Sukses

Kelola Dana APBD Rp27 Miliar, Jamkrida Sulsel Dikabarkan Malah Merugi

Selama 4 tahun lebih beroperasi dengan mengelola dana APBD Sulsel sebesar Rp27 miliar lebih, Jamkrida Sulsel tak berkontribusi terhadap PAD Sulsel.

Liputan6.com, Makassar PT Jamkrida (Jaminan Kredit Daerah) Sulsel yang merupakan salah satu Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Provinsi Sulsel terus menuai sorotan karena keberadaannya dianggap hanya menghambur-hamburkan keuangan negara.

Bahkan terhitung sejak empat tahun berdiri, perusahaan yang bergerak pada jasa penjaminan kredit ini belum sepeser pun memberikan kontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Sulsel.

Sementara perusahaan yang diketahui beroperasi tepatnya pada 2016 silam itu, sebelumnya dikabarkan lebih awal diberikan modal sebesar Rp25 miliar tepatnya pada 2012 dan kemudian kembali mendapat tambahan modal pada 2015-2016 sebesar Rp2,7 miliar sehingga awal berdirinya BUMD milik Pemprov itu telah mengelola dana senilai Rp27,7 miliar.

Direktur Utama PT. Jamkrida Sulsel, Mulyan Pulubuhu mengakui jika sejak awal beroperasi hingga saat ini, BUMD yang dipimpinnya belum memberikan kontribusi terhadap PAD Sulsel.

Hasil laba dari bunga selama pendirian sebesar Rp2,7 miliar di tahun 2016, kata dia, dibukukan sebagai tambahan modal sehingga modal yang tadinya Rp25 miliar menjadi Rp27,7 miliar tidak dibukukan sebagai deviden atau PAD.

Faktor penyebab sehingga Jamkrida belum maksimal membuahkan hasil, dikarenakan pencapaian volume penjaminan yang ada terhitung masih rendah dibandingkan dengan target.

"Dengan pencapaian yang rendah tersebut, otomatis pendapatan Imbal Jasa Penjaminan atau IJP juga rendah," jelas Mulyan.

Secara bertahap dari tahun ke tahun diakuinya memang terjadi peningkatan. Namun karena Jamkrida Sulsel merupakan perusahaan baru dengan modal yang terbatas, tentu butuh waktu untuk meyakinkan mitra.

"Di sisi lain juga kompetitor kami di bidang penjaminan semuanya adalah BUMN. Diantaranya ada Askrindo, Jamkrindo, Jasa Raharja Putra, Asuransi Ekspor Indonesia dan Askrida," terang Mulyan via pesan singkat, Rabu (22/1/2020).

Tak hanya itu, faktor penyebab lainnya yang membuat kondisi perusahaan milik daerah itu belum menyumbang untuk PAD, karena hasil yang diperoleh dari jasa penjaminan kredit terhitung sejak Januari 2017 hingga saat ini juga belum dapat menutupi biaya operasional perusahaan serta biaya-biaya klaim.

Dimana, kata dia, biaya operasional secara garis besar tercatat pada tahun 2017 yakni untuk pemenuhan Sumber Daya Manusia (SDM) senilai Rp1,249 miliar, biaya umum dan pemasaran senilai Rp655 juta, biaya penyusutan dan amortisasi sebesar Rp285 juta serta cadangan klaim sebesar Rp5 juta.

Kemudian terjadi pembengkakan biaya pada tahun 2018. Dimana kata Mulyan, untuk biaya SDM sebesar Rp1,517 miliar, biaya umum dan pemasaran Rp805 juta, penyusutan dan amortisasi biaya pendirian Rp390 juta, cadangan dan biaya klaim Rp4,485 miliar.

Demikian pada tahun 2019, juga mengalami kenaikan untuk menanggulangi biaya SDM yang terhitung sebesar Rp1,580 miliar, biaya umum dan pemasaran Rp925 juta, penyusutan dan amortisasi Rp410 juta dan biaya klaim sebesar Rp4,539 miliar.

Sementara data tagihan yang tercatat pada tahun 2019, ada di Bank Sulselbar Sidrap atau Pemerintah Daerah (Pemda) Sidrap yakni sebesar Rp5,7 miliar.

Klaim itu dibayar sejak bulan Mei 2019 karena kredit yang dijaminkan di Bank Sulselbar Sidrap terhitung untuk 7 orang debitur macet.

"Pekerjaan selesai, ada berita acara serah terima dengan Pemkab Sidrap tetapi belum tersedia dana di TA 2018. Tagihan ini juga sementara diklarifikasi dengan bantuan Inspektorat dan Sekda di Sidrap mengenai rencana pembayaran atau rencana angsuran," kata Mulyan.

Dengan membayar klaim sebesar Rp5,7 miliar sejak Mei 2018 itu, menurut dia, otomatis pendapatan Jamkrida dari bunga deposito modal awal di Bank menurun atau berkurang karena digunakan membayar klaim.

Namun, bila Januari 2020 ini diperoleh kepastian angsuran tagihan tersebut dari Pemkab Sidrap, maka posisi Januari 2020 akan menjadi laba, sebab tagihan sebesar Rp5,7 miliar dapat dibukukan sebagai piutang.

"Masalah tagihan di Sidrap ini sudah dilaporkan ke Sekprov, Komisi C dan di rapat dengan Koorsupgah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)," ungkap Mulyan.

Ia memastikan selama beroperasi yakni 4 tahun lebih, Jamkrida berjalan pada koridor aturan yang ada. Meski kondisi saat ini diakuinya belum memberikan hasil untuk peningkatan PAD Sulsel.

"Sebagai industri keuangan non bank setiap tahun kami diperiksa atau audit langsung oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Selain itu Jamkrida sebagai BUMD juga diaudit oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) yang terdaftar atau disetujui OJK Pusat dan setiap tanggal 8 bulan berjalan harus mengirim laporan bulanan ke OJK Pusat sebagaimana halnya bank," Mulyan menandaskan.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Permintaan Audit

Menanggapi kondisi Jamkrida Sulsel yang tidak memberikan kontribusi terhadap PAD Sulsel meski telah menggunakan anggaran yang cukup besar dan telah beroperasi selama 4 tahun lebih, Ketua Bidang Hukum dan HAM Badko HMI Sulselbar, Syamsumarlin menduga, ada yang tidak beres dalam pengelolaan keuangan Jamkrida Sulsel.

Salah satu kecurigaan Syamsumarlin, yakni pada kalkulasi biaya operasional yang dipaparkan oleh pihak Jamkrida Sulsel sendiri bahwa terjadi peningkatan tiap tahun.

Ia yakin ada dugaan memanipulasi biaya operasional untuk kepentingan kelompok dan pribadi sehingga tiap tahun terjadi pembengkakan nilai.

"Pertanyaannya sederhana. Kok dikatakan kondisi terus merugi sementara biaya operasional terus meningkat," kata Syamsumarlin via telepon, Kamis (23/1/2020).

Seharusnya, lanjut Syamsumarlin, kalau memang perusahaan terus merugi maka semestinya ada upaya strategis yang dilakukan untuk meminimalisir kerugian yang ada. Salah satunya menekan biaya operasional bukan sebaliknya malah dinaikkan.

"Jangan sampai ada pengeluaran atau penggunaan dana yang tidak tepat dan menguntungkan perorangan ataupun kelompok tetapi mengatasnamakan perusahaan," terang Syamsumarlin.

Ia berharap DPRD Sulsel menggandeng BPK untuk segera mengaudit pengelolaan keuangan milik Jamkrida Sulsel agar bisa mengetahui apa sebenarnya yang menjadi penyebab utama perusahan milik daerah itu merugi meski telah beroperasi selama 4 tahun lebih.

"Tindakan Jamkrida Sulsel jelas telah menimbulkan kerugian negara yang lumayan besar. Saya kira sudah patut penegak hukum baik KPK, Kejaksaan dan Kepolisian untuk menyelidiki kasus meruginya Jamkrida ini," Syamsumarlin menegaskan.

Terpisah, Wakil Ketua Komisi C DPRD Sulsel, Andy Ansar mengatakan akan memberikan perhatian khusus pada Jamkrida Sulsel, namun terlebih dulu akan melihat bisnis plannya.

"Ini gawat," katanya singkat.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.