Sukses

Perjuangan Halim Demi Lestarikan Burung Maleo yang Terancam Punah

Burung endemik Sulawesi dengan nama latin Macrocephalon Maleo itu kini masuk dalam kategori terancam punah.

Liputan6.com, Gorontalo - Keberadaan burung Maleo memprihatinkan. Burung endemik Sulawesi dengan nama latin Macrocephalon Maleo itu kini masuk dalam kategori terancam punah. Padahal dulu burung ini selalu ditemui di hampir seluruh kawasan Pulau Sulawesi, termasuk Gorontalo.

"Sekarang hanya ditemui di beberapa wilayah saja," ungkap Halim Pakaya, seorang warga yang menekuni pembibitan burung Maleo. 

Saat ditemui Liputan6.com di nesting ground (tempat bertelur) Hugayani, di Desa Tulabolo, Kecamatan Suwawa Timur, Kabupaten Bone Bolango Gorontalo, Halim mengatakan, upayanya membuat penangkaran burung Maleo agar tetap lestari sudah dilakukannya sejak 2013. 

"Ini terus dimonitor Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Gorontalo dibantu masyarakat sekitar," katanya.

Saban hari, Halim harus keluar masuk Kawasan Taman Nasional Nani Wartabone untuk mencari sarang Maleo. Perjalanannya tidak mudah. Halim memacu sepeda motornya sejauh 5 kilometer melalui medan yang terjal. Tak sampai di situ, perjalanan kemudian dilanjutkan dengan berjalan kaki menyusuri hutan di pinggiran Sungai Bone sejauh 7 kilometer selama 2 jam.

"Setiap hari ini saya lakukan ini demi kelestarian maleo yang hampir habis," katanya.

 

Simak juga video pilihan berikut ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Manusia Predator Utama

Di tengah hutan, Halim mencari lubang-lubang besar yang biasa digunakan induk Maleo untuk bertelur. Telur yang didapatnya kemudian dibawa ke penangkaran untuk dinetaskan. 

"Hal ini dilakukan agar telur tetap terjaga tidak dimakan predator dan tidak diambil manusia," tutunya.

Selama di penangkaran, telur Maleo tersebut dijaga hingga akhirnya menetas dengan sendirinya. Sebab Maleo seperti burung jenis Wallacea, menetaskan telur tidak dengan cara mengeraminya. Masa penangkaran telur maleo berlangsung selama 60-90 hari hingga akhirnya dilepas.

"Manusia predator utama. Telurnya bahkan sudah diburu," katanya.

Halim mengaku, tiap hari dirinya bisa melepas 10 sampai 15 ekor burung Maleo hasil penangkarannya. Selama setahun terhitung dirinya sudah melepasliarkan kembali burung Maleo sebanyak 2.160 ekor.

"Hidup atau tidaknya mereka itu sudah hukum alam yang menentukan, yang penting saya terus rilis," katanya. 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.