Sukses

Elwasi, Alat Murah Pendeteksi Longsor Bertenaga Surya dari Banjarnegara

Pendeteksi longsor ini tidak membutuhkan daya listrik yang begitu besar. Karenanya, sumber tenaga bisa menggunakan panel surya alias energi terbarukan.

Liputan6.com, Banjarnegara - Wilayah Kabupaten Banjarnegara adalah daerah paling rawan longsor di Jawa Tengah. Kontur miring pegunungan membuat ancaman longsor nyaris terjadi hampir di semua desa lereng Gunung Dieng ini.

Bahkan, dari 266 desa dan 12 kelurahan, 199 di antaranya berkategori risiko menengah tinggi bencana longsor. Itu berarti, mencakup lebih dari 70 persen wilayah Banjarnegara.

Berbagai upaya mitigasi bencana dilakukan, mulai dari pemasangan sistem peringatan dini atau EWS Longsor, pelatihan kesiapsiagaan kebencanaan, edukasi, simulasi bencana, hingga pembuatan jalur-jalur evakuasi.

Muaranya jelas, agar Banjarnegara bisa menekan jumlah kerugian atau korban dalam bencana tanah longsor. Bagaimana tidak, terkadang longsor Banjarnegara benar-benar kolosal dan meminta korban begitu banyak.

Longsor Dusun Jemblung, Desa Sampang, Karangkobar, Banjarnegara 2014 lalu, misalnya, menyebabkan 95 orang kehilangan nyawa. Sebanyak 13 orang lainnya hilang diduga tertimbun material longsoran.

Delapan tahun sebelumnya, pada 2006, terjadi longsor yang tak kalah besar di Sijeruk, Banjarmangu. Dalam peristiwa ini, 90 orang tewas, 14 lainnya hilang.

Baru-baru ini, pada awal penghujan, tanggul irigasi jebol yang memicu longsor juga terjadi Tamansari, Parakancanggah, Banjarnegara. Satu orang meninggal dunia.

"Di tengah kota sekali pun Banjarnegara tetap punya potensi longsor," ucap Kepala Seksi Pencegahan dan Kesiapsiagaan Bencana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Banjarnegara, Andri Sulistiyo, Selasa (12/11/2019).

Tentu saja pemerintah tak tinggal diam. Untuk mencegah jatuh korban, sejak 2015 lalu, pemerintah memasang 13 EWS longsor. Namun, sayangnya, dari 13 EWS longsor itu, lima di antaranya rusak.

Saksikan video pilihan berikut ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

EWS Longsor Murah dari Banjarnegara

Lima EWS longsor itu berada di kawasan zona merah longsor Banjarnegara. Di antaranya di Kali Tlaga, Kertosari, Mlaya, dan Wanayasa.

Namun, Pemerintah Daerah (Pemda) Banjarnegara tak bisa menganggarkan perbaikan atau perawatan lantaran peralatan tersebut masih milik BNPB.

"Ada lima yang off, ya. Kondisinya off karena ada beberapa masalah, di antaranya belum adanya hibah dari pemerintah pusat ke daerah,” dia menerangkan.

Lantaran belum ada nota hibah atau penyerahan aset dari BNPB ke Pemda atau ke BPBD Banjarnegara, Pemda Banjarnegara tak bisa memperbaiki EWS yang rusak tersebut.

Dia berkata, BPBD Banjarnegara sudah berkirim surat permohonan ke BNPB untuk segera membuat nota penyerahan atau serah terima EWS tersebut. Dengan demikian, Pemda Banjarnegara bisa mengalokasikan anggaran untuk perawatan atau perbaikan peralatan tersebut dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Banjarnegara.

"Kita sudah melakukan surat-menyurat, permohonan untuk segera hibah juga belum ada progres," ucapnya.

Andri mengakui jumlah 13 EWS Longsor yang terpasang sama sekali belum memadai dibandingkan dengan jumlah wilayah yang rawan longsor. Sisi lain, pemasangan EWS longsor adalah keharusan.

Namun, Pemkab Banjarnegara pun sadar. Anggaran daerah tak akan mungkin cukup untuk membeli EWS yang per unitnya mencapai Rp 100 juta lebih.

Karenanya, BPBD Banjarnegara mengembangkan EWS longsor yang berharga murah dan ramah lingkungan. Harganya murah lantaran bentuknya lebih kecil dan bersuku cadang lokal.

 

3 dari 3 halaman

EWS Longsor Bertenaga Surya dan Portabel

Namun jangan salah, efektivitas dan kecanggihan alatnya tak kalah dari EWS longsor yang berharga seratusan juta lebih itu. Alat ini juga telah diujicobakan setidaknya di empat lokasi berbeda dengan hasil memuaskan.

"Harganya sekitar Rp 10 juta. Dikembangkan oleh petugas BPBD Banjarnegara," ucap Andri.

Nama EWS longsor ini juga mengadopsi bahasa lokal Jawa, Elwasi, yang merupakan singkatan dari ‘Eling waspada lan siaga’. Kini ada dua Elwasi.

Salah satunya pernah di pasang di Kebutuhjurang, Pegedongan. Terbukti, alat ini mampu mendeteksi longsor, meski skalanya kecil.

"Alat ini juga portabel. Jadi karena kecil bisa dipindah-pindah," ucapnya.

Sebagaimana EWS longsor lainnya, Elwasi dipasang di atas permukiman warga dekat dengan mahkota tanah gerak. Harapannya, agar ketika terjadi tanah gerak alat ini bisa segera memberi peringatan.

Sirine alat ini nantinya akan berbunyi ketika ada gerakan tanah. Sirine kedua adalah tanda bahwa rekahan sudah semakin lebar dan besar kemungkinan terjadi luncuran. Sirine itu adalah tanda agar warga mesti segera menyingkir menyelamatkan diri.

Keunggulan alat pendeteksi longsor ini adalah tidak membutuhkan daya listrik yang begitu besar. Karenanya, sumber tenaga bisa menggunakan panel surya alias energi terbarukan.

Sumber tenaga yang terintegrasi dengan alat lebih aman, dibandingkan dengan mengandalkan aliran listrik PLN. Bentangan kabel berpotensi putus saat terjadi gerakan tanah dan justru membuat EWS longsor tak berfungsi.

"Pakai panel surya. Jadi mandiri," kata Andri.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.