Sukses

Pelaku Mutilasi di Malang Lolos dari Vonis Hukuman Seumur Hidup

Kasus mutilasi di Malang pada 2019 ini membuat geger warga. Hakim memvonis pelaku dengan hukuman 20 tahun penjara lebih ringan dari dakwaan jaksa berupa penjara seumur hidup

Liputan6.com, Malang - Sugeng Santoso tampak tenang selama duduk di kursi pesakitan menunggu pembacaan vonis pengadilan. Tidak sedikit pun terlihat gerak tubuhnya. Pengadilan Negeri Malang memvonis pelaku mutilasi di Malang ini dengan 20 tahun penjara.

Putusan majelis hakim itu lebih ringan dibanding tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Sebelumnya, jaksa mendakwa pelaku mutilasi di Malang dengan korban seorang perempuan yang tak diketahui identitasnya dengan hukuman penjara seumur hidup.

"Iya, saya dihukum 20 tahun penjara. Saya terserah saja," kata Sugeng usai pembacaan putusan di Pengadilan Negeri Malang, Rabu, 26 Februari 2020.

Pria berusia 50 tahun asal Jodipan, Kota Malang itu tampak tenang. Wajahnya dingin dengan sorot mata yang tajam. Saat ditanya apakah puas dengan vonis hukuman yang lebih ringan dari tuntutan awal, ia pun menjawab lugas.

"Ya puas. Saya terima saja (vonis pengadilan)," ucapnya.

Sugeng Santoso terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pembunuhan berencana dan sadis sesuai pasal 340 KUHP. Hal itu dinyatakan dalam amar putusan setebal 100 lembar yang dibacakan oleh majelis hakim.

Majelis Hakim berpendapat, apa yang dilakukan oleh Sugeng membunuh sekaligus memutilasi korbannya adalah perbuatan sadis. Menimbulkan kengerian dan ketakutan terhadap masyarakat. Kasus mutilasi di Malang ini sendiri menyita perhatian masyarakat.

"Hal yang memberatkan lainnya, selama persidangan terdakwa memberi keterangan yang berbelit–belit," kata Dina Pelita Asmara, Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Malang saat membacakan putusan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Kontroversi Persidangan

Vonis itu sendiri berbeda jauh dengan permintaan tim penasihat hukum Sugeng. Dalam nota pembelaannya, penasihat hukum meminta terdakwa dibebaskan dari seluruh tuntutan. 

"Apa yang kami putuskan ini lebih ringan dari tuntutan dan tentu tak memuaskan tim penasihat hukum. Silahkan bila ingin mengajukan upaya hukum," kata Dina Pelita Asmara, Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Malang.

Selama persidangan, ada sedikitnya 18 saksi yang dihadirkan. Mulai dari saksi ahli forensik, psikolog sampai ahli organ tubuh manusia. Menurut majelis hakim, seluruh keterangan saksi menguatkan jika pelaku membunuh dan memutilasi tubuh korban.

Saat pembacaan dakwaan, tim jaksa penuntut menyebut terdakwa adalah seorang psikopat berdasarkan analisis psikologi selama penyelidikan di kepolisian. Hal berbeda dikatakan tim penasihat hukum Sugeng Santoso.

Saat pembacaan eksepsi, tim penasihat hukum menginginkan kliennya dibebaskan dari seluruh tuntutan. Karena diyakini Sugeng Santoso mengidap skizofrenia juga berdasar hasil analisis psikolog.

Tim advokasi itu berencana menempuh upaya banding. Namun, masih akan koordinasi lanjutan lagi setelah pembacaan putusan oleh mejalis hakim ini bersama tim hukum serta klien mereka sendiri.

"Tapi semua tentu akan kami kembalikan ke klien kami," kata juru bicara tim penasihat hukum, Bambang Utomo.

3 dari 3 halaman

Kronologi Kasus

Sugeng Santoso memutilasi seorang perempuan tanpa identitas pada 8 Mei 2019 di Lantai 2 Pasar Besar Kota Malang. Pelaku memotong tubuh korbannya menjadi 6 bagian. Aksi sadis itu membuat gempar warga setempat.

Pelaku bertemu dengan korban sehari sebelumnya di sekitar Kelenteng Eng An Kiong Malang. Pelaku yang tidak memiliki tempat tinggal itu membawa korban yang sedang mengeluh sakit di bawah tangga lantai 2 Pasar Besar yang kosong tidak digunakan pasar.

Di tempat itulah pelaku hendak menyetubuhi korbannya tapi gagal lantaran korban sedang sakit. Meski demikian, pelaku tetap berlaku ekstrem menggunakan tangannya. Setelah itu, Sugeng menggorok leher korban yang sedang tidur menggunakan alat potong cutter.

Di bawah tangga itu pula pelaku memutilasi tubuh korban menjadi 6 bagian. Ada bagian tubuh tetap di bawah tangga dan ada pula dibawa ke toilet. Di tempat itu terdapat ceceran darah menunjukkan jika korban dieksekusi saat masih hidup.

Sebelum memutilasi, pelaku juga merajah kedua telapak kaki korban. Masing–masing rajah bertuliskan “Sugeng" dan “Wahyu yang Kami Terima dari Gereja Comboran". Polisi menangkap Sugeng pada 13 Mei 2019.

Barang bukti meliputi gunting bergagang plastik warna oren, rok warna merah marun, sandal jepit hitam motif kembang, sol sepatu, baju wanita motif kembang, bra putih motif biru, kaos kuning putih dengan bercak darah dan lain sebagainya.

 

Simak video pilihan berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.