Sukses

Mapalus, Kolaborasi People Power dan Moral Budaya Minahasa

Dengan mapalus, segala urusan dan masalah yang dialami warga Minahasa bisa terselesaikan.

Liputan6.com, Manado - Di tengah hantaman modernisasi dan menguatnya individualisme, masyarakat Minahasa di Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) masih tetap mempertahankan tradisi kebersamaan dan gotong royong yang dikenal dengan istilah mapalus.

"Esty, bulan depan anak saya, Glenn, akan menikah. Jangan lupa ya. Nanti kalau Vaness menikah, kita akan bantu lagi," ujar Evi, wanita paruh baya warga Kelurahan Kinali, Kecamatan Kawangkoan, Kabupaten Minahasa, Provinsi Sulawesi Utara.

Evi saat itu sedang sibuk di dapur membantu salah seorang keluarga yang mengadakan ibadah pemakaman. Bersama belasan ibu lainnya, mereka bergotong royong mempersiapkan menu makanan yang akan dihidangkan bagi para tamu undangan.

Pesan Evi kepada Esty itu intinya mengingatkan bahwa dia akan menggelar acara pernikahan anaknya. Esty paham maksud Evy. Saat acara pernikahan nanti, Esty akan membantu menyumbangkan dana atau bahan-bahan makanan.

Nah, nilai atau besaran sumbangan yang diberikan Esty akan 'dibalas' oleh Evi saat acara pernikahan Vaness (anak Esty). Inilah salah satu contoh budaya mapalus.

Denni Pinontoan, teolog dan budayawan dari Universitas Kristen Indonesia (UKI) Tomohon mengatakan, mapalus merupakan praktik tua yang melembaga di Minahasa sejak sebelum Kekristenan diterima secara masif dan sejak tanam paksa kopi diberlakukan awal abad 19.

Kata "mapalus" terbentuk dari dua kata "ma" sebagai awal untuk menunjuk pada sebuah proses yang aktif, dan "palus" yang berarti "dicurahkan" atau "dibagikan".

"Jadi mapalus dari segi istilah artinya saling mencurahkan tenaga dan sumber daya atau saling membagikan apa yang dimiliki masing-masing pihak atau orang," ujar Denni, Rabu (22/5/2019).

Sebagai sebuah praktik kerja, ungkap Deni, mapalus berarti kerja bersama atau bergiliran dengan kesepakatan-kesepakatan yang diterima bersama untuk menyelesaikan suatu kerja (bertani) demi tujuan yang diharapkan bersama.

"Praktik mapalus adalah kerja bersama secara bergiliran di bidang pertanian. Di masa orang-orang Minahasa sebagian besarnya bertani, mapalus dilaksanakan di setiap kampung atau negeri," ungkapnya.

Dia menambahkan, pelaksanaan mapalus terorganisasi melalui kelompok-kelompok yang terdiri dari 10 sampai 50 orang. Di dalamnya ada konsensus tentang aturan dan kewajiban-kewajiban kerja bersama.

"Mapalus kini sudah bertransformasi pada banyak bidang kehidupan, baik dalam keluarga besar, komunitas atau antara kelompok masyarakat, dalam suka maupun duka. Bentuknya juga sudah berubah tergantung kebutuhan," ujarnya.

Namun, prinsipnya tetap dipertahankan yaitu kebersamaan dalam menanggung atau mengerjakan hal-hal yang baik untuk mendukung lestarinya kehidupan bersama.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Sanksi Moral

Dosen Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) Manado, Ivan RB Kaunang mengungkapkan, istilah mapalus kelihatannya sederhana, tetapi berbeda dengan gotong royong yang biasa.

"Mapalus adalah sebuah nilai dan praktik dari pencarian makna kehidupan, yang berproses dalam diri orang Minahasa, kemudian melembaga dalam kehidupan sosial. Mapalus kemudian menjadi salah satu pranata kehidupan peradaban orang Minahasa," ungkap Ivan, Rabu (22/5/2019).

Ivan mengatakan, sebagai suatu nilai, seseorang atau keluarga yang pernah menerima atau mendapatkan "palus" wajib hukumnya untuk membalas, baik dalam bentuk dana dan daya dengan nilai yang sama.

"Jika tidak dilakukannya maka ada sanksi moral. Tidak bertanggung jawab atau immoral disandangnya. Dalam kehidupan akan dibenci, disisihkan dalam pergaulan sosial," ujar Ivan.

Ivan mengungkapkan, mapalus sudah ada dan menjadi tradisi nenek moyang orang Minahasa. Orang mengerjakan tanah garapan, kebun, secara bersama-sama, saling membantu dengan asas kekeluargaan dalam berbagai sendi kehidupan. "Tradisi mapalus hingga saat ini masih dipertahankan," ujar Ivan yang juga merupakan ahli Sejarah di FIB Unsrat Manado ini.

Dia menambahkan, melalui mapalus hakikat kemanusiaan orang Minahasa selaras hubungannya dengan lingkungan alamnya, hubungan dan interaksi sesama manusia, terlebih kepada Tuhan. "Mapalus mengangkat harkat dan martabat manusia Minahasa yang beridentitas dan berperadaban tinggi sejak berabad silam," Ivan memungkasi.

 

Simak video pilihan berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.