Sukses

Kipas-Kipas Bara Api di Urut Sewu

Bentrok TNI dengan warga kembali pecah di Desa Brecong, Kecamatan Buluspesantren, Kebumen. Akibatnya 16 warga sipil yang kebanyakan petani terluka.

Liputan6.com, Kebumen - Bentrok TNI dengan warga kembali pecah di Desa Brecong, Kecamatan Buluspesantren, Kebumen, Rabu, 11 September 2019. Akibatnya 16 warga sipil yang kebanyakan petani terluka.

Insiden ini bermula ketika warga menolak klaim atas tanah dengan mendatangi lokasi pemagaran. Aparat TNI yang berada di situ langsung mengusir warga. Akhirnya, bentrok TNI dengan warga pun tak bisa dihindari.

Petani hanya meminta TNI tidak mengklaim secara sepihak tanah warga dengan pemagaran. Mereka mempersilahkan TNI menempuh jalur hukum jika memang memiliki bukti kepemilikan tanah.

Ketua Forum Paguyuban Petani Kebumen Selatan (FKPPS), Seniman mengatakan, TNI hanya bisa membuktikan klaim kepemilikannya itu di pengadilan. Sebab, petani di kawasan Urut Sewu juga memiliki sertifikat dan bukti kepemilikan tanah lain yang diterbitkan sejak 1963 hingga 2018.

"Itu sudah dilegalkan oleh negara dengan pemberian sertifikat sejak tahun 1963 sampai tahun 1979. Bahkan, pada 1972 hingga 1979 juga ada. Yang kemudian lagi, dilegalkan di 2018," ucapnya, Kamis (12/9/2019).

Sertifikat itu adalah bukti bahwa negara juga mengakui hak milik masyarakat. Sebab itu, penyelesaian konflik tanah ini harus melalui pengadilan dan tidak bisa dengan jalan pemaksaan kehendak oleh TNI.

"Kalau bicara sertifikat, ya otomatis sertifikat sejak tahun 1963 sampai 2018. Itu berarti negara mengakui hak milik," katanya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 6 halaman

Mediasi

Seniman mengatakan, aksi kekerasan yang dilakukan TNI saat mengamankan pemagaran di Desa Brecong, Buluspesantren, Kebumen menunjukkan bahwa TNI merampas tanah rakyat dengan jalan kekerasan.

Di negara hukum, unjuk kekuatan kepada rakyat yang jelas memiliki bukti kepemilikan yang sah, jelas tidak bisa dibenarkan. Klaim kepemilikan hanya bisa dilakukan melalui pengadilan.

"Kalau TNI (merasa) memiliki tanah, buktikan. Mau diproses di mediasi atau pengadilan silakan," kata Seniman menegaskan.

Dia pun meminta, jika proses mediasi atau pengadilan itu sudah ada putusan final. TNI yang juga merupakan alat negara harus mematuhi putusan tersebut. Sebaliknya, petani juga akan patuh pada keputusan hukum yang mengikat kedua belah pihak.

Saat ini masyarakat masih bertahan di Posko Urut Sewu Bersatu (USB) di Pendopo Kecamatan Buluspesantren. Posko itu digunakan untuk mengkoordinasi petani 15 desa di tiga kecamatan kawasan Urut Sewu yang tanahnya diklaim secara sepihak oleh TNI.

 

 

3 dari 6 halaman

Pasal Pengeroyokan

Koordinator Tim Advokasi Petani Urut Sewu, Teguh Purnomo mengatakan, pihaknya tengah mengkaji untuk melaporkan dan membawa kasus kekerasan oTNI yang mengakibatkan 16 orang petani terluka itu ke pengadilan.

Dirinya menambahkan, kekerasan yang dilakukan bersama-sama bisa dikenai pasal 170 tentang pengeroyokan. Tim advokasi masih mendalami kasus ini dan akan melaporkan peristiwa itu ke kepolisian.

"Terkait dengan pengeroyokan yang menyebabkan luka-luka 16 warga itu tentu saja juga akan kita hitung untung ruginya dalam artian untuk mengambil proses hukum. Karena kalau dalam pidana itu kan bisa masuk pasal 170 itu, pengeroyokan secara bersama-sama dan pelaku bisa ditahan," ungkap Teguh.

Saat ini petani yang tergabung dalam Urut Sewu Bersatu (USB) masih berkoordinasi untuk menempuh jalur hukum agar kekerasan terhadap warga sipil tak kembali terulang.

"Kalau misalnya dilakukan penyelidikan-penyelidikan lebih lanjut kalau memungkinkan ya barang bukti yang mereka pakai, misalnya senapan atau pentungan yang mereka pakai juga harus disita," katanya.

Menurut dia, konflik di kawasan Urut Sewu sudah berlangsung puluhan tahun. Namun, hingga kini sengketa lahan itu tidak pernah selesai.

Dia menyatakan bahwa petani di kawasan Urut Sewu memiliki sertifikat, SPPT, Leter C atau surat keterangan lainnya, sebagai bukti kepemilikan tanah. Namun, tanah warga diklaim secara sepihak oleh TNI.

Konflik tanah di Kawasan Urut Sewu dipicu oleh klaim tanah secara sepihak oleh TNI di kawasan Urut Sewu, sepanjang 22,5 kilometer dengan lebar antara 500-1.000 meter dari garis pantai. Konflik terjadi di 15 desa di tiga kecamatan.

 

 

4 dari 6 halaman

Keterangan Kodam IV Diponegoro

Kapendam IV/Diponegoro Letkol Kav Susanto mengatakan bentrok TNI dengan warga bermula dari adanya pengerjaan proyek pemagaran tahap III areal Lapbak Dislitbangad yang berlokasi di Desa Brecong, Buluspesantren, Kebumen.

Saat itu anggota TNI gabungan dari Kodim 0709/Kebumen dan Yonif 403/WP yang sedang mengamankan pekerjaan pemagaran aset TNI AD. Pada saat yang sama datang masyarakat yang mengaku memiliki tanah tersebut. Namun, mereka tidak mempunyai surat kepemilikan yang sah.

Menurut dia, aparat terpaksa bertindak represif terhadap demonstran yang terdiri dari ratusan warga yang menolak pemagaran Lapangan Tembak Dislitbangad.

Pengusiran warga yang dilakukan oleh aparat dengan tindakan keras di lapangan karena masyarakat tidak mau meninggalkan area tersebut dengan cara baik-baik (persuasif).

Menurut dia, saat itu, masyarakat sudah tidak bisa dikendalikan dan cenderung berbuat anarkistis. Maka terjadilah tindakan represif agar warga dapat meninggalkan lokasi.

"Apa yang dilakukan TNI semata-mata melaksanakan perintah yang tertuang dalam PP No 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara. Jadi apa yang dilakukan TNI adalah kontitusional," ucapnya, menurut keterangan resmi yang diterima Liputan6.com, Rabu (11/9/2019).

Meski begitu, Susanto menegaskan, tindakan yang dilakukan Kodam IV/Diponegoro tetap mengedepankan tindakan persuasif dengan memaksimalkan mediasi. TNI juga mengajak masyarakat untuk duduk bersama menyelesaikan masalah tersebut.

 

5 dari 6 halaman

TNI Klaim Punya Bukti Kepemilikan

Susanto juga mengklaim, pemagaran yang dilakukan Kodam IV Diponegoro adalah untuk mengamankan aset negara. Selain itu, pemagaran juga untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, karena area tersebut merupakan daerah latihan atau tepatnya lapangan tembak.

Menurut dia, masyarakat tetap diperbolehkan untuk menggarap lahan tersebut dengan catatan tidak boleh mengklaim bahwa tanah tersebut merupakan tanah miliknya sampai dengan ada keputusan lebih lanjut.

"Perlu diketahui, berdasarkan Surat DJKN Kanwil Prov. Jateng Nomor S-825/KN/2011 tanggal 29 April 2011 tentang Penjelasan bahwa tanah kawasan latihan TNI seluas 1.150 HA diperoleh dari peninggalan KNIL tahun 1949. Saat ini tanah tersebut sudah masuk daftar Barang Milik Negara dengan Nomor Registrasi 30709034, jadi bukan milik warga," katanya menjelaskan.

Saat ini, pekerjaan pemagaran untuk sementara dihentikan. Tetapi TNI juga meminta masyarakat untuk menghentikan aktivitasnya di sekitar area Lapbak.

Susanto juga mempersilakan apabila masyarakat merasa memiliki kepemilikan lahan secara sah untuk menuntut jalur hukum di pengadilan.

 

6 dari 6 halaman

Jalan Tengah Penyelesaian

Berupaya menengahi konflik yang memanas, Bupati Kebumen, Yazid Mahfudz meminta agar TNI menghentikan pemagaran di kawasan Urut Sewu. Langkah itu dilakukan untuk menjaga keamanan usai terjadinya bentrok TNI dengan warga.

Yazid mengaku langsung melaporkan peristiwa ini kepada Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, usai bertemu dengan ratusan warga dari sejumlah desa di Kecamatan Buluspesantren Rabu siang. Warga mengadu karena diusir dengan cara kekerasan.

"Mereka dipukuli oleh TNI lah, masyarakat memukul TNI lah, sehingga terjadi lah gesekan-gesekan kecil sehingga mengadu ke kami sebagai bupati. Dan saya terima di pendopo," Yazid mengungkapkan.

Usai memperoleh laporan, Gubernur Jawa Tengah dan Pangdam IV Diponegoro langsung berkoordinasi untuk menghentikan pemagaran ini. Dia pun mengklaim, Pangdam sudah setuju untuk menghentikan pemagaran dan menarik semua alat berat yang ada di lapangan ke Pusat Litbang TNI di Urut Sewu.

"Saya menyampaikan bahwa, kepada pihak terkait, dalam hal ini Pangdam, untuk menghentikan pemagaran tersebut, dengan alasan keamanan, Mas. Saya langsung dengan Pak Gubernur, karena atasan saya kan gubernur," ucapnya.

Menurut Yazid, pangdam juga meminta agar warga menghentikan aktivitas di sekitar kawasan yang dipagar. Dengan demikian, kondisi semakin kondusif dan akan dicari penyelesaian terbaik.

"Pangdam sudah setuju untuk menghentikan pemagaran. Tapi warga juga harus menghentikan kegiatannya, sampai ada penyelesaian terbaik," katanya.

Soal sengketa lahan yang berlarut-larut antara TNI dengan warga ini, Yazid bilang Pemda Kebumen tengah berupaya mencari penyelesaian terbaik. Dia pun mengakui, sengketa lahan antara warga dengan TNI telah lama terjadi.

Di satu sisi, warga mengakui bahwa tanah tersebut adalah tanah milik. Tetapi, di sisi lain, TNI pun mengklaim bahwa kawasan tersebut merupakan tanah milik TNI. Konflik mulai terjadi sejak 2001 atau 18 tahun lalu.

"Memang sudah lama. Ini mungkin akan kami minta untuk diselesaikan oleh presiden," katanya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.