Sukses

Marak Pencabulan dengan Modus Cekokan Miras di Cilacap

Mirisnya, tren pencabulan anak dengan modus mencekoki korban dengan miras meningkat. Dan itu, kebanyakan dilakukan di kalangan remaja.

Liputan6.com, Cilacap - Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah menunjukkan tren menurun hingga Oktober 2019. Akan tetapi, kekerasan seksual berupa persetubuhan dan pencabulan anak justru meningkat.

Hingga awal November ini, kasus persetubuhan di bawah umur mencapai 23 kasus dengan jumlah korban 24 anak. Kemudian, pencabulan anak dengan jumlah kasus 18 dan korban mencapai 26 anak.

Mirisnya, tren pencabulan anak dengan modus mencekoki korban dengan miras meningkat. Dan itu, kebanyakan dilakukan oleh remaja.

"Anak-anak yang remaja itu, pada awalnya dicekoki miras, itu banyak, kalau tidak salah ada 15 atau 17 kasus," kata Nurjanah Indriyani, Sekretaris P2TP2A Citra, Selasa, 5 November 2019.

Meningkatnya kasus pencabulan dengan pencekokan miras membuat PR Citra semakin bertambah. Musababnya, korban dan pelaku pencabulan terkadang masih di bawah umur.

Dia mengemukakan, untuk menekan angka kekerasan seksual terhadap anak, P2TP2A Citra bekerja sama dengan pemerintah desa, kelompok masyarakat hingga lembaga pendidikan intensif menyosialisasikan pencegahan kekerasan terhadap anak, termasuk pencabulan anak.

Itu termasuk edukasi agar korban atau keluarga korban atau orang yang mengetahui untuk berani melaporkan kasus tersebut. Pasalnya, salah satu ganjalan untuk menemukan kasus pencabulan anak adalah tidak adanya pelaporan.

Dia berjanji, P2TP2 Citra akan mendampingi korban pencabulan anak, mulai dari laporan hingga proses hukum berikutnya. P2TP2A juga memiliki Rumah Aman yang siap ditinggali oleh korban, jika diperlukan.

Saksikan video pilihan berikut ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Pencabulan Anak Kebanyakan Dilakukan oleh Orang Terdekat

"Konseling terhadap korban juga akan dilakukan," dia mengungkapkan.

Bagi Nurjanah, meningkatnya angka pencabulan anak bak buah simalakama. Di satu sisi, ia prihatin dengan angka pencabulan yang meningkat.

Akan tetapi, di sisi lain, dia berharap agar jumlah kasus yang terekam itu adalah pertanda meningkatnya kesadaran dan keberanian masyarakat untuk membuka kasus pencabulan. Sebagian masyarakat hingga kini memang masih menganggap pencabulan sebagai aib.

Karenanya, diharapkan, sebagian masyarakat yang masih menganggap tabu bisa membuka masalah tersebut ke khalayak. Terlebih, jika yang melakukan merupakan orang-orang terdekat, seperti keluarga atau tetangganya.

"Kasusnya ada-ada saja," ujarnya.

Secara keseluruhan, hingga Oktober 2019 terjadi 72 kasus kekerasan dengan jumlah korban mencapai 89 orang. Dari 89 korban, 71 perempuan, 18 laki-laki.

Dari 24 kecamatan, Kecamatan Cilacap Selatan adalah wilayah tertinggi terjadinya kasus kekerasan. Jumlah kasus mencapai 14 kali dengan korban berjumlah 19 orang. Namun, ia enggan berspekulasi mengenai penyebab tingginya kekerasan terhadap anak di wilayah ini.

"Harus dilihat dulu kasusnya seperti apa," dia menerangkan.

Hanya saja, ia memperingatkan agar masyarakat selalu waspada. Sebab, dari seluruh kasus pencabulan atau persetubuhan di Cilacap, nyaris semuanya dilakukan oleh orang-orang terdekat. Orang terdekat, merujuk kepada kedekatan keluarga atau lingkungannya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.