Sukses

Pesan Damai dari Mahasiwa Asal Papua di Bumi Lancang Kuning

Mahasiswa asal Papua di Riau dengan berbagai perwakilan akademisi memberi pesan agar Papua kembali damai. Pemerintah diharap menyelesaikan persoalan Papua agar tak berlarut.

Liputan6.com, Pekanbaru - Papua menjadi perhatian beragam lapisan masyarakat setelah Indonesia bagian timur itu memanas sejak akhir Agustus lalu. Situasi kemanan di Papua membuat Mabes TNI dan Polri mengerahkan 6 ribu personel ke sana.

Di samping itu, suara persatuan menggema dari berbagai daerah di Indonesia agar kembali Papua damai. Masyarakat ingin persoalan Kerusuhan Papua tak berlarut karena ditakutkan banyak korban jiwa berjatuhan.

Dari Riau, tokoh masyarakat ataupun akademisi tak bosan menyuarakan pesan damai untuk Papua. Termasuk masyarakat Indonesia Timur ataupun warga Papua yang menuntut ilmu di Bumi Lancang Kuning.

Salah satunya disampaikan Nelson Takurana, seorang mahasiswa di Universitas Islam Riau. Kepada wartawan, dia ingin saudara-saudaranya di Bumi Cendrawasih menahan diri.

Menurut Nelson, kerusuhan di Papua dalam beberapa hari terakhir tak lepas dari peran pihak-pihak yang sengaja mengembus isu yang belum bisa dipastikan kebenarannya. Nelson ingin masyarakat Papua mengecek informasi berkembang tentang daerahnya.

"Kerusuhan yang terjadi tak lepas dari adanya oknum tertentu yang tengah berupaya memecah belah bangsa," kata Nelson, Rabu petang, 4 September 2019.

Nelson mengingatkan saudaranya, baik itu di daerah lain ataupun yang berada di Papua, bahwa Indonesia adalah Papua dan begitu pula sebaliknya. Papua dan Indonesia adalah satu dan tidak bisa dipisahkan.

"Jangan mau terpecah karena isu yang belum tentu benar, kita semua bersaudara," terang Nelson.

Sementara itu, akademisi dari Universitas Islam Riau, Dr Syahrul Akmal Latief menilai situasi panas di Papua dan terkadang berujung kerusuhan, tak lepas dari banyaknya berita hoaks yang beredar.

Menurutnya, masyarakat mudah termakan berita hoaks sehingga bertindak atau bereaksi setelah dipengaruhi kabar tidak benar. Dia pun menyebut beredarnya berita hoaks tentang Papua sudah pada tahap mengkhawatirkan.

"Berdasarkan data dari Kominfo, terdapat 550.000 link berita hoaks yang kini beredar luas. Bahkan, ada 20 negara yang ikut serta menyebarkan berita hoaks tersebut," jelas Kriminolog kondang Riau ini.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Optimalisasi Diplomat

Salah satu cara menangkal isu hoaks ini, sebut Syahrul, dengan memaksimalkan kinerja para diplomat atau perwakilan Indonesia di negara asing. Keduanya dinilai dapat berperan merespon isi negatif di luar yang kini bergulir liar.

"Diplomat dan duta besar harus dapat melakukan upaya counter isu Papua di luar negeri," kata Syahrul

Sejauh ini, Syahrul melihat peran para diplomat dan duta besar belum maksimal merespon isu yang bergulir liar tersebut. Untuk itu, dia meminta pemerintah agar menguatkan peran para perwakilan Indonesia itu.

"Tapi dengan catatan, diplomat dan duta negara agar berkoordinasi dulu ke dalam. Dengan Kapolri atau Panglima TNI sehingga informasi yang disebar nantinya selaras," ujarnya.

Senada dengan Syahrul, Data Wardana selaku pengajar Fakultas Ilmu Sosial dan Politik salah satu perguruan tinggi di Pekanbaru mengatakan, Papua merupakan bagian tak terpisahkan dari Indonesia.

"Maka yang dialami di Papua, kita di Riau juga ikut merasakan hal yang sama," ujarnya.

Dia juga meminta kepada pemuda dan aktivis untuk bersama menahan diri dan tidak turus serta menyebarkan berita bohong. Menurutnya, yang dibutuhkan Indonesia saat ini adalah semangat persatuan dan kesatuan yang harus dijaga bersama.

Sebelumnya, akademisi bernama Tengku Fahrul Gafar menyampaikan, jika nanti Papua damai kembali, pemerintah diharap tidak melupakan masalah lain. Pasalnya selama ini, masyarakat Papua selalu mengalami diskriminasi serta tindakan rasis.

Berikutnya, tambah Gafar, bagaimana Papua ini tidak merasa dianaktirikan dari daerah lainnya di Indonesia. Tidak hanya pembangunan fisik seperti infrastruktur, tapi juga soal pemerataan pembangunan ekonomi dan budaya.

"Ada juga persoalan hak asasi manusia dan rasisme, ini semua pihak harus duduk bersama memikirkan masyarakat Papua ke depannya, dialog secara mendalam," kata Gafar.

 

Simak video pilihan berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.