Sukses

Lebih Dekat dengan Risa Santoso, Rektor Cantik Termuda di Indonesia

Risa Santoso merasa lebih bisa mengeksplorasi diri di dunia kampus dibanding saat bekerja di Kantor Staf Kepresidenan.

Liputan6.com, Malang - Nama Risa Santoso dalam beberapa hari terakhir menyita perhatian publik. Ia disebut-sebut sebagai rektor termuda di Indonesia. Wanita asal Tegalsari, Surabaya, ini memiliki segudang visi dan inovasi yang ingin diwujudkan.

Memulai karier sebagai tenaga ahli muda di Kantor Staf Kepresidenan (KSP) pada Agustus 2015 hingga Februari 2017, Risa Santoso beralih masuk ke dunia akademis sebagai Kepala Lembaga Penjamin Mutu Internal ITB-Asia Malang.

Dua tahun kemudian, tepatnya pada 2 November 2019 ia terpilih sebagai Rektor ITB – Asia Malang di usia masih 27 tahun. Risa mengakui ada perbedaan yang cukup mencolok bekerja di dua institusi berbeda itu.

"Sangat beda, di KSP tentu lebih birokratis. Sifatnya memberi masukan strategi ke depan. Kampus memang ada birokrasinya, tapi bisa lebih leluasa," katanya kepada Liputan6.com, Kamis (7/11/2019).

Mengingat KSP bagian dari pemerintahan, maka apa yang dikerjakan pun otomatis membawa nama pemerintah. Risa mengaku harus berhati-hati dalam berpikir, bertindak, dan bertutur. Sedangkan di kampus lebih bisa mengeksplorasi diri, baik dalam menggagas maupun menjalankan ide.

"Soal ritme kerja juga pasti beda. Tapi bisa semua dikerjakan secara profesional pasti sama-sama berdampak," tuturnya.

Risa Santoso sendiri memutuskan keluar dari KSP begitu ada tawaran dari ITB – Asia Malang. Pertimbangannya, karena tawaran menarik dari perguruan tinggi sekaligus bisa langsung terjun ke lapangan.

"Di kampus juga diberi wewenang lebih sebagai ketua lembaga penjamin mutu. Ayah saya konsultan di kampus ini juga," ucap wanita yang menyebut The Art of Thingking Clearly karya Rolf Dobelli sebagai salah satu buku favoritnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Masih Banyak Peluang

Saat masih di KSP, Risa sebenarnya juga mengajar di kampus tiap akhir pekan. Ia mulai mengajar penuh begitu keluar dari lembaga pemerintahan tersebut. Meski berusia muda, tidak ada kendala relasi antara dirinya dengan mahasiswa dan civitas akademika.

"Tipe komunikasi saya dengan mahasiswa dan dosen lebih informal, usia bukan jadi masalah," ucapnya.

Ia belum tahu apakah ke depan akan ada kesempatan untuk melanjutkan lagi jenjang pendidikannya ke strata 3 atau menempuh gelar doktor. Risa tak memungkiri masih banyak peluang yang bisa ditemui di depan.

"Belum dipikirkan. Sekarang fokus bisa berbuat terbaik selama di sini," katanya.

Risa mengimbau kepada generasi milenial untuk tetap bekerja sebaik mungkin. Cepat merespons segala perubahan, tidak takut berkreasi, mencoba ide baru dan tantangan lainnya. Serta berani mengambil peluang saat ada.

Selama dipercaya sebagai Rektor ITB – Asia Malang, ia ingin memaksimalkan jaringannya di luar negeri maupun di Jakarta. Serta mencoba bekerjasama dengan industri di luar negeri demi kepentingan peningkatan kualitas mahasiswa.

"Ini jadi pekerjaan rumah saya bagaimana memaksimalkan jaringan. Agar mahasiswa tidak hanya pintar di kelas. Tapi juga kreatif, cerdas merespon segala hal dan inovatif," paparnya.

Salah satu visinya, menggagas progam dual degree dengan perguruan tinggi di luar negeri. Agar ada transfer pengetahuan tidak hanya untuk mahasiswa, tapi juga buat dosen. Sehingga berdampak positif pada perkembangan pendidikan di kampusnya.

"Sudah ada penjajakan, tapi saya belum bisa mempublikasikan. Nanti kalau sudah pasti akan saya sampaikan," tuturnya.

Khusus untuk kebijakan berupa tugas akhir mahasiswa ia ingin perubahan. Mengubah skripsi dengan project lapangan sebagai tugas akhir. Namun mahasiswa diizinkan memilih tetap skripsi atau memilih membuat project. Gagasan ini sudah didiskusikan tinggal diterapkan.

"Daripada buat riset yang tidak dibutuhkan, mahasiswa bisa membuat inovasi sesuai pendidikannya, boleh juga tetap mengerjakan skripsi. Ini akan dilaksanakan secepatnya," ujarnya.

3 dari 3 halaman

Terus Eksplorasi

Risa Santoso menempuh jenjang sarjana di University of California, Berkeley di bidang Ekonomi dari 2012-2014. Ia kemudian melanjutkan pendidikannya di Harvard University Graduate School of Education pada 2014-2015.

Saat menempuh pendidikan di Harvard itulah ia berjumpa dengan Luhut Panjaitan yang saat itu masih menjabat Kepala KSP. Luhut diundang ke Harvard sebagai pembicara kunci. Selepas jadi pembicara, Luhut menggelar makan malam bersama mahasiswa asal Indonesia.

"Pak Luhut mengimbau kami semua pulang ke Indonesia membantu bangsa. Maksudnya, jangan sampai mereka tak mau balik karena merasa lebih nyaman dan sejahtera di sana," kata Risa.

Begitu lulus mengambil master pendidikan, Risa mendapat informasi ada peluang di KSP. Ia pun mengirim aplikasi dan dipanggil ke istana. Ia diterima dan masuk ke Deputi III dengan fokus ke isu-isu strategi ekonomi.

"Jadi awal yang dicari ada latar belakang pendidikan ekonomi, saya punya itu," ucapnya.

Selain berbagai pengalaman itu, ia juga punya rekam jejak yang cukup baik. Risa salah seorang inisiator Asia Hackkathon, serta penggagas Asia Entrepreneurship Training Program (AETP). Dirinya ingin mendorong mahasiswa membuat terobosan baru.

"Mahasiswa harus mengeksplorasi diri untuk bersiap di dunia nyata," katanya.

 

Simak juga video pilihan berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.