Sukses

Jejak Erupsi Besar Gunung Slamet dan Mitosnya Membelah Pulau Jawa

Dilihat dari jejak geologinya, Gunung Slamet pernah meletus lebih besar. Ini bisa dilihat dari batu-batu vulkanik yang kini masih tampak dalam radius delapan kilometer atau lebih dari puncak.

Liputan6.com, Purwokerto - Mitos dan legenda selalu menaungi keberadaan gunung. Dongeng mistik hingga riwayat yang bercampur fiksi adalah kekhasan sebuah gunung api, termasuk Gunung Slamet, Jawa Tengah.

Nama Slamet, konon berasal dari bahasa Arab, salam, yang berarti selamat. Gunung Slamet adalah berkah bagi makhluk yang tinggal di sekelilingnya.

Gunung Slamet, sepanjang peradaban manusia yang tercatat, tak pernah sekalipun memuntahkan amarah. Slamet, sebagimana namanya, adalah doa sekaligus harapan masyarakat agar gunung ini selalu bersahabat.

Dengan tinggi 3.428 mdpl Gunung Slamet adalah gunung api tertinggi kedua setelah Gunung Semeru. Dan ia, adalah gunung terbesar di Pulau Jawa.

Kakinya menjangkau lima kabupaten sekaligus, meliputi Banyumas, Brebes, Tegal, Pemalang, dan Kabupaten Purbalingga. Posisi gunung ini nyaris tepat di tengah pulau Jawa.

Ukuran gunung yang besar dan posisinya yang berada di tengah melahirkan mitos bahwa jika Gunung Slamet meletus, maka Pulau Jawa terbagi dua. Mitos ini terus hidup, meski kini jadi sekadar dongeng pengantar tidur.

Terlebih, sejak Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMB) mendirikan Pos Pengamatan Gunung Api Slamet, Gambuhan, Pemalang, gunung ini tak pernah meletus besar. Tercatat, Gunung Slamet meletus tiga kali, yakni tahun 1988, 2009, dan 2014.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Lontaran Material Erupsi Besar Gunung Slamet pada Masa Lalu

Serupa dengan ancaman Gunung Slamet yang berpotensi erupsi saat ini, potensi ancaman bahaya Gunung Slamet adalah erupsi magmatik yang menghasilkan lontaran material pijar yang melanda daerah di sekitar puncak. Ada pula potensi erupsi freatik dan hujan abu di sekitar kawah.

Pengamat Pos Pengamatan Gunung Api Slamet PVMBG, Nurkholis mengatakan, dalam erupsi sebelumnya lontaran material pijar terjadi pada kawasan puncak dengan radius sekitar dua kilometer. Material yang dimuntahkan perut Gunung Slamet itu tak sampai mengenai kawasan hutan.

Sebab itu, tak ada kerugian yang dilaporkan, terkecuali lantaran ada hujan abu tipis di beberapa wilayah sekitar Gunung Slamet. Seperti diketahui, Gunung Slamet dikelilingi oleh lima Kabupaten, meliputi Banyumas, Purbalingga, Pemalang, Tegal dan Kabupaten Brebes.

"Kebakaran hutan tidak terjadi. Karena materialnya tidak sampai ke kawasan vegetasi hutan," katanya, Jumat petang, 9 Agustus 2019.

Namun, ia tak berani berspekulasi bahwa Gunung Slamet yang kini berstatus Waspada atau Level II akan mengalami erupsi yang sama dengan tiga letusan terakhir. Sebab, dilihat dari jejak geologinya, Gunung Slamet pernah meletus lebih besar.

Ini bisa dilihat dari batu-batu vulkanik yang kini masih tampak dalam radius delapan kilometer atau lebih dari Puncak Gunung Slamet. Kini, lokasi di mana batuan itu jatuh telah berkembang menjadi permukiman penduduk.

"Di sini yang dekat dengan pos, ada Gambuhan atau Desa Jurangmangu," dia menerangkan.

 

3 dari 3 halaman

Aktivitas Gunung Slamet 2 Bulan Terakhir

Hanya saja, kapan letusan besar Gunung Slamet pada masa lalu tak diketahui pasti. Perlu penelitian mendalam dari sisi geologi untuk mengungkap letusan Gunung Slamet yang pernah terjadi pada masa purba atau pada masa prasejarah.

Diketahui, Pusat Vulkanologi Dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Badan Geologi, Kementerian ESDM menaikkan status Gunung Slamet menjadi Level II (Waspada) dari sebelumnya Level I (Normal), Jumat (9/8/2019) pukul 09.00 WIB.

Kepala Kepala PVMBG, Kasbani mengatakan berdasarkan data pemantauan instrumental, terjadi peningkatan yang cukup signifikan dan perlu diantisipasi jika terjadi erupsi. Karenanya, tingkat aktivitas Gunung Slamet dinaikkan dari Level I (Normal) menjadi Level II (Waspada).

Sebelumnya, peningkatan aktivitas Gunung Slamet mulai terekam sejak Juni 2019 lalu. Selain penampakan visual, hasil pendataan instrumen pemantau aktivitas menunjukkan bahwa dalam sehari gempa embusan bisa terjadi 1.000 kali.

"Akhir Juni lalu kan terjadi peningkatan aktivitas Gunung Slamet, baik secara visual maupun dari data instrumen, seperti gempa embusan, itu meningkat sangat signifikan. Itu dalam satu hari bisa mencapai 1.000 kali," kata Kasbani.

Sebanyak 51.511 gempa embusan terekam antara Juni hingga 8 Agustus 2019. Pengamatan visual dan rekaman instrumental menunjukkan, secara perlahan, Gunung Slamet bangun dari tidur panjangnya.

Pada saat yang sama, seismograf Pos Pengamatan Gunung Api Slamet juga mencatat lima kali gempa tektonik lokal dan 17 kali gempa tektonik jauh. Gempa tremor terjadi secara beruntun dan terus menerus, hingga hari ini, 9 Agustus 2019.

"Selain gempa-gempa tersebut, akhir Juli 2019 juga mulai terekam adanya getaran tremor dengan amplitudo maksimum 0,5-2 mm," kata Pengamat Pos Pengamatan Gunng Api Slamet, Gambuhan, Pemalang, Sukedi.

Saksikan video pilihan berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.