Sukses

Mutiara-Mutiara Terpendam di Balik Reaktivasi Kereta Api Cibatu-Garut

Pemerintah pusat tengah mereaktivasi jalur kereta api lawas antara Cibatu - Garut Kota.

Liputan6.com, Garut - Budayawan Franz Limiart menganggap reaktivasi kereta api dari Stasiun Cibatu hingga Garut Kota, Kabupaten Garut, Jabar merupakan salah satu cara mengembalikan mutiara yang terpendam. Pasalnya pada jalur tersebut terdapat sejumlah bangunan bersejarah bernilai tinggi kebudayaan nasional.

"Jelas bukan barang biasa, tetapi mutiara terpendam," ujarnya kepada Liputan6.com, Senin (1/7/2019).

Selain arsitektur peninggalan Belanda yang terkenal kokoh dan berkualitas, berbagai bangunan bersejarah itu juga menyimpan nilai ilmu pengetahuan bagi generasi saat ini.

"Coba lihat bagaimana arsitek bangunan Belanda dulu di bangunan, hingga kini masih kokoh," katanya.

Reaktivasi kereta api itu, katanya, bakal semakin menambah khasanah sejarah bagi generasi muda Kabupaten Garut dan Indonesia, seiring dengan rencana pembukaan kembali jalur legendaris Cibatu-Garut Kota sepanjang 21 kilometer tersebut tahun ini.

"Bagi mereka yang belum tahu bahwa Garut merupakan periode awal kereta di Jawa Barat kini saatnya kembali melihat kenangan itu," katanya.

Franz berharap dalam proses perbaikan yang dilakukan pemerintah pusat saat ini tidak menghilangkan nilai estetika bangunan, yang rata-rata dibangun pada periode 1937-an tersebut.

"Bagaimana pintu kusen, jendela yang masih terbuat dari kayu jati, dengan satu menara atap bangunan di tiap bangunan," kata dia.

Dengan upaya itu, maka keaslian bangunan bisa dipertahankan sehingga menambah kebanggan, dari nilai sejarah bangunan masa lalu.

"Dengan semakin banyak bangunan yang terjaga, saya yakin bakal banyak pengunjung yang datang menikmati," kata dia.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 6 halaman

Klinik Kesehatan

Berada di dekat aera wilayah kompleks Stasiun Cibatu, bangunan bercat putih ini nampak masih kokoh dan elegan berdiri. Tercatat di salah satu dinding bangunan bersejarah itu 1937, sebagai tahun pembangunan gedung, yang sejak awal difungsikan sebagai klinik kesehatan di kawasan Stasiun Cibatu tersebut.

3 dari 6 halaman

MESS Pegawai

4 dari 6 halaman

Mushola dan Talang Air

5 dari 6 halaman

Bangkai 'Si Gomar'

6 dari 6 halaman

Stasiun Legendaris Cibatu

Menurut catatan, Stasiun Cibatu beroperasi pada 14 Agustus 1889, setelah diresmikannya jalur kereta api yang menghubungkan Stasiun Cicalengka dengan Cilacap oleh Staatsspoorwegen (SS), maskapai kereta api milik Pemerintah Hindia Belanda.

Kemudian pada tahun yang sama, pemerintah Belanda menambah jalur hingga Stasiun Cikajang, yang kemudian dibuka pada tanggal 1 Agustus 1930 oleh SS.

Pada era kolonial Belanda, Stasiun Cibatu merupakan stasiun primadona karena menjadi tempat pemberhentian wisatawan Eropa yang ingin berlibur ke daerah Garut. Dalam buku Seabad Grand Hotel Preanger 1897-1997 yang ditulis oleh Haryoto Kunto, antara tahun 1935-1940 setiap hari di stasiun Cibatu diparkir selusin taksi dan limousine milik hotel-hotel di Garut.

Sebut saja Hotel Papandayan, Villa Dolce, Hotel Belvedere, Hotel Van Hengel, Hotel Bagendit, Villa Pautine, dan Hotel Grand Ngamplang. Saat itu daerah Garut dengan kondisi alamnya yang indah memang merupakan daerah favorit wisatawan yang berasal dari Eropa.

Komedian legendaris Charlie Chaplin pada tahun 1927 pernah menjejakkan kakinya di stasiun ini. Saat itu Charlie Chaplin bersama aktris film Kanada, Mary Pickford sedang dalam perjalanan liburan ke Garut.

Selain Chaplin, tokoh lain yang tercatat menjejakkan kaki di Stasiun Cibatu adalah Georges Clemenceau, Perdana Menteri Prancis dalam dua periode (1906-1909 dan 1917-1920). Dia adalah pendiri koran La Justice (1880), L'Aurore (1897), dan L'Homme Libre (1913); sekaligus salahs atu penulis politik terkemuka dunia saat itu.

Kemudian novelis dan penyair Belanda bernama Louis Couperus, Pangeran Leopold III (Belgia), Putri Astrid (Swedia), artis Jerman akhir 1920-an yakni Renate Muller dan hans Albers.

Setelah kemerdekaan Indonesia, tepatnya pada 1946, Presiden Republik Indonesia saat itu, Sukarno, juga sempat berkunjung ke Stasiun Cibatu dalam rangkaian perjalanan menggunakan kereta api luar biasa melalui jalur selatan. Sepanjang perjalanan tersebut, rakyat di kota-kota kecil meminta Sukarno untuk turun di setiap stasiun (termasuk Stasiun Cibatu) dan berpidato.

 

Simak juga video pilihan berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.