Sukses

Menilik Taman Permainan Tradisional di Lereng Gunung Slamet Banyumas

permainan tradisional memastikan seorang bocah berinteraksi langsung dengan lingkungannya. Sembari melatih ketrampilan, ia jadi mengenal tetangga dan lingkungannya. Sesuatu yang amat langka di kota-kota

Liputan6.com, Banyumas - Pada era 80 hingga 90-an, beragam permainan tradisional masih begitu mudah disaksikan. Di gang-gang, pekarangan kosong, atau halaman sekolah.

Kitiran bambu, panggal atau gasing kayu, gatrik, hingga permainan nan menantang, egrang. Ada pula permainan yang mengandalkan kelincahan dan kelihaian mengatur strategi, geteng.

Masa itu, tak afdol rasanya jika anak perempuan tak pandai berloncatan di seutas tali karet atau lihai meniti kotak-kotak dalam permainan sundamanda. Pun bocah lelaki, tak jantan jika tak bisa membikin sendiri panggal atau mampu berlari dengan egrang.

Tetapi kini, permainan tradisional itu semakin tersingkir oleh gawai. Generasi yang lahir usai pergantian milenium semakin asing dengan nama-nama permainan tradisional yang pernah begitu populer pada masa sebelumnya.

Anak-anak zaman sekarang lebih asyik menyendiri. Usai sekolah, semua waktunya habis untuk berselancar di dunia maya, atau bermain gim online. Sebuah dunia baru yang menjauhkan dari kehidupan sosialnya.

Yang paling mengkhawatirkan adalah minimnya interaksi sosial anak dengan lingkungannya. Mereka lebih akrab dengan gawai, internet atau televisi.

Celakanya, hal ini didukung oleh lingkungan, terutama keluarganya. Orang tua merasa tenang jika anaknya ada di rumah, meski aktivitasnya hanya berkisar antara internet atau televisi.

Ini lah yang kemudian memantik pengelola Sekolah Kader Desa Brilian, Banyumas, Muhamad Adib untuk membuat sebuah taman bermain keluarga yang salah satu fokusnya adalah mengenalkan kembali permainan tradisional.

Simak video pilihan berikut ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Filosofi Permainan Tradisional

Namanya, Taman Brilian Angkruk Logawa, Desa Sunyalangu, Karanglewas, Banyuumas. Lokasinya memang berada bantaran Sungai Logawa, sebuah sungai penting yang berhulu di lereng Gunung Slamet sisi selatan.

“Sekarang permainan tradisional sangat langka. Anak-anak lebih suka bermain dengan gawai,” kata Adib, beberapa waktu lalu.

Adib mengatakan, permainan tradisional memastikan seorang bocah berinteraksi langsung dengan lingkungannya. Sembari melatih ketrampilan, ia jadi mengenal tetangga dan lingkungannya. Sesuatu yang amat langka di kota-kota.

Selama fase perkembangan itu, mereka selalu mencari momentum menyenangkan dengan bermain. Dari situ, tercipta berbagai macam permainan tradisional sebagai medium bermain anak.

Sayangnya, seiring perkembangan zaman, permainan tradisional tergusur oleh permainan modern hingga nyaris tak dikenali. Egrang misalnya, barangkali terdengar asing bagi anak anak zaman sekarang.

Di Taman Brilian Angkruk Logawa, anak-anak bisa bermain di taman pinggiran sungai Logawa sembari berlatih membuat berbagai permainan tradisional. Di tempat ini, pengelola menyediakan tutor yang akan membimbing anak-anak membuat kitiran, panggal, ketupat dan lain-lain.

Adib menerangkan, egrang bukan sebatas permainan untuk hiburan. Permainan egrang memiliki filosofi mendalam yang baik untuk perkembangan anak.

 

3 dari 3 halaman

Pasar Kuliner Tradisional

Permainan tradisional yang melatih ketangkasan ini mengajarkan anak-anak agar tidak gampang menyerah ke setiap kesulitan yang mengadang. Sebab, permainan ini membutuhkan keuletan dan kesabaran.

"Keyakinan dan kerja keras akan dapat mengubah yang tidak mungkin menjadi mungkin. Setiap proses yang ditekuni dengan sungguh-sungguh dan optimis pasti akan berbuah hasil yang sepadan," ujarnya.

Adib mengatakan, melalui permainan tradisional ini, anak-anak diharapkan tumbuh menjadi pribadi yang menghargai sesamanya. Sejak dini anak-anak akan terbiasa bekerjasama dengan teman-teman sebayanya.

Orang tua bisa turut mendampingi, atau bahkan ikut membikin beragam permainan ini. Jika tidak, jangan khawatir, beragam makanan tradisional juga ada di Taman Angkruk Logawa ini.

Cara pembayarannya pun unik. Pembeli tak membayar makanan tradisional dengan uang melainkan dengan koin kayu pinus.

“Pasar Kuliner Tradisional yang berbayar koin kayu pinus buka tiap Sabtu sore hingga Minggu siang. Kalau lainnya, kita buka tiap hari,” ucapnya.

Dia berharap taman ini bisa menjadi tempat untuk kembali mempopulerkan permainan tradisional yang semakin tersingkir oleh gawai. Anak-anak, bahkan para pendidik, bisa belajar mengenali kembali ragam permainan tradisional yang pernah hidup dan menjadi bagian pentin kehidupan masyarakat.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.