Sukses

Keberanian Pilot TNI AU Bikin Hujan Buatan di Tengah Kepungan Asap Hutan Riau

Jarak pandang hanya 500 meter akibat kabut asap kebakaran lahan dan hutan di Riau. Kondisi ini tentu sangat sulit untuk menerbangkan tiga pesawat yang bertugas memodifikasi cuaca sehingga hujan segera turun.

Liputan6.com, Pekanbaru - Tiga pesawat milik TNI Angkatan Udara dioperasikan untuk menciptakan hujan buatan mengatasi kabut asap serta kebakaran lahan dan hutan (Karhutla) Riau. Satu di antaranya merupakan Pesawat Hercules dari Lanud Halim Perdanakusuma.

Sebelumnya, hanya satu pesawat dioperasikan menyemai garam ke awan agar hujan lekas turun untuk mengatasi kebakaran lahan. Satu kali terbang, pesawat bisa membawa 800 kilogram garam yang bisa mempercepat hujan turun.

Menurut staf ahli Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Marsekal Muda (Purnawirawan) Bonar Hutagaol, penambahan pesawat diharap memperbanyak hujan turun di Riau.

"Dengan demikian, pemadaman kebakaran lahan akan efektif," sebut Bonar di Lanud Roesmin Nurjadin Pekanbaru, Sabtu siang, 14 September 2019.

Untuk kedatangan Hercules, Bonar menyebut masih menunggu pemasangan alat penyemaian garam. Begitu selesai, Hercules langsung terbang ke Pekanbaru membantu penerapan teknologi modifikasi cuaca itu.

"Segera dioperasikan, mumpung ada potensi awan hujan selama tiga hari ini berdasarkan perkiraan dari BMKG," kata Bonar.

Menurut Bonar, kabut asap dan turunnya jarak pandang tidak menjadi kendala bagi pesawat TNI AU menyemai garam. Pesawat sudah dilengkapi sistem untuk tetap take off dan landing di tengah kabut asap.

Untuk jarak 500 meter akibat kabut asap, Bonar menyebut pesawat penyemaian garam masih bisa terbang. Hanya saja butuh keberanian dari pilot dan kajian agar tidak menimbulkan bahaya.

"Kalau 300 meter jarak pandangnya karena kabut asap sudah tidak bisa terbang," kata Bonar.

Bonar menjelaskan, hasil penyemaian garam dalam beberapa hari terakhir sudah menunjukkan hasil. Jumat malam hingga dini hari Sabtu, hujan turun membasahi kebakaran lahan di Kabupaten Indragiri Hilir, Bengkalis, dan Siak.

"Makanya digesa penyemaian garam ini karena tiga hari diperkirakan ada awan berpotensi hujan di Riau," ungkap Bonar.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Teknologi Flare

Sementara itu, Kepala Dinas Operasi Lanud Roesmin Nurjadin Kolonel Pnb Jajang menyebut awan sangat susah ditemukan saat musim kemarau. Cuaca panas membuat awan cepat terpecah dan hilang.

"Makanya begitu ada awan, kita harus siap, harus segera terbang menyemai garam," sebut Jajang.

Di samping itu, Satgas Karhutla Riau juga berencana menerapkan teknologi canggih untuk membuat hujan buatan pengusir kabut asap. Teknologi ini disebut lebih efektif dari penyemaian garam yang dilakukan selama ini terhadap awan berpotensi hujan.

Menurut Jajang, teknologi ini dikenal dengan flare. Satu flare bisa menabur sekitar 4 ton garam di awan dan membutuhkan pesawat khusus.

"Kalau satu kali terbang bisa mengangkut 4 flare, berarti sudah 16 ton. Beda dengan penyemaian selama ini dengan membawa 800 garam," sebut Jajang.

Hanya saja, teknologi flare ini belum bisa diterapkan dalam waktu dekat. Sebab, pengangkutan flare membutuhkan pesawat khusus, bukan seperti penyemaian garam selama ini.

"Pesawatnya ada, tapi lagi maintenance. Mudah-mudahan bisa dibawa ke Pekanbaru secepatnya dan digunakan," kata Jajang.

Jajang berharap pesawat khusus mengangkut flare cepat diperbaiki. Pasalnya, kondisi udara di sejumlah wilayah terus memburuk dan jarak pandang terbatas karena kabut asap.

"Jadi untuk sementara, pakai penyemaian garam yang biasa saja dulu. Mudah-mudahan hujan segera turun," sebut Jajang.

 

Simak video pilihan berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.