Sukses

Pembangunan Jalan Poros Tengah Cilawu - Banjarwangi Garut Menuai Polemik

Selain mengabaikan amdal, pembangunan tersebut dinilai sarat kepentingan dan mengancam kelestarian alam kawasan Gunung Cikuray, Garut.

Liputan6.com, Garut - Rencana pembangunan jalan poros tengah yang membelah kawasan hutan lindung Gunung Cikuray, Garut, Jawa Barat, terus menuai polemik.

Pembukaan jalan sejauh puluhan kilometer mulai Kecamatan Clawu hingga Banjarwangi itu, mendapat hadangan warga terutama kalangan aktivis lingkungan.

Setelah beberapa mediasi gagal meyakinkan pemerintah daerah Garut menghentikan pembangunan. Akhirnya, ratusan massa dari puluhan aktivis lingkungan di Garut dan Jawa Barat, turun ke jalan melakukan aksi menolak pembangunan tersebut.

Massa yang tergabung dalam Konsorsium Penyelamatan Cikuray tersebut, mengeruduk kantor Bupati Garut, termasuk kantor DPRD Garut, untuk menyampaikan aspirasi penolakan pembangunan jalan itu.

Koordinator aksi Aa Usep Ebit Mulyana mengatakan, pembangunan jalur poros tengah Garut, berpotensi merusak ekosistem dan kekayaan alam hutan Gunung Cikuray.

"Coba lihat bagaimana maraknya alih fungsi hutan menjadi kawasan pertanian, kemudian illegal logging, hingga terganggunya keberlangsungan satwa di Gunung Cikuray," ujarnya, Selasa (3/3/2020).

Menurut Usep, rencana pembangunan jalan yang sudah memasuki area pemukiman warga dinilai melanggar aturan, selain tidak mengantongi sejumlah izin dari Perhutani, juga tidak memiliki kajian dampak lingkungan dari pembangunan itu.

Menurutnya, jika proses pembangunan jalur poros tengah Garut itu dilanjutkan akan berpotensi menimbulkan kerusakan lingkungan, termasuk terganggunya ekosistem Gunung Cikuray.

"Ujungnya nanti bisa disaksikan sendiri adanya penurunan kualitas kehidupan masyarakat, baik sekitar kawasan maupun masyarakat luas," katanya.

Dalam progres awal pembangunan yang meliputi pembukaan jalan menggunakan alat berat, ratusan pohon pinus di area sepanjang sepanjang 800 meter jalur yang akan dibuka, sudah dibabat habis.

Dampaknya, beberapa sumber mata air langsung raib, termasuk datangnya ancaman sejumlah bencana alam seperti banjir dan longsor.

"Melihat banyaknya dampak yang ditimbulkan, kami berharap Pemkab segera membatalkan rencana pembangunan jalur poros tengah," ungkapnya.

 

Simak juga video pilihan berikut ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Ancaman Kerusakan Ekosistem

Usep Ebit menyatakan, pembangunan jalan poros tengah yang tidak mengidahkan pertimbangan aspek lingkungan hidup, mengancam kelestarian alam dalam jangka panjang.

"Pembangunan itu berada di DAS (daerah aliran sungai) Cikaengan dan DAS Ciwulan yang melewati dua kabupaten," katanya.

Seperti diketahui DAS Cikaengan mengalir melewati Kacamatan Banjarwangi, Kecamatan Singajaya, Kecamatan Peundeuy dan Kecamatan Cibalong, dengan fungsi utama sebagai sumber air area pesawahan, perikanan, dan air bersih masyarakat.

"Bukan hanya untuk masyarakat tapi kerugian bagi negara terkait suplai kebutuhan listrik," katanya.

Sementara DAS Ciwulan, mengalir ke wilayah Kecamatan Cilawu yang melintasi Kabupaten Tasikmalaya, dengan ragam fungsi air yang dibutuhkan masyarakat.

Hal senada disampaikan Ketua Forum Komunikasi Kader Konservasi Indonesia (FK3I) Jawa Barat, Dedi Kurniawan. Menurutnya pembangunan itu mengancam kelestarian hewan dilindungi yang tinggal di kawasan Gunung Cikuray, sebut saja Macan Tutul, Owa Jawa, Elang Jawa , Merak Hijau dan Surili.

"Kami meminta Direktorat Jenderal (Dirjen) Penegakan Hukum (Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) segera turun tangan melakukan penegakan hukum," katanya.

Lembaganya menilai, Perum Perhutani lalai dan mengabaikan ragam ancaman bencana yang akan ditimbulkan dari pembangunan itu.

"Harusnya sejak awal dihentikan," katanya.

Untuk itu, lembaganya mendesak agar pihak Perum Perhutani (Perum Perhutani Garut dan Perum Perhutani Tasik) segera menghentikan pembangunan.

"Perhutani jangan tebang pilih, Pemda Garut yang melakukan pembangunan jalan tanpa prosedur dibiarkan, sementara masyarakat yang memanfaatkan hutan seringkali ditindak tegas sampai dipenjarakan," kata dia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.