Sukses

Gubernur Jatim dan Bupati Se-Madura Bahas Masalah Garam, Ini 3 Rekomendasinya

Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa mengumpulkan para bupati se-Madura Senin, 22 Juli 2019. Pertemuan di Aula Pemerintah Kabupaten Sampang.

Liputan6.com, Sampang Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa mengumpulkan para bupati se-Madura Senin, 22 Juli 2019. Pertemuan di Aula Pemerintah Kabupaten Sampang itu membahas harga garam yang anjlok. Pada awal 2019 harga garam masih 1200 perkilogram, enam bulan berselang harga garam mentok di angka 400 hingga 500 perkilogram.

Dihadiri Direktur Operasi PT Garam Hartono dan Ketua Himpunan Asosiasi Petambak Garam Jawa Timur, Muhammad Hasan, pertemuan tertutup itu menghasilkan tiga rekomendasi yang diyakini bisa mengurai ruwet persoalan harga garam.

Hal paling mendasar, kata Khofifah, adalah transparansi data. total produksi dan kebutuhan garam nasional harus dibuat single data dan menjadi rujukan nasional. Agar kebijakan impor garam tidak melebihi selisih antara produksi dan kebutuhan.

Sebab, Ketua Muslimat NU ini meyakini garam Madura sudah layak masuk garam industri. Dengan kapasitas produksinya mencapai 9.420 ribu ton setahun, ditambah kandungan NaCI (Natrium Klorida) yang mencapai 97 persen, garam Madura tidak hanya layak sebagai bumbu dapur tapi juga bisa untuk bahan pengawet makanan yang dibutuhkan industri.

Simak video pilihan berikut:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

PT Garam Jadi Stabilisator

Di luar persoalan data garam yang tak singkron antar lembaga Negara, Mantan Mentri Sosial itu juga menyarankan pemerintah agar menambah fungsi PT Garam. Pada situasi tertentu, umpamanya ketika harga garam terjun bebas seperti sekarang, pemerintah melalui Mentri Keuangan atau Mentri BUMN bisa menunjuk PT Garam menjadi stabilisator harga dan penyangga garam nasional.

Dengan begitu, PT Garam diberi tugas membeli garam petani dengan harga normal tanpa mengikuti fluktuasi harga di pasaran.

Direktur Operasi PT Garam Hartono mengatakan sebenarnya sejak 2015 perusahaan plat merah itu telah ditugasi membeli sebanyak mungkin garam petani. Pemerintah bahkan menyokong PT Garam lewat penyertaan modal negara.

Tahun ini pun, PT Garam mendapat jatah pembelian sebanyak 75 ribu ton dari sisa penyertaan modal negara tersebut.

Soal harga, PT Garam masih mengikuti mekanisme pasar yaitu berpatokan pada kwalitas garam. Menurut Hartono di saat mekanisme pasar masih abu-abu, PT Garam tak mau ambil resiko untuk menghindari munculnya masalah baru di internal perusahaan.

3 dari 4 halaman

Mendorong Harga Pokok Pembelian

Untuk para pengurus Asosiasi Garam, Khofifah memberi arahan agar mengkaji lagi harga dasar garam atau harga pokok pembelian, sehingga ditemukan angka yang tidak merugikan petani ataupun perusahaan alias saling menguntungkan. Kesamaan persepsi di harga akan menjadi proteksi ketika garam over suplai.

"Harga harus terproteksi, seperti petani mendapat subsidi pupuk dan alsintan," kata Khofifah.

Usul soal HPP ini sebenarnya telah dilakukan tiga bupati di Madura dengan berkirim surat ke Mentri Perdagangan. Surat yang ditandatangani Bupati Sumenep KH Busyro Karim, Bupati Pamekasan Badrut Tamam dan Bupati Sampang Slamet Junaidi itu, salah satunya berisi soal standarisasi harga.

Menurut Bupati Pamekasan Badrut Tamam dengan adanya standarisasi harga maka bagaimana pun situasi pasar garam, harga itu menjadi patokan pembelian oleh perusahaan. "Agar pertani tak terus rugi," kata mantan Anggota DPRD Jawa Timur ini.

Harga garam yang dianggap tidak merugikan petani dipatok di angka Rp 1100 perkilogram. Harga ini sudah memperhitungkan semua aspek, mulai dari biaya produksi sejak penggarapan, pengemasan, pengangkutan hingga ongkos para pekerja. "Harga garam import tidak dijadikan pertimbangan," ujar Badrut.

Sekertaris Komisi Garam Pamekasan, Yoyok R Effendi berpendapat bila ingin ada harga pokok penjualan, pemerintah harus menetapkan garam sebagai komoditi kebutuhan pokok.

“Garam harus segera ditetapkan sebagai komoditi bahan pokok, agar kemudian bisa ditetapkan HPP (Harga Pokok Penjualan), karena ketentuan harga yang ada sekarang hanya persyaratan bagi importir garam agar membeli garam rakyat terlebih dahulu sebelum diberikan quota impor dengan acuan harga 750 ribu per ton collecting point curai, jadi bukan ketentuan harga dasar,” Yoyok menerangkan.

 

4 dari 4 halaman

Impor Dianggap Biang Kerok

Di luar berbagai rekomendasi itu, semua pihak sepakat penyebab utama nyungsepnya harga garam karena kebijakan impor garam. Menurut Yoyok R Effendi, lalu lintas importasi garam harus lebih diperketat, misalnya tidak mengeluarkan izin impor selama masa panen garam rakyat.

Bagi para pelanggar izin, Yoyok meminta sangsi tak sekedar sangsi administratif, tapi harus mencakup pencabutan izin import. “Sudah saatnya pemerintah membuat kebijakan buffer stock untuk garam lokal, agar stabilitas harga yang layak tetap terjaga, serta tidak terjadi penumpukan stock garam di gudang-gudang petani garam,” ujar dia.

Ketua Himpunan Masyarakat Petambak Garam Jawa Timur (HMPG Jatim) Mohammad Hasan juga menilai impor garam adalah penyebab garam petani tidak laku. Tahun 2018, jatah impor garam sebesar 3,7 juta ton dan tahun 2019 ini pemerintah mengalokasikan impor garam sebesar 2,7 juta ton.

"Dari kondisi ini terjadi karena regulasi pemerintah yang tidak berpihak pada nasib petambak garam," kata Hasan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.