Sukses

Tiga Harimau Kondang di Riau dan Kisah di Balik Namanya

Sejumlah harimau sumatra keluar dari hutan karena habitatnya rusak, tiga di antaranya dievakuasi karena dianggap membahayakan manusia. Satu harimau, Inung Rio, akhirnya mati karena luka jerat yang dialaminya.

Liputan6.com, Pekanbaru- Sejumlah hutan di Provinsi Riau masih dihuni harimau sumatra. Hanya saja, jumlah pasti si Raja Hutan di Bumi Lancang Kuning pada tahun 2019 belum diketahui pasti. Satwa ini jarang muncul dan cenderung menghindari manusia.

Namun tak jarang, harimau sumatra terusik lalu menampakkan belangnya karena habitatnya rusak. Kemunculan ini ditandai dengan temuan jejak ataupun penerkaman terhadap ternak milik warga.

Dalam beberapa kasus, sejumlah harimau nekat masuk ke permukiman, seperti kasus Bonita. Harimau betina ini sempat menjadi teror bagi masyarakat Dusun Danau, Kecamatan Pelangi, Kabupaten Indragiri Hilir, dari akhir 2017 sampai akhir April 2018.

Atau Atan Bintang yang merangsek ke pasar tradisional karena sedang berburu kambing pada September 2018. Dia sempat terjebak di kolong rumah toko hingga akhirnya dievakuasi ke Pusat Rehabilitasi Harimau Sumatra Dharmasraya PRHSD, Sumatra Barat.

Selain dua harimau itu, ada pula Inung Rio. Dia dievakuasi bukan karena "kejahilannya" mencoba masuk ke permukiman, melainkan korban pemburu liar yang memasang jerat dari kawat baja di kawasan restorasi ekosistem, Kecamatan Teluk Meranti, Kabupaten Pelalawan.

Inung Rio yang dievakuasi pada pertengahan Maret 2019 ini, umurnya tak begitu panjang. Bobot 95 kilogram badannya ternyata tak bisa menahan sejumlah penyakit yang dideritanya, ditambah lagi luka parah kaki depannya.

Luka ini diduga sebagai pemicu terjadinya komplikasi penyakit, apalagi Inung Rio terjerat selama 22 jam. Sebelum mati, belangnya rontok, liurnya kian banyak keluar, dan nafasnya kian tak teratur.

Ketiga harimau sumatra ini dikandangkan di pusat rehabilitasi yang sama. Ketiganya juga sempat berinteraksi selama masa pemulihan. Namun kini, harimau kondang karena sempat menghiasi sejumlah pemberitaan media massa dan sosial, tinggal dua.

Diharapkan, apa yang menimpa Inung Rio tidak terjadi pada Bonita dan Atan Bintang. Keduanya bisa berkembang biak menambah jumlah satu-satunya spesies harimau yang tersisa di Indonesia.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Bonita

Bonita dilaporkan mulai mendekati permukiman dan bermain di kebun sawit warga pada akhir tahun 2017. Dia bahkan terlihat mengejar ternak warga dan hampir saja menerkam seorang bocah yang bermain di halaman rumah.

Tim BBKSDA Riau berencana turun pada akhir Desember itu karena kemunculan Bonita kian intens. Ditambah lagi dengan kehadiran harimau lainnya yang diberi nama Boni.

Boni cenderung menghindari manusia, sementara Bonita sangat berani karena mendekati apa yang muncul di depannya. Teror kian meruncing ketika Bonita memergoki beberapa pekerja sawit PT Tabungan Haji Indo Plantation.

Saat itu, seorang pekerja Jumiati sudah jadi target kunci Bonita. Bonita memanjat sawit untuk memburu Jumiati meski karyawan lainnya sempat terjatuh ke tanah. Jumiati ditarik lalu diterkam, tapi hanya bagian kakinya saja dimakan.

Perburuan Bonita melibatkan TNI, Polri, pihak kecamatan dan masyarakat. Sejumlah perangkap berumpan daging dan ayam dipasang tapi tak mampu menarik perhatian Bonita.

Beberapa petugas juga sempat diisolasi Bonita di hutan. Petugas gabungan dikitari selama beberapa jam hingga akhirnya Bonita menghilang di semak. Hal serupa juga dilakukan Bonita terhadap puluhan pekerja sawit.

Korban akhirnya bertambah pada Maret 2018. Pekerja bangunan bernama Yusri diterkam menjelang malam setelah dipisahkan Bonita dari dua rekannya. Karena ini pula, petugas memutuskan melakukan langkah terakhir, yaitu tembak bius atau tembak mati.

Tahu jadi sasaran bius, Bonita sempat menghilang. Pencariannya juga melibatkan seorang bule dari Kanada karena dipercaya bisa memahami bahasa satwa dan memanggilnya.

Bonita beberapa kali terpancing tapi kabur lagi ketika petugas membidiknya. Pencarian membuahkan hasil ketika bule tadi pulang dari lokasi. Bonita ditembak bius setelah berhasil diisolasi petugas.

Setelah dirawat di PRHSD, akhirnya diketahui Bonita baru saja melahirkan tapi petugas di lapangan tak menemukan anak harimau. Bisa jadi, Bonita mengamuk karena anaknya dicuri ketika Bonita keluar dari sarangnya.

3 dari 4 halaman

Atan Bintang

Hampir setengah tahun usai kejadian Bonita, masyarakat di Kecamatan Pulau Burung, Kabupaten Indragiri Hilir, dihebohkan harimau mendekati permukiman. Petugas BBKSDA Riau ke lokasi untuk memantau keberadaannya.

Harimau jantan ini sempat juga menerkam beberapa sapi milik warga meski gagal dimangsanya. Petugas juga memasang perangkap di hutan tapi umpan ayam tak menggugah selera harimau itu.

Hilang beberapa saat, akhirnya pada 14 November 2019, masyarakat di pasar tradisional di kecamatan itu dibuat geger setelah seekor harimau mengejar kambing ke kerumunan. Karena masih liar, harimau ini lalu melarikan diri ke bawah rumah toko.

Menjelang malam, dia pun terjebak di kolong ruko itu. Masyarakat dan polisi serta BBKSDA Riau memasang jaring di bawah ruko agar harimau ini bisa ditangkap oleh petugas dari Pekanbaru.

Datang dengan senjata bius, petugas berhasil menembak harimau berbobot 90 kilogram itu. Hanya saja, petugas kesulitan mengambilnya hingga akhirnya diputuskan membobol lantai ruko.

Ketika lubang terbuat, harimau ini sadar. Petugas memutuskan tidak turun dan memberikan makan serta minum agar harimau ini bertahan. Strategi diatur keesokan harinya, di mana harimau itu berhasil dibius lagi pada malam harinya.

Malam itu, langit terlihat terang dengan kerlap-kerlip bintang di langit. Oleh karena itu, petugas memutuskan memberi nama harimau tersebut dengan Atan Bintang.

Menurut Kepala BBKSDA Riau Suharyono kala itu, Atan merupakan sebutan untuk anak laki-laki dalam bahasa Melayu. Sementara Bintang sebagai gambaran situasi malam saat evakuasi harimau berlangsung.

Berada di PRHSD, Atan Bintang punya kesukaan berbeda dengan Bonita. Dia lebih gemar meminum air berbentuk teh karena asalnya dari rawa bergambut. Kondisinya hingga kini dilaporkan masih sehat dan baik.

Kalau sudah memungkinkan, Suharyono menyebut Atan Bintang akan dilepasliarkan. Riau masih menjadi pilihan dan daerah rawa bergambut menjadi tempat pelepasliarannya nanti.

4 dari 4 halaman

Inung Rio

Sebelum kemunculannya, kabar adanya harimau di Kecamatan Teluk Meranti sering menguap ke permukaan. Baik itu dari temuan jejak ataupun beberapa peristiwa penyerangan hewan ternak warga pada malam hari.

Kisah Inung Rio dimulai ketika ada laporan harimau terjerat di kawasan restorasi ekosistem di kecamatan tersebut pada 22 Maret 2019. Dia ditemukan seorang karyawan perusahaan di sana karena ikut terjerat juga.

Jaraknya dengan Inung sangat dekat. Salah bergerak saja, mungkin saja karyawan ini sudah tak bernyawa. Beruntung gapaian cakar Inung terbatas karena cengkeraman kuat kawat baja di kaki depan kirinya.

Setelah 22 jam terjerat, akhirnya Inung dievakuasi ke PRHSD melalui jalur darat setelah melewati beberapa perairan. Kondisinya memang sangat memprihatinkan karena lukanya mulai membusuk, dikerubungi lalat, dan berbelatung.

Menurut Suharyono kala itu, penamaan Inung berdasarkan panggilan sehari-hari terhadap Dirjen KSDAE di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Ir Wiratno. Sementara Rio merupakan kebiasaan pengucapan orang Jawa terhadap Riau menjadi Rio.

Beberapa hari di PRHSD, Inung sempat membaik. Hanya beberapa hari kemudian, tepat tanggal 15 April 2019, Inung Rio kejang-kejang hingga akhirnya mengembuskan nafas terakhir.

Sejatinya, harimau mati karena didahului terkena jerat bukan pertama kali terjadi di Riau. Tahun lalu, ada juga seekor harimau tergantung di tebing karena berusaha meloloskan kawat baja yang menjerat pinggulnya.

Tak hanya satu, peristiwa di Pangkalan Indarung, Kabupaten Kuantan Singingi ini, menewaskan tiga ekor harimau sekaligus. Pasalnya, harimau betina ini tengah bunting tua dan segera melahirkan.

Terlepas dari itu, konflik harimau diprediksi bakal terus terjadi karena kian berkurangnya habitat akibat pembukaan hutan menjadi kebun sawit ataupun hutan tanaman industri.

 

Simak video pilihan berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.