Sukses

Ketika Musik Celentung Menjadi Pemersatu Mahasiswa ASEAN

Lewat pertunjukan bersama, seluruh peserta SEED Unpar 2019 yang berasal dari tiga negara Asean, nampak serasi memainkan alat musik Celentung.

Liputan6.com, Garut Puluhan mahasiswa program SEED Unpar 2019 yang berasal dari tiga negara ASEAN, nampak asyik dan ceria memainkan alat musik celentung, khas masyarakat Selaawi, Garut, Jawa Barat. Angin malam semakin menusuk tubuh, tak mengurangi antusia penonton yang hadir di sana, Rabu (3/7/2019) lalu.

Bahkan ratusan warga yang memadati area kegiatan, nampak tidak beranjak dari tempat duduknya, mengikuti gelaran seni kebudayaan lintas negara yang diperagakan puluhan mahasiswa Universitas Katolik Parahyangan (Unpar) tersebut.

Para mahasiswa perwakilan Thailand, Filipina dan Indonesia sebagai tuan rumah itu, nampak asyik dan mahir memerankan seni budaya mereka, sebagai delegasi negara Asia Tenggara (ASEAN), dalam kegiatan Social Enterprise for Economic Development (SEED) Unpar 2019.

Sebagai pembukaan, perwakilan masyarakat Selaawi mengawali pertunjukan dengan pementasan seni Tari, Kemudian perwakilan mahasiswa Filipina membawakan pertunjukan olah vocal beregu, dengan menyanyikan lagu khas daerah dari negara asal petinju legendaris Manny Pacquiao tersebut.

Sedangkan dari Indonesia, pertunjukan diawali dengan pementasan tari perang yang dibawakan perwakilan mahasiswa asal Manado, serta pertunjukan kesenian alat musik celentung yang dibawakan puluhan pelajar asal kecamatan Selaawi.

Malam semakin larut, namun pementasan kesenian justru semakin seru, setelah seluruh peserta perwakilan dari tiga negara Asean tersebut, melangsungkan pertunjukan celentung yang dibumbui joget bersama, melambangkan persatuan antar negara Asean.

Kanapar Rianrom, salah satu mahasiswa Thoksin University, Thailand mengaku senang dengan pertunjukan kesenian celentung, terlebih alat musik dari bambu itu baru pertama kali ditemukan di kecamatan Selaawi, Garut itu. “Di Thailand tidak ada celentung,” ujar dia.

Nuni, panggilan akrab Kanapar, mengaku baru pertama kali memainkan alat musik celentung tersebut dalam lawatannya ke Indonesia, terlebih hanya beberapa kali latihan sebelum ia tampil bersama rekan lainnya. ”Begitu tertarik dan jadi kesan yang indah," ucapnya.

Tidak hanya itu, selama berinteraksi dengan masyarakat Selaawi, ia mengaku tertarik dengan makanan tradisional masyarakat Selaawi.

“Sambal ibu dan teteh enak sekali, saya juga suka kerupuk, seblak, lotek, tahu, dan lainnya,” kata dia.

Dalam program SEED selama sembilan hari di kecamatan Selaawi, ia bersama puluhan mahasiswa lainnya mencari potensi daerah yang bisa dikembangkan, untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

“Kita berikan solusinya, nanti tergantung pemerintah yang akan menindaklanjuti,” ujar dia.

Pertunjukan kesenian lintas negara akhirnya diakhir dengan penampilan celentung secara bersama-sama, seluruh peserta yang hadir dalam kegiatan SEED Unpar 2019 tersebut.

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Internasionalisasi Kampus

Fernando Mulia, Ketua Panitia Seed Unpar 2019 mengatakan, selama 14 hari di Selaawi, para mahasiswa dari tiga negara Asean itu, lebih banyak mencari potensi lokal, termasuk penyajian solusi yang akan diberikan bagi pemerintah daerah.

“Kita bekali mereka dengan metodologi, nanti mereka yang akan mencari datanya,” ujar dia.

Pemilihan kecamatan Selaawi ujar dia,  dianggap tepat dengan melimpahnya potensi yang ada saat ini. “Selain dekat, Selaawi juga memiliki hubungan baik dengan Unpar,” ujarnya.

Hasilnya cukup menggembirakan, mereka mampu mencari potensi untuk kemudian dikembangkan bagi masyarakat sekitar.

“Seperti penemuan Cawi, teh dari daun bambu, di Thailand, mereka terbiasa menggunakan daun bambu sebagian bahan the,” kata dia dia.

Selain itu, celentung, salah satu alat musik kesenian mereka, sudah mulai dikenal masyarakat, dan bisa dikembangkan lebih besar lagi, sebagai kekayaan lokal masyarakat Selaawi. "Kita hanya berikan solusi, silahkan nanti pemerintah yang memutuskan," kata dia.

Menurutnya, keterlibatan mahasiswa Thailand dan Filipina dalam program SEEd 2019, merupakan upaya internasionalisasi kampus, sebagian bagian dari keanggotaan pada ASEAN Learning Network (ALN).

"Keunikan program itu terletak pada keberagaman kemudian dituangkan dalam malam kebudayaan," kata dia.

 

3 dari 3 halaman

Solusi Bagi Masyarakat

Camat Selaawi Ridwan Effendi mengatakan, selama sembilan hari melaksanakan program SEED di tengah masyarakat, para peserta mampu mencari potensi lokal termasuk solusi yang ditawarkan. “Tadi siang mereka mempresentasikan termasuk solusinya,” kata dia.

Hasilnya, banyak potensi lokal kecamatan Selaawi yang bisa dikembangkan, untuk meningkatkan kesejanteraan masyarakat.”Jelas ini (solusi) sangat berarti bagi kamj, tinggal kami rumuskan ke kijakan di daerah,” ujarnya.

Beberapa solusi yang ditawarkan para peserta SEED 2019 yakni, Pertama, pengelolaan limbah bambu mulai daun, batang hingga tangkai, tanpa meninggalkan limbah yang terbuang sia-sia.

”Seperti potongan batang bambu bisa dijadikan fowder, untuk campuran kosmetik, ini sangat bermanfaat,” kata dia.

Kemudian pemanfaatan batang bambu untuk pengembangan industri, termasuk alat kesenian daerah seperti celentung. “Ini kan alat musik daerah yang hanya ditemukan di Selaawi, ujarnya.

Kedua, solusi manajemen untuk mengoptimalkan seluruh potensi lokal yang dimiliki daerah Selaawi. “Ketiga ya marketing atau bagaimana pola penjualan yang tepat, sehingga potensi kami seperti bambu, kuliner dan lainnya bisa lebih optimal,” ujarnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini