Sukses

Segi Empat Seni, Cinta, Kwee Tjoen An dan Didik Nini Thowok

Sebagai seniman tari keturunan Tionghoa, Didik mengenalkan budaya Jawa hingga luar negeri. Didik Nini Thowok dikenal dunia lewat tari-tarinya.

Liputan6.com, Yogyakarta Banyak yang tahu nama Didik Hadiprayitno atau lebih dikenal Didik Nini Thowok. Namun tidak banyak yang tahu nama Kwee Tjoen An yang menjadi nama tionghoanya. 

"Artinya Tjoen itu handsome dan An itu Save. Nama saya awalnya Tjoen Lian, Lian itu berkaitan dengan bunga, sakit sakitan trus diganti An itu selamat," kata Didik Nini Thowok di kediamannya di Perumahan Jatimulyo Baru Blok G no 14, Kricak Tegalrejo Jogja Kamis (23/1/2020).

Anggapan apalah arti sebuah nama bagi sebagian orang masih berlaku. Namun, tidak bagi ayah Didik Nini Thowok yang masih percaya  budaya Jawa sehingga harus berganti nama demi kepercayaan tersebut.

"Masih bayi waktu itu. Bapak saya bilang uang berobat saya bisa buat beli mobil waktu itu," katanya.

Didik mengaku hingga saat ini ia pun tidak lantas meninggalkan budaya dari ayahnya. Termasuk masih merayakan imlek bersama keluarga.

"Waktu papah masih hidup ada acara kumpul keluarga, hormat orang tua lalu makan makan. Bagi angpao ke cucu lalu sebulan sesudahnya Ceng Beng ke makam keluarga sampai sekarang ada 19 makam yang saya rawat," katanya.

Nama Didik Nini Thowok saat ini sangat dikenal mulai dari daerah Yogyakarta hingga dunia. Melalui seni tari yang digelutinya, nama Indonesia akhirnya dikenal dunia.

"Ke luar negeri sudah 38 negara, ini  kebanggaan saya keluar negeri ini menujukkan prestasi, bukan pejabat membuat program sendiri ke luar negeri. Ini yang lebih murni karena prestasi," katanya.

Didik menyebut prestasi ini tentu memiliki cerita dan kisah perjalanan yang panjang. Termasuk bagaimana pertama kali ia harus memutuskan ke Eropa dan keluar menjadi PNS. 

"Jual mobil ke Eropa. Cross gender belum ada kan waktu itu. Mereka awalnya juga belum tahu cross gender, jadi kita yang mengenalkan  ke dunia luar. Waktu itu ke Belgia lalu sempat Belanda dan Luksemburg sekalian," kata Didik Nini Thowok.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Kisah Tarian

Didik berasal dari Temanngung puluhan km yang ada di sisi Utara Daerah Istimewa Yogyakarta. Kisah awal Didik menuju ke Yogyakarta saat masuk Akademi Seni Tari Indonesia (ASTI) Jogjakarta. 

"Masuk ASTI itu tahun 74. Lulus sarjana muda tahun 77. Jadi mahasiswa teladan tahun 76," katanya.

Didik termasuk orang yang mudah bergaul dengan siapa. Sampai akhirnya kakak angkatannya mengajak untuk proyek tari Nini Thowok.

"Mba Tutik tahun 73 itu ujian mba Tutik sarjana muda. Saya masuk 74 saya diajak bergabung," katanya.

Didik menjelaskan di era itu bagi mahasiswa teladan maka akan memiliki ikatan dinas. Bahkan begitu lulus, SK pengangkatan PNS turun untuk mengajar di ASTI.

"Setelah lulus jadi pegawai negeri SK turun. Tapi 85 keluar. mau mandiri. Profesi seniman tari harus  banyak keluar kampus," katanya.

Didik mengatakan memutuskan untuk menjadi seniman memiliki risiko sendiri. Namun, tekad menjadi seniman tari sudah bulat. 

"Risiko juga, tapi saya niat ya kerja keras. Tahun 74 dah entertainment. saya dituntut kreatif mendirikan Sanggar di tahun 80," ujar juara rias manten gaya Solo 1977 itu.

Didik menjelaskan sanggar tari yang dikelolanya sempat banyak tersebar di beberapa daerah. Tercatat setidaknya ada 24 sanggar tari yang dibinanya.

"Sekarang sanggarnya dirumah ini. Seminggu ada lima kelas. Namanya Natya Lakshita, Natya itu tari, Lakshita itu bersih. Itu yang memberikan Romo Kuntoro," katanya.

3 dari 4 halaman

Mendunia

Menurut anak sulung ini, seni tari yang telah digelutinya mendapat respon bagi di dunia. Terutama di bidang cross gender.

"Banyak belajar lewat interview,  Ludruk itu juga main perempuan. ternyata reog juga ada. Kraton Jogja dulu pemainnya laki baru tahun berapa ada perempuannya," kata Didik Nini Thowok.

Didik menjelaskan sejak pertama kali mengenalkan seni tari dan  cross gender membuat dunia tertarik. Bahkan ia membuat buku di tahun 2004 lalu soal cross gender.

 "Kalo mau belajar seni cross gender ya belajar, di riset lah yang benar," ujarnya.

Maka tidak jarang ia sering diundang ke luar negeri untuk berbicara soal cross gender. Walaupun undangan untuk menari di luar negeri juga banyak. 

"Saya diluar bangga dengan Indonesia, saya kenalakan seni cross gender. Saya bukan tipe pamer ya, kan ada yang targetnya dapat pengarhaan. Saya kan karena cinta dengan seni," katanya.

 

4 dari 4 halaman

 Dikabarkan Meninggal     

Kabar hoax soal meninggalnya Didik Nini Thowok sempat beredar tahun 2019. Kabar itu tentu mengejutkan banyak pihak terutama sahabat-sahabatnya. 

"Pak Wali Haryadi kirim bunga dukacita. Padahal itu hoax jangan  percaya," katanya.

Akibat berita hoax itu membuat handphonenya hang karena banyak yang menghubungi. Ia pun baru bisa menggunakan handphone besok paginya. 

"Hadiprayitno bapak dari Nini Thowok yang atas diilangi jadi itu namaku. Hanponku hang. WA sampai 500 -an," katanya. 

Menjadi korban hoax tentu sangat mengesalkan. Karena banyak hal menjadi terganggu. 

"Jangan percaya hoax kalo mau  iseng harus ati ati jangan merugikan orang," katanya. 

Ia tidak menggunakan jalur hukum untuk menyelesaikan masalah kabar hoax tersebut. Namun, kabar hoax itu menganggu karena sudah sampai ke luar negeri.

 "Sampai keluar negeri," katanya.

Simak video pilihan berikut:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.