Sukses

Menikmati secangkir Kopi Pagi di Rumah Oei Rembang

Munir kerapkali mampir ke rumah Oei saat lewat Karangturi, Lasem, Rembang. Ia berhenti sejenak untuk melepas lelah, dan menikmati secangkir kopi

Liputan6.com, Rembang - 'Mbolang' ke Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, Anda akan menemukan hunian keluarga Tiongkok yang berusia lebih dari 200 tahun. Dikenal dengan sebutan rumah Oei, tempat ini cocok untuk menginap tatkala berlibur di kota pantai utara ini.

Rumah Oei adalah heritage bangunan Tionghoa yang berada di jalan Jatirogo 10, Desa Karangturi, Kecamatan Lasem, Rembang. Saat ini, bangunan pecinan tersebut digunakan sebagai penginapan, cagar budaya, dan destinasi wisata.

Warga Rembang, Sirojul Munir mengungkapkan, tempat tersebut tidak pernah sepi dari aktivitas pengunjung. Terlebih waktu sekitar Imlek.

"Warga China jawa sering datang kesini. Banyak pula dari luar daerah yang menginap, di bagian belakang (rumah Oei) kan dipakai untuk penginapan," kata Munir kepada Liputan6.com, beberapa waktu lalu.

Munir kerapkali mampir ke rumah Oei saat lewat Karangturi, Lasem, Rembang. Ia berhenti sejenak untuk melepas lelah, dan menikmati secangkir kopi.

"Kuliner Lasem ada di rumah Oei, biasanya saya pas lewat, ngopi dan njajan disini," ujarnya.

Rumah Oei dulunya merupakan tempat tinggal milik Oei Am yang merupakan perantauan dari negara tirai bambu ke Lasem, Rembang. Saat itu usianya masih 15 tahun. Saat usia Oei Am 17 tahun, dia lantas menikah dengan seorang warga Lasem bernama Tjioe Nio.

Grace Widjaja, keturunan ketujuh pemilik rumah Oei mengatakan, bersama istrinya Tjioe Nio lah kakeknya Oei Am membangun rumah tersebut.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Akulturasi Budaya China-Eropa-Jawa di Rumah Oei

"Rumah Oei berdiri tahun 1818, rumah ini saya buka kembali dan saya persembahkan untuk Lasem," kata Grace

Sebelum ramai seperti saat ini, rumah Oei dulunya pernah vakum puluhan tahun pada masa orde baru. Sempat kehilangan identitas sebagai bangunan pecinan, kemudian oleh Grace lah atribut yang menjadi simbol Tionghoa dipasang kembali.

Grace menuturkan, rumah tersebut dibukan kembali pada tahun 2016 setelah dia berkonsultasi dengan ahli budaya China dan arsitektur profesional dari Korea Selatan. Mereka menyarankan untuk merawat keaslian rumah peninggalan kakeknya.

"Tahun 2016 lalu kami buka kembali, agar keaslian rumah ini banyak diketahui," katanya.

Menukil buku Chinese Architecture in Straits Settlements, karya David G. Khol, beberapa ciri bangunan pecinan di Asia Tenggara adalah, bentuk atap model Ngang Shan atau pelana kuda, beranda yang luas dan terbuka (courtyard) dan konstruksi rangka penyangga atap yang dibiarkan terbuka. Keindahan konstruksi bangunan pecinan rumah Oei menunjukkan tingginya kemampuan pertukangan pada masa itu. Sentuhan Eropa terlihat dari penggunaan pilar di rumah itu.

Kelestarian bangunan pecinan seperti rumah Oei bernilai sejarah karena menjadi mata rantai yang menghubungkan Lasem dan Tionghoa pada masa lalu.

Bagian-bagian rumah Oei menunjukkan sejarah dan kandungan nilai yang berkembang pada masa lalu (mantifact). Sebagai contoh akulturasi model arstitektur antara arstitektur China-Eropa-Jawa di Lasem, bagaimana pembagian fungsi ruangan rumah serta fungsi simbolik rumah dalam stratifikasi sosial waktu itu.

Hal ini penting untuk menarik sebuah kesamaan sejarah tentang perlakuan pemerintah Belanda baik pada masa VOC maupun Pemerintahan Kolonial. Dengan demikian di balik bangunan rumah Oei tersimpan peristiwa-peristiwa sosial pada masa itu.

Simak video pilihan berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.