Sukses

Membingkai Perjuangan Pendiri Muhammadiyah dan NU Membawa Islam yang Toleran

Saat ini, proses pembuatan film masih berada pada tahap pemilihan pemeran dan rencananya syuting dimulai pada Agustus mendatang.

Liputan6.com, Yogyakarta Lembaga Seni, Budaya, dan Olahraga (LSBO) PP Muhammadiyah dan Ponpes Tebuireng berkolaborasi membuat film biografi sejarah berjudul Jejak Langkah 2 Ulama. Saat ini, proses pembuatan film masih berada pada tahap pemilihan pemeran dan rencananya syuting dimulai pada Agustus mendatang.

Film yang disutradarai oleh Sigit Ariansyah ini bercerita tentang kehidupan KH Ahmad Dahlan dan KH Hasyim Asy’ari. Dua ulama besar itu menjadi pendiri dua organisasi massa terbesar di Indonesia, Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU).

KH Ahmad Dahlan mendirikan organisasi Muhammadiyah pada1912, sedangkan KH Hasyim Asy’ari mendirikan Pondok Pesantren Tebuireng pada 1899 dan NU pada 1926. Ternyata, dua tokoh bangsa itu memiliki guru yang sama.

Ahmad Dahlan dan Hasyim Asy’ari pernah belajar kepada KH Saleh Darat di Semarang, mereka juga mengaji dengan KH Cholil Bangkalan dan sejumlah ulama di Makkah, seperti, Syeh Ahmad Khatib Al Minagkabauwy, Syeh Al Bantany, Kyai Dimyati asal Tremas, dan sebagainya.

Pada 1903, Ahmad Dahlan diberi tugas untuk berkonsultasi dengan ulama di Makkah. Ia berupaya mencari cara melindungi kaum pribumi dari pengaruh penjajah dengan cara damai tanpa kekerasan.

Syeh Rasyid Ridha memberi masukan kepada Ahmad Dahlan untuk berdakwah dengan damai, sejuk, toleran, dan menggembirakan. Kegiatan dakwah itu pun diimplementasikan lewat pendidikan, kesejahteraan sosial, dan kesehatan masyarakat.

Perjalanan Hasyim Asy’ari juga tidak jauh berbeda. Ia banyak mendapat masukan untuk menyebarkan agama lewat pendidikan pesantren yang damai, sejuk, toleran, dan semangat persatuan.

"Film tentang ulama sekaligus tokoh bangsa ini diharapkan bisa berkontribusi untuk kedamaian bangsa dan penguat NKRI," ujar Syukriyanto AR, Ketua LSBO PP Muhammadiyah, dalam jumpa pers di Kantor PP Muhammadiyah Yogyakarta, Rabu (24/7/2019).

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Berawal dari Kegelisahan

Syukriyanto mengungkapkan ide tentang film Jejak Langkah 2 Ulama berawal dari kegelisahan atas maraknya kekerasan di Indonesia yang sering dikaitkan dengan Islam. Tercetus dalam benaknya untuk membuat film tentang dua tokoh besar kiai di Indonesia. Kebetulan, Syukriyanto juga menyukai sejarah.

Sasaran utama dari film ini adalah orang-orang yang tinggal di pinggiran kota, sehingga sampai sekarang belum ada rencana untuk memutar film ini di bioskop. Konsep pemutaran film yang akan diterapkan adalah pop up cinema, serupa dengan layar tancap tetapi dengan audio dan visual yang memadai, serta datang langsung ke daerah-daerah.

Saat pembuatan konsep film, ia menganalogikan Ahmad Dahlan sebagai air yang mengalir ke segala arah, sedangkan Hasyim Asy’ari diibaratkan telaga, sumber mata air yang didatangi banyak orang dari berbagai tempat.

Pimpinan Ponpes Tebuireng KH Salahuddin Wahid bercerita beberapa waktu lalu Syukriyanto menyambanginya dan menawarkan kerja sama membuat film Jejak Langkah 2 Ulama.

"Saya menyambut baik dengan pertimbangan memang perlu dibuat film seperti ini supaya masyarakat bisa meneladani," ujar Gus Sholah, sapaan akrabnya.

Ia mengungkapkan sebenarnya Ahmad Dahlan dan Hasyim Asy’ari adalah dua dari empat tokoh raksasa umat Islam. Dua tokoh lainnya adalah HOS Cokroaminoto dan Agus Salim.

Gus Sholah sudah pernah menonton film HOS Cokroaminoto dan ia tidak menutup kemungkinan untuk kembali bekerja sama dengan Muhammadiyah dalam pembuatan film tentang Agus Salim.

"Jika film Jejak Langkah 2 Ulama ini hasilnya baik, tidak masalah jika kerja sama lagi bikin film Agus Salim," ucapnya.

Menurut Gus Sholah, kerja sama antara Muhammadiyah dengan NU, khususnya Ponpes Tebuireng bukan pertama kali ini. Pondok pesantrennya telah bekerja sama dengan PP Muhammadiyah saat mendirikan SMA Trensains Tebuireng. Murid di sekolah ini mempelajari ayat-ayat semesta yang terdapat di dalam Alquran.

 

3 dari 3 halaman

Memperkenalkan Sejarah kepada Kaum Milenial

Ketua PP Muhammadiyah Haedar Nashir menilai film ini bisa menjadi jembatan bagi generasi milenial untuk mengenal sejarah. Kedua tokoh ulama itu tidak hanya bergerak demi umat Islam tetapi juga memberikan sumbangan dalam pergerakan bangsa.

"Ahmad Dahlan ternyata sering ke Surabaya waktu itu, memberi banyak pengajaran untuk Sukarno," kata Haedar.

Ia juga merasa perlu menjadikan film ini sebagai watak Islam yang asli di tengah kehidupan yang kian mengeras dari berbagai aspek.

Menurut Haedar banyak keteladanan yang bisa dipetik dari kehidupan dua tokoh ini. Ia tidak menampik masyarakat di luar NU dan Muhammadiyah kerap meletakkan keduanya sebagai tokoh primordial. Padahal, kenyataannya Ahmad Dahlan dan Hasyim Asy’ari adalah representasi Islam yang rahmatan lil alamin dan lintas batas. Dialog yang mereka lakukan tidak sebatas dengan tokoh-tokoh Islam saja, melainkan juga nasionalis.

"Keduanya juga saling dukung walaupun berbeda pandangan, kelebihan tokoh-tokoh lama tidak pernah memberi label negatif kepada tokoh lainnya," tutur Haedar.

 

Simak video pilihan berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.