA di Kalsel," ungkapnya.

Sehubungan itu, Sukirman lantas melaporkan redaksi Banjarhits.id ke Polda Kalsel. Menurutnya, portal berita jaringan Kumparan ini menyebarkan berita bernuansa ujaran kebencian serta memancing konflik kesukuan.

"Terdakwa sudah ditahan sejak tanggal 4 Mei lalu," papar Dwi.

Seusai pembacaan berkas dakwaan, kuasa hukum terdakwa, Bujino A Salan, langsung mengajukan keberatan atas dakwaan jaksa. Menurutnya, dakwaan jaksa sudah melanggar ketentuan diatur dalam Undang Undang Kebebasan Pers.

"Kami akan mengajukan hak keberatan pada majelis hakim," tegasnya. Proses persidangan dilanjutkan pekan mendatang.

Selain itu, Bujiono juga mengungkapkan adanya kesepakatan antara Dewan Pers dan Mahkamah Agung (MA) dalam penyelesaian persengketaan kasus kasus jurnalistik. Kedua pihak bersepakat menyerahkan seluruh persoalan sengketa pemberitaan pada institusi Dewan Pers.

"Kesepakatan bersama antara Dewan Pers, MA dan Polri," ungkap Bujiono.

 

Simak juga video pilihan berikut ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Tanggapan AJI

Sementara itu, organisasi profesi jurnalistik Aliansi Jurnalis Independen (AJI) menyayangkan kriminalisasi wartawan oleh aparat penegak hukum. AJI mencatat beberapa kali kasus kriminalisasi wartawan di Indonesia.

Sehubungan itu, AJI kembali mengingatkan kesepakatan dalam penyelesaian sengketa pemberitaan. Kesepakatan sudah dibuat diantara Dewan Pers, Polri dan Mahkamah Agung.

:Kami juga mengingatkan agar semua jurnalis bekerja dengan menjunjung tinggi etika. Etika ini yang membedakan jurnalisme dengan kabar burung atau gosip," ujar Ketua AJI Balikpapan Devi Alamsyah.

Masyarakat dipersilakan menyampaikan hak jawab kepada pihak redaksi dan diselesaikan oleh Dewan Pers. Khususnya, bila dirasa ada pemberitaan yang tidak tepat.

Devi berharap tak ada lagi sengketa pemberitaan yang jatuh ke tangan polisi. AJI meminta setiap masalah yang berhubungan dengan aktivitas jurnalistik mesti dibawa hanya lewat Dewan Pers.

Persoalan bermula saat Banjarhits.id memuat artikel konflik tanah Suku Dayak dengan PT Jhonlin Grup.  Jhonlin merupakan perusahaan tambang dan perkebunan milik Andi Syamsuddin Arsyad atau H Isam. Sedangkan Banjarhits merupakan mitra media nasional Kumparan.

Berselang kemudian, Majelis Umat Kepercayaan Kaharingan malah melaporkan Banjarhits ke polisi. Sukirman menganggap isi artikelnya menimbulkan kebencian serta profokasi antar suku.

Dewan Pers sudah memutuskan redaksi Kumparan menjadi penanggung jawab penerbitan artikel. Kumparan dan Banjarhits dianggap melanggar kode etik jurnalistik dengan melampirkan prasangka atas dasar perbedaan suku.

Selain itu, Dewan Pers pun merekomendasikan pemberian hak jawab. Persoalan dianggap selesai saat kedua media memuat hak jawab dan menghapus artikel.

 

3 dari 3 halaman

Aksi Solidaritas

Puluhan jurnalis dari organisasi profesi jurnalistik melakukan aksi solidaritas menolak kriminalisasi eks Pemimpin Redaksi Banjarhits, Diananta Putra di PN Kotabaru. Aksi ini beriringan menjelang sidang perdana Nanta yang digelar pada PN setempat.

Menenteng spanduk panjang bertuliskan 'Stop Kriminalisasi Wartawan, Bebaskan Diananta', para pewarta berdiri di depan halaman PN yang berlokasi di Jalan Raya Stagen, Pulau Laut Utara.

Mereka meminta aparat, khususnya majelis hakim PN Kotabaru, untuk melepas Nanta dari tahanan karena ia membela masyarakat lewat produk jurnalistik.

"Diananta membela masyarakat. Jadi dia bukan seorang pelaku kriminal," kata Iwan Hardi, salah satu jurnalis asal Kotabaru.

Iwan menambahkan pihak pengadilan juga mesti jernih melihat kasus yang menimpa Nanta. Majelis hakim menurutnya harus benar-benar memakai hati nurani.

Jurnalis asal Tanah Bumbu, Nanang Rosmani, juga jauh-jauh datang untuk bersolidaritas untuk Nanta. Menurut dia, kasus yang menimpanya murni sengketa jurnalistik.

"Dan dia menulis apa adanya. Sesuai fakta yang ada. Kami bukan melawan hukum. Tapi meminta kebijakan," ujar Nanang yang juga ketua Forum Komunikasi Wartawan (FKW) Tanah Bambu.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.