Sukses

Jurus Akhiri Polemik RUU KPK ala Mahfud Md

Mahfud Md menilai perbaikan prosedur ini yang harus dijalani supaya polemik tidak berkepanjangan.

Liputan6.com, Yogyakarta - Pakar hukum dan tata negara Mahfud Md akhirnya angkat suara soal polemik RUU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ia menilai pimpinan KPK yang menyerahkan mandat ke presiden tidak pas. Sebab, secara hukum komisioner KPK bukanlah mandataris presiden.

"KPK bukan bawahan pemerintahan, meskipun ia berada di lingkaran eksekutif. Secara yuridis mengembalikan mandat bukan berarti KPK kosong," ujarnya di Yogyakarta, Minggu (15/9/2019).

Menurut Mahfud Md, polemik ini bisa diakhiri dengan duduk bersama dan berdiskusi. Secara bijak, Presiden perlu memanggil mereka untuk bertukar pendapat. Terlebih, semua orang sebenarnya ingin KPK menjadi lebih kuat. Diskusi dapat mempertemukan konsep yang diinginkan oleh Presiden dengan masyarakat sipil.

Ia mengungkapkan prosedur pembahasan RUU harus melewati dengar pendapat. Hal ini tercantum dalam Pasal 5 dan 96 UU Nomor 12 Tahun 2012 yang mengatakan setiap RUU harus dibahas dengan asas keterbukaan.

"Bagaimana menjalankan asas keterbukaan ya dengan public hearing mendengarkan pendapat masyarakat, kunjungan studi ke universitas. Jadi bukan tiba-tiba. Ini negara demokrasi. Menurut UU semua didengarkan," ucapnya.

Mahfud menilai perbaikan prosedur ini yang harus dijalani supaya polemik tidak berkepanjangan. Negara sebagai pengambil keputusan. Apabila terjadi perbedaan pendapat, rakyat harus tunduk dengan pembuat keputusan.

"Tetapi pembuat keputusan juga harus terbuka," tuturnya.

Terkait isi materi RUU KPK, Mahfud Md berpendapat sebagian besar sudah bagus. Ia menganggap wajar jika materi diperdebatkan, tetapi yang diutamakan adalah diskusi.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Jangan Bersikap Fatalis

Mahfud juga tidak setuju jika ada masyarakat yang bersikap fatalis. Saat tidak sepakat dengan sebuah keputusan, maka memilih untuk mengabaikannya sama sekali.

Ia bercerita sempat mendapat pesan WhatsApp yang mengajaknya untuk bergabung dengan gerakan bubarkan KPK. Tidak hanya itu, pesan itu juga mengajaknya untuk mendorong UU yang melegalkan korupsi.

"Di pesan itu dia bilang korupsi boleh 20 persen dari nilai proyek, tetapi 65 persen untuk pajak, sebab itu yang terjadi sekarang. Ini contoh sikap fatalis," kata Mahfud.

Ia mengungkapkan ada sebuah dalil di Islam yang berbunyi jika tidak bisa diambil seluruhnya, jangan buang semuanya. Sebaliknya, ambil yang ada manfaatnya.

"Ini yang seharusnya dilakukan untuk menyikapi polemik KPK," ujarnya.

 

3 dari 3 halaman

Jangan Underestimate

Mahfud Md juga mengajak masyarakat untuk tidak underestimate terhadap calon pimpinan KPK. Ia mengingatkan, komisioner KPK yang saat ini pun sempat dipandang sebelah mata saat ditunjuk menjalankan tugasnya.

"Tetapi ternyata kerjanya bagus, setidaknya tidak mengecewakan," tuturnya.

Menurut Mahfud, yang menentukan kinerja bagus atau tidak adalah lingkungan. Terlebih yang berwenang sudah memilih mereka.

Mahfud mengaku secara personal tidak kenal secara dekat dengan para capim KPK. Namun, ia memiliki kesan positif ketika pertama kali tidak sengaja berjumpa dengan Firli Bahuri.

"Ketemu sekadar say hello. Cara bergaulnya baik, sopan. Saya tidak terlalu mengikuti dia di kasus yang lain," ucap Mahfud.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.