Sukses

Pembangunan Infrastruktur Asal-asalan, Bupati Garut Meradang

Meskipun terbilang proyek baru pembangunan infrastruktur dasar, tetapi banyak bangunan fasilitas publik sudah rusak sebelum pemeriksaan BPK.

Liputan6.com, Garut Bupati Garut, Jawa Barat, Rudy Gunawan meradang. Hal ini lantaran buruknya pengerjaan sejumlah pembangunan infrastruktur dasar fasilitas publik, dalam satu tahun terakhir di wilayahnya.

"100 persen Puskesmas itu tidak benar, saya juga akan laporkan ke BPK," ujarnya, Kamis (13/6/2019).

Menurut Rudy, pembangunan sejumlah fasilitas publik yang dilakukan pihak ketiga, terkesan asal-asal, dengan tidak memperhatikan kualitas yang dihasilkan.

"Coba lihat pintunya pakai papan, saya keliling (kecamatan) hampir semua enggak benar," kata dia.

Ia mencontohkan pembangunan infrastruktur puskesmas di Kecamatan Pameungpeuk, Cikelet, Cisompet dan beberapa kecamatan lainnya, jauh dari kualitas memuaskan. "Coba cek, habis (rusak) semua, yang Cisompet temboknya sudah retak-retak," kata dia.

Saat ini penilaian seluruh proyek pembangunan puskesmas dan pasar di Garut, hanya dilakukan uji petik Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) tanpa pemeriksaan menyeluruh. "Jelas (pembangunan) puskesmas saya kecewa sekali," ujarnya  geram.

Tidak hanya puskesmas, pembangunan sejumlah pasar pun bermasalah. "Di Leles itu (Pasar Leles) kerugiannya Rp 670 juta tambah ada beban keterlambatan kurang lebih menjadi Rp 800 juta," kata dia.

Akibatnya, pembangunan pasar terpaksa dihentikan sementara waktu karena progres pelaksanaan yang tidak berjalan sesuai target. "Bagi kami sebenarnya pasar Leles itu rugi, kenapa rugi? Karena terlambat," ungkap Rudy berang.

Untuk itu, lembaganya berharap seluruh pejabat terkait ikut bertanggung jawab terhadap buruknya pembangunan infrastruktur sarana publik yang dilakukan pihak ketiga itu. "Pengendaliannnya yang harus benar, PPK-nya harus tuduk, kepala dinasnya harus benar," ujar dia menyindir anak buahnya.

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Modus Kejahatan

Buruknya hasil progres pembangunan sejumlah infrastruktur dasar di Garut, ujar Rudy, disebabkan tidak seriusnya pengembang menggarap pekerjaan di lapangan.

Ada beberapa modus jahat yang dilakukan pengembang, untuk menyiasati untung besar. "Minimal ada empat modus," kata dia.

Pertama, terjadinya kongkalikong atau pemufakatan jahat antara pejabat berwenang, pengembang, dan pelaksana di lapangan. "Itu sejak awal, misalkan pelaksananya orang Garut, tapi perusahaannya di luar (Garut) dan direkturnya enggak pernah ke lapangan," kata dia.

Kedua, para pemborong mengatur besaran harga dengan nominal yang tidak masuk akal, sehingga berpotensi merugikan anggaran negara. "Kamu harus gini, gini, gini, dan lainnya," kata dia.

Ketiga, buruknya progres pelaksanaan proyek di lapangan akibat tidak adanya monitor dan evaluasi yang baik. "Jadi RAK (Rancangan Anggaran Kegiatan)-nya itu dikasihkan, saya kan tahu," ungkap dia.

Keempat, ketidakhadiran pemenang proyek di lokasi pengerjaan program yang tengah dikerjakan sehingga pengerjaan jauh dari hasil yang memuaskan. "Ke depannya jika tidak datang itu pasti di-black list," ancam dia.

Dengan buruknya sejumlah pengerjaan proyek infrastruktur di lapangan, Rudy meminta seluruh pejabat terkait bertanggung jawab, dan segera melakukan pemeriksanaan. "Harus ada tindakan, mereka itu jabatannya harus benar," pinta dia.

Tidak hanya itu, lembaganya bakal menerapkan aturan baru dengan meminta seluruh kontraktor menandatangani perjanjian di depan umum untuk tidak menjual SPK kepada pihak lain. "Kalau disubkontraktorkan kami ada klausul tidak dibayar," kata dia.

3 dari 3 halaman

Imbauan kepada Bank

Selain keempat modus di atas, Rudy menilai, faktor lain yang diduga ikut memengaruhi buruknya sejumlah hasil pengerjaan proyek pembangunan infrastruktur di Garut, akibat mudahnya perbankan memberikan penjaminan.

"Saya enggak mau Bank Jabar itu dengan cepat selalu memberikan kelayakan, begitu ada SPK masukin kelayakan, jangan seperti itu," ungkap dia.

Menurutnya, tidak seluruh Surat Perintah Kerja (SPK) yang diterima pihak ketiga harus segera mendapatkan status jaminan pihak bank, sebelum dilakukan pemeriksaan.

"Ini seperti BAN sudah enggak ada duitnya, dipakai dulu ke mana mungkin duitnya, kalau BJB seperti itu saya akan pindahkan kas daerahnya ke BRI," ujar dia.

Akibat dari buruknya pembangunan proyek yang tidak sesuai acuan, Badan Pemeriksanaan Keuangan (BPK) mencatat kerugian hingga Rp 1,8 miliar. "Itemnya banyak mungkin sekitar 30–an," kata dia.

Bahkan, angka itu diprediksi lebih besar jika dikombinasikan dengan hasil pemeriksaan secara menyeluruh BPK. "Yang diuji petik itu 95 persen belum diperiksa BPK," dia menandaskan.

 

Simak video pilihan berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.