Sukses

Perjuangan Remaja Tunarungu Jadi Penari Jaipong Berprestasi

Seiring seringnya berlatih, remaja difabel ini makin mahir menari jaipong. Bahkan, tariannya tidak kalah dengan orang-orang normal.

Bandung - Keterbatasan tidak menghalangi siapa pun untuk menorehkan prestasi, selama mempunyai niat dan keinginan kuat. Salah satunya ditunjukkan Assyiffa Dindha.

Remaja berusia 15 tahun tersebut merupakan penyandang difabel rungu, tetapi mampu menjadi penari jaipong berprestasi.

Ati Sumiati (40), ibunda dari Assyiffa, mengatakan, anak keduanya lahir dalam keadaan normal. Bahkan, pada usia beberapa bulan sejumlah kata sempat terucap dari bibirnya.

"Ketika usia 11 bulan, dia sakit dan dibawa berobat," ujar Ati, Kamis (12/12/2019).

Dokter memberi Assyiffa obat untuk mengobati sakitnya. Tidak disangka, tubuh warga Rancatungku, Kecamatan Pameungpeuk, Kabupaten Bandung, tersebut menolak antibiotik yang diberikan dokter.

"Ternyata dia alergi antibiotik. Makanya setelah minum antibiotik, langsung drop, panas tinggi sampai badannya biru," ungkapnya.

Akibatnya, saraf pendengaran Assyiffa terganggu. Pendengarannya pun melemah.

Saat masih kecil, Ati sempat membawa Assyifa untuk mengobati pendengarannya. Dokter menyarankan untuk diberi implan.

"Memang untuk operasi di-cover oleh BPJS, tapi alatnya sangat mahal. Dulu itu harganya Rp200 juta. Saya tidak ada uang," ujarnya.

Ati hanya mampu memberikan alat bantu dengar yang harganya juga tidak murah. "Untuk membeli alat bantu dengar saja, saya harus jadi TKI," ujarnya.

 

Baca berita menarik Ayobandung lainnya.

Simak Video Pilihan Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Kakak Setia Mendampingi

Akibat tidak mampu mendengar, Assyiffa tidak bisa bicara. Ati kemudian menyekolahkannya ke SLB. Saat kelas 5 SD, Assyiffa mengungkapkan keinginannya untuk bisa menari. Ati kemudian memasukkan anaknya ke tempat les menari.

Seiring seringnya berlatih, Assyiffa mahir menari jaipong. Bahkan, tariannya tidak kalah dengan orang-orang normal. "Sebenarnya dia tidak bisa mendengar musik. Jadi hanya gerak, alat bantu dengarnya tidak bisa berfungsi kalau di tempat ramai atau suara yang keluar dari sound," ungkapnya.

Walau demikian, gerakannya sangat pas dengan ketukan musik yang mengiringi tariannya. Ati mengungkapkan rahasianya terletak pada pendamping Assyiffa ketika tampil di atas panggung. Pendamping Assyiffa adalah Chyntia Eka (20) yang tidak lain adalah kakak kandungnya atau putri pertama Ati.

"Jadi kalau dia sedang nari, kakaknya di depan, memberi isyarat apakah harus mulai, gerakannya terlalu cepat atau terlalu lambat. Dia biasanya mengerti isyarat yang diberikan Chyntia," ujarnya.

Ati mengatakan, untuk bisa mahir menari jaipong, Assyiffa membutuhkan waktu yang lumayan lama. Satu lagu saja paling tidak membutuhkan latihan selama satu bulan untuk menguasai gerakannya, belum dipadukan dengan ketukan musik yang menjadi tugas Chyntia.

Namun berkat ketekunan, Assyiffa mampu menguasai gerakan jaipongan yang lumayan sulit untuk dilakukan. Bahkan, bisa menjadi juara dalam sejumlah pasanggiri, mengalahkan penari jaipong normal.

"Kalau ikut pasanggiri kebanyakan umum. Jadi bertanding dengan orang-orang normal," ungkapnya.

Salah satu keinginan Assyiffa saat ini adalah ingin bisa tampil menari di luar negeri. Menurut Ati, beberapa waktu lalu dia mendapat tawaran untuk menari di Jerman, namun berbenturan dengan jadwal kuliah Chyntia yang sedang padat.

"Tidak bisa sendiri, harus sama kakaknya. Dia yang tahu bagaimana mengarahkan Assyiffa. Mudah-mudahan saja ke depan bisa tampil di luar negeri," katanya.

 

 

Akhmad Mundzirul Awwal/PNJ.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.