Sukses

Dikira Candi, Misteri Tumpukan Batu di Purbalingga Akhirnya Terkuak

Misteri tumpukan balok batu yang dianggap sebagai candi di Desa Ponjen, Kecamatan Karanganyar, Kabupaten Purbalingga, akhirnya terkuak.

Liputan6.com, Purbalingga - Misteri tumpukan batu yang dianggap sebagai candi di Desa Ponjen, Kecamatan Karanganyar, Kabupaten Purbalingga, akhirnya terkuak. Warga Desa Ponjen yang selama ini mewariskan narasi fiktif akhirnya mendapat penjelasan yang lebih rasional.

Kejelasan diperoleh setelah Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Tengah mensurvei lokasi tumpukan batu yang dinamai Candi Wurung oleh warga setempat.

Lokasi Candi Wurung tersembunyi. Untuk sampai ke lokasi, butuh waktu kurang lebih satu jam mendaki.

Untuk menuju lokasi tumpukan batu itu, tim BPCB harus melewati pematang sawah dan jalan setapak yang menanjak, menembus kebun warga dan hutan. Candi Wurung masuk dalam lahan Perhutani yang berbatasan langsung dengan lahan warga.

Setelah sampai, tampak bukit yang dipenuhi tumpukan batu berbentuk balok. Selama ini warga setempat percaya tumpukan batu-batu itu adalah bahan yang digunakan untuk membangun candi. Tak heran bila warga kemudian menamai kawasan itu dengan Candi Wurung.

Wurung merupakan bahasa Jawa yang berarti "batal". Warga meyakini batu-batu itu akan dibuat candi, tapi batal karena suatu hal.

Satu di antaranya seperti yang diceritakan Yusroji (70), sesepuh desa setempat. Menurut Yusroji, bangunan candi batal dibangun karena karena makhluk halus yang bertugas membangunnya tak bisa memenuhi tenggat waktu penyelesaian sebelum mentari terbit.

"Saat matahari terbit bangunan belum selesai dan kemudian ditinggalkan," kata Yusroji.

Yusroji yang memiliki lahan tepat berbatasan dengan Candi Wurung menyebut lokasi itu sebagai wana sepuh (wana berarti hutan dan sepuh berarti tua). Dirinya mengatakan, warga setempat mengeramatkan Candi Wurung dan kerap menjadi tujuan orang yang ingin mencari jimat.

Selain cerita soal makhluk halus yang gagal membangun candi, berkembang juga cerita di tengah masyarakat yang menyebut lokasi itu merupakan tempat bengkel material yang digunakan untuk membangun Candi Borobudur, dan candi-candi di Dataran Tinggi Dieng. Ada pula yang menyebut, batuan itu akan digunakan sebagai lantai Masjid Demak di era Wali Sanga.

 

Simak juga video pilihan berikut ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Lebih Rasional

Tim BPCB Jawa Tengah setelah meneliti langsung ke lokasi punya pendapat berbeda dan lebih rasional. Hasil survei sementara arkeolog BPCB menunjukkan tumpukan batu itu ternyata hasil proses alami yang disebut Columnar Joint atau Columnar Basalt.

Columnar basalt adalah formasi bebatuan yang biasanya berbentuk hexagon (segi enam). Fenomena geologi ini terjadi karena adanya gaya pengkerutan yang terjadi karena proses pendinginan dan kejadian ini merupakan fenomena langka yang jarang ditemui.

"Setelah saya amati ini tidak ada tanda-tanda hasil pekerjaan manusia. Sepenuhnya ini adalah Columnar Joint yang biasa juga ditemukan di daerah-daerah lain," kata arkeolog BPCB Jateng, Muhammad Junawan.

Dengan hasil pengamatan ini, maka batuan tersebut tidak bisa disebut sebagai benda cagar budaya atau artefak. Menurutnya, tumpukan batu itu menjadi benda cagar budaya ketika tersentuh kebudayaan manusia masa lalu.

Ia mencontohkan Situs Gunung Padang di Cianjur, Jawa Barat. Di Situs Gunung Padang, manusia masa itu memanfaatkan batu columnar joint sebagai material untuk membangun tempat pemujaan berupa punden berundak.

"Sedang Candi Wurung belum terlihat ada bekas penataan dan masih random," katanya.

 

3 dari 3 halaman

Destinasi Wisata Religi

Masih di Desa Ponjen, tim BPCB Jateng juga diajak untuk mensurvei temuan Yoni di Dusun Serang. BPCB memastikan Yoni itu bagian dari peninggalan sejarah masa kerajaan Hindu antara abad 8 hingga 10 masehi.

Yoni biasanya ditemukan berpasangan dengan Lingga. Namun di Dusun Serang, tidak ditemukan adanya Lingga. Hal ini diduga karena pada masa lalu warga di wilayah itu memuja Dewi Kesuburan yang disimbolkan dengan Yoni. Itu sebabnya lokasi Yoni ditemukan tidak jauh dari area persawahan.

"Ini membuktikan di sini pernah dihuni peradaban beragama Hindu," kata Winarto, arkeolog BPCB Jateng yang lain.

Pemerintah desa setempat sudah berkomitmen akan mengembangkan Candi Wurung dan area sekitarnya sebagai destinasi wisata religi. Romidi, Kepada Desa Ponjen telah menggelar kerja bakti membuka jalan dan membersihkan area columnar joint dari semak-semak.

"Kami akan anggarkan untuk perawatan dan pengembangan menjadi tujuan wisata alam, sejarah sekaligus religi di desa kami," ujar Romidi.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.