Sukses

Menumbuhkan Empati kepada Penyandang Disabilitas Tunanetra

Agenda yang sudah disiapkan panitia yaitu tantangan mengikuti tantangan kegiatan orientasi mobilitas (OM) atau OM Challenge di Hari Disabilitas Internasional

Liputan6.com, Bandung - Siang itu, Jumat (6/12/2019), matahari terasa sangat menyengat. Panasnya sang surya seolah menempel di kulit. Namun hal itu tak menyurutkan langkah puluhan orang peserta Global Alliance For Justice Education Conference (GAJE) mengunjungi SLBN A Kota Bandung, sekolah untuk tunanetra.

Kehadiran mereka di tengah para guru dan siswa bertepatan dengan peringatan Hari Disabilitas Internasional.

Panitia yang sudah menyiapkan acara ini sejak jauh hari memberikan sambutan dengan penampilan acapella dan tembang berjudul Stand By Me. Suara guru dan para siswa disabilitas menyanyikan lagu yang kerap dinyanyikan Ben E. King itu mendapat tepuk tangan dari para undangan yang hadir.

Adapun tujuan dari para delegasi 46 negara di sekolah ini dalam rangka mendukung pemenuhan hak asasi kemanusiaan dan kesejahteraan penyandang disabilitas. Mereka menuliskan harapan pada kertas dalam bentuk Solidarity For SLBN A Kota Bandung.

Setelah ramah tamah, para peserta bergegas untuk kunjungan istimewa kali ini. Agenda yang sudah disiapkan panitia yaitu tantangan mengikuti tantangan kegiatan orientasi mobilitas (OM) atau OM Challenge.

Orientasi mobilitas sendiri biasanya diberikan kepada tunanetra sebagai bentuk kegiatan adaptasi terhadap lingkungan baru. Namun kali ini, perwakilan GAJE ditantang untuk belajar menempatkan diri dalam posisi sebagai tunanetra.

Untuk bisa mengikuti kegiatan ini, peserta dibagi ke dalam beberapa kelompok. Ada tiga tahap simulasi yang diberikan kepada mereka.

Pertama, mata para peserta ditutup menggunakan penutup mata berwarna hitam, lalu mereka didampingi oleh pendamping awas. Dengan mata penutup itu mereka dituntun mengelilingi SLBN A Kota Bandung.

Setelah rintangan pertama diselesaikan, para peserta diajak menelusuri ruangan kelas. Masih dengan kondisi mata tertutup, kali ini mereka diajarkan trailing. Cara ini lebih sulit karena tidak ada lagi pendamping awas dan peserta hanya memegang gagang besi untuk jadi acuan mereka berjalan.

Simulasi terakhir ialah menggunakan tongkat. Para peserta kali ini harus berjalan mengikuti guiding block atau jalur khusus bagi penyandang disabilitas tunanetra. Dalam sesi ini para peserta tampak kesulitan berjalan. Kebanyakan para pejalan ragu-ragu karena takut tersandung.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Lebih Mensyukuri Hidup

Wakil Kepala Sekolah SLBN A Kota Bandung Rika Juwita mengatakan, rangkaian OM Challenge ini merupakan kegiatan ini yang diharapkan dapat meningkatkan rasa empati masyarakat.

"Kita ingin memperkenalkan bahwa tunanetra itu berjalan seperti apa dan coba dirasakan langsung oleh kita hang awas. Dengan kita memberikan pengalaman empirik ini kepada orang awas, mereka akan mengetahui apa yang dialami," ujar Wakasek bagian kurikulum itu.

Sehingga, diharapkan pengetahuan orientasi mobilitas bisa bermanfaat suatu waktu apabila menemukan orang dengan penyandang disabilitas netra.

"Jadi tahu bagaimana cara menuntun jika tak sengaja bertemu tunanetra di jalan. Dari cara-cara seperti ini diharapkan memunculkan empati," katanya.

Meski OM Challenge hanya bersifat simulatif, kegiatan ini ternyata ini berkesan di dalam hati peserta. Bahkan, melalui kegiatan ini peserta mengaku tak kuat membayangkan jadi tunanetra.

"Tadi sebenarnya mau menahan nangis. Ketika memposisikan mata ini tidak bisa melihat, saya rasakan perjuangan murid-murid SLB setiap harinya dan sampai hayat tidak bisa melihat," ujar salah satu peserta asal Jakarta, Rosidin Marsal Al Harbi.

Rosidin juga mengaku dari kegiatan ini memetik pelajaran tentang pentingnya bersyukur. Ini merupakan pertama Rosidin mengikuti tantangan bertajuk orientasi mobillitas.

"Rasa lebih bersyukur lagi tentu ada. Saya beberapa kali saat mencoba ikut pakai tongkat hampir jatuh. Kebayang jika menghadapi situasi genting seperti saat gempa itu bagaimana harus menghadapinya," ujarnya.

Rosidin juga mengapresiasi para guru yang memberikan tantangan orientasi mobilitas sekaligus menjadi pemandu mereka dalam kegiatan ini.

"Informasi yang disampaikan tidak hanya soal cara menghadapi rintangan, tapi juga bagaimana tentang sejarah SLB ini yang ada sejak 1901. Sudah bagus pelayanannya," kata dia.

Simak video pilihan di bawah ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.