Sukses

Harap-Harap Cemas Ribuan Pencari Suaka di Pekanbaru Merajut Masa Depan

Ratusan pencari suaka asal Afganistan, Iran, dan Palestina menggelar aksi damai di kantor perwakilan IOM dan UNHCR di Pekanbaru menuntut kepastian.

Liputan6.com, Pekanbaru - Sudah ribuan pencari suaka mendiami Pekanbaru dengan harapan bisa pergi ke negara ketiga atau penampungan seperti Australia, Kanada, dan Selandia Baru. Para imigran ini berharap ada kehidupan tanpa konflik di negara tujuannya.

Mereka punya ragam alasan meninggalkan negara asal, sebut saja Afganistan. Di antaranya, konflik suku, perang berkepanjangan ataupun paham politik yang tak sesuai dengan penguasa di sana sehingga mereka pergi dari tanah kelahiran sebagai pencari suaka.

Ratusan di antara imigran Afganistan ini sudah tinggal di Pekanbaru sejak tahun 2013. Mereka di bawah lindungan UNHCR dan International Organizations for Migration (IOM) sebagai pengelola dana ataupun nantinya memfasilitasi ke negara tujuan.

Hanya saja, sejak 2013, ratusan imigran ini tidak pernah mendapat kejelasan kapan akan diberangkatkan dari Indonesia. Mereka lalu berunjuk rasa secara damai di Gedung Graha Pena, Jalan HR Soebrantas, Pekanbaru, tempat IOM berkantor, Kamis siang, 8 Agustus 2019.

"Kami datang ke sini dengan damai, Indonesia sangat ramah. Tapi kami butuh kepastian untuk masa depan," sebut perwakilan ratusan imigran, Azzad, kepada Liputan6.com.

Dalam aksinya, para imigran ini juga membawa anak-anak mereka. Dari raut wajah anak-anak itu terpancar harapan ingin hidup dengan kepastian masa depan, bukan selamanya menjadi pengungsi.

Dengan bermodal karton bertuliskan aspirasi dan tuntuan, mereka menduduki halaman luar kantor Graha Pena tempat IOM berkantor. Sesekali mereka berteriak menyuarakan aspirasinya dengan kawalan personel kepolisian.

Beberapa spanduk yang dibawa para pencari suaka asal Afganistan, Sudan, Iran, Irak, dan Palestina itu bertuliskan, "Please pay attention to the forgotten refugees in Indonesia". Ada juga, "Please hear our poor voice" dan "We ask for justice and equity".

"Kami sudah terlalu lama di sini, kami seolah tidak memiliki masa depan, kami punya keluarga dan anak-anak, tapi mereka (IOM) tidak peduli dengan kami," lanjut pria asal Afganistan itu.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Merasa Dilupakan

Azzad mengaku datang ke Pekanbaru sejak 2013 silam. Dia datang di bawah perlindungan Komisioner Tinggi PBB untuk Pengungsi atau United Nations High Commissioner for Refugees yang dikenal dengan UNHCR.

Setelah enam tahun di Pekanbaru, Azzad tidak kunjung mendapat kepastian dari UNHCR, termasuk tujuan ke negara ketiga. Selama di Pekanbaru pula, Azzad mengatakan ada 1.000 lebih pencari suaka berada dalam ketidakpastian.

Selama berada di Pekanbaru pula, anak-anak pencari suaka itu tidak mendapat akses pendidikan. Hal serupa juga terjadi kepada orang dewasa karena tidak memperoleh pekerjaan. "Kami sangat-sangat dilupakan," ujarnya.

Azzad mengaku paham dengan kebijakan negara tujuan seperti Australia yang tidak lagi menerima pengungsi seperti mereka. Namun, mereka butuh kepastian ditempatkan di negara manapun asal mendapat kebebasan.

"Kami ingin diperlakukan sebagai manusia" tuturnya.

3 dari 3 halaman

Ada 14.000 Pencari Suaka di Indonesia

Azzad menyatakan, aksi mereka ini bukan berarti tidak berterima kasih ke Indonesia atau Kota Pekanbaru secara khusus. Apalagi selama berada di Pekanbaru, mereka diperlakukan dengan baik ketika bertemu masyarakat.

Tujuan aksi ini, tegas Azzad, menunjukkan kepada UNHCR, IOM, dan dunia bahwa ada 14.000 pencari suaka se-Indonesia, dan 1.000 lebih di antaranya ada di Pekanbaru.

"Dan itu terlupakan, tolong dengarkan suara kami. Lihatlah wajah-wajah kami, ada begitu banyak pengungsi di sini," imbuhnya.

Aksi ini bukan pertama kali karena perwakilan IOM dan UNCHR selalu menolak bertemu. Jikapun ada perwakilan, para imigran ini tidak mendapat jawaban memuaskan.

Sebelumnya, aksi serupa juga digelar para pencari suaka di sejumlah wilayah di Indonesia seperti Tanjung Pinang, Kepulauan Riau, dan Jakarta.

 

Simak video piilihan berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.