Sukses

Cerita Janda Tua Jadi Anggota Geng Pemulung di Teluk Kendari

Teluk Kendari menjadi tempat pembuangan sampah terbesar warga kota. Sampah plastik dari ratusan jenis produk bisa dijumpai di tengah perairan dan rumpun pohon bakau yang di bibir teluk.

Liputan6.com, Kendari - Di sudut Kota Kendari, tepatnya di Kelurahan Petoaha, Kecamatan Abeli, tinggal sekelompok janda yang sudah renta. Mereka rata-rata berusia berkisar 70 hingga 80 tahun, warga asli suku Bajo.

Melihat gerak-gerik yang sudah tak energik lagi, mereka seharusnya sudah tinggal saja di dalam rumah. Namun, setiap hari masih melakoni pekerjaan yang tak pernah disentuh sekitar 500 orang warga yang menetap di wilayah itu.

Hampir setiap hari sejak pagi buta, wanita-wanita lansia yang sudah belasan tahun bermukim di pinggir teluk Kendari itu sudah keluar bekerja. Mengitari teluk, memungut ratusan bahkan ribuan sampah plastik bekas.

Mengayuh perahu sejak jam 5.30 Wita, baru pulang ke rumah sekitar pukul 09.00 Wita. Memulung dengan perahu, mereka menyusuri pinggiran teluk dan tidak pulang jika perahu tak terisi sampah plastik bekas.

Sampah plastik hasil buruan ini, dibungkus dan dipadatkan di dalam karung kecil. Setelah dijemur beberapa hari, pengepul akan datang dan menimbang hasil kerja mereka.

Mereka tak pilih-pilih jenis sampah plastik. Yang penting mengapung di teluk, mereka akan dekati dan dimuat dalam perahu.

Beberapa di antara mereka ada yang sudah melakoni aktivitas itu sejak 5 tahun lamanya. Bahkan, ada beberapa orang janda yang sudah beraktivitas hampir 10 tahun di wilayah itu.

Mbotada (80), salah seorang wanita lansia yang sudah sekitar 4 tahun beraktivitas sebagai pemulung, mengaku terpaksa menjalani pekerjaan itu. Risma, salah seorang kerabatnya menceritakan aktivitas janda yang sudah memulung sejak suaminya meninggal dunia.

Risma mengatakan, perahu yang digunakan Mbotada untuk memungut sampah sehari-hari hanyalah perahu butut yang sudah penuh tambalan. Tak memiliki anak, wanita lansia itu harus hidup mandiri sejak 10 tahun lalu.

"Meskipun sudah tua, setiap hari dia bisa memungut sampah hanyut seberat 10 sampai 20 kilogram di Teluk Kendari," ujar Risma.

Risma melanjutkan, sampah yang dikumpulkan Mbotada dan rekannya ini akan dijual ke penadah yang tak jauh dari permukiman mereka di Kelurahan Petoaha, Kecamatan Abeli, Kota Kendari.

Huna (70), pemulung lainnya di wilayah itu, sudah melakoni aktivitas memulung sekitar 2 tahun. Saat Liputan6.com berusaha berkomunikasi, dia seperti tak menyimak. Salah seorang tetangganya menimpali, harus berbicara dengan suara agak keras supaya bisa dimengerti.

Hanya bisa berkomunikasi dengan bahasa Bajo, Huna mengatakan setiap seminggu atau dua minggu sekali menjual bisa hasil kerjanya ke panadah. Kadang, sampah hasil memulungnya, mencapai Rp 100 ribu saat dibayar pembeli. "Biasa juga kurang," ujarnya.

Salah seorang pemulung lainnya bernama Jompi (65), kerap mendapatkan rezeki saat memulung sampah plastik yang hanyut di Teluk Kendari. Memulung sejak tahun 2000, beberapa perabotan rumah tangga bekas yang hanyut di teluk, kerap dibawa pulang ke rumah.

"Saya bersihkan, kemudian simpan di dapur untuk dipakai,"ujarnya,

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Tak Mendapatkan Bantuan Pemerintah

Mbotada dan rekan-rekannya belum mendapatkan bantuan sebagai warga miskin di Kota Kendari. Meskipun tercatat sebagai warga tidak mampu, belum ada satu bantuan yang diterima mereka.

"Kalau ada kami pasti tahu," ujar Risma, kerabat Mbotada.

Dia mengungkapkan, sejumlah pemulung bahkan tidak memiliki perahu. Perahu yang dipakai sehari-hari, dipinjamkan orang lain.

"Tapi tak gratis, karena hasilnya dibagi dengan pemilik perahu," kata Risma.

Jika sampah hasil memulung belum terjual, Risma mengaku berusaha membantu beberapa di antara mereka. Mulai dari meminjami uang hingga membawakan makanan.

Cerita Risma dibenarkan Arifin, Ketua RT 10 Kelurahan Petoaha. Dia mengungkapkan, bantuan belum pernah diterima kelompok pemulung ini.

"Sejauh yang saya tahu belum pernah mereka terima bantuan," ujarnya.

Arifin melanjutkan, kelompok janda ini bahkan tetap menikmati pekerjaan mereka, Apalagi setelah ada event besar yang digelar di Kota Kendari.

"Biasa kalau sehabis ada acara di Kota, banyak sampah plastik di teluk," ujarnya.

Setelah hujan deras, Arifin menerangkan, sejumlah aliran kali yang bermuara di Teluk Kendari menghanyutkan banyak sampah bekas. Saat itulah, para pemulung membawa pulang banyak sampah untuk dijual.

 

3 dari 3 halaman

Teluk Kendari 'Kuburan' Sampah Plastik

Teluk Kendari menjadi tempat pembuangan sampah terbesar warga kota. Sampah plastik dari ratusan jenis produk bisa dijumpai di tengah perairan dan rumpun pohon bakau yang di bibir teluk.

Sampah plastik ini, malah mulai mencemari Pulau Bokori, salah satu destinasi wisata di Teluk Kendari. Meskipun, setiap momen liburan pulau ini tetap dipenuhi banyak wisatawan.

Kelompok Pegiat lingkungan, Beach Friends Forever (BFF) mengungkapkan ada sekitar 2-3 ton sampah yang berhasil diangkut dalam sekali aksi pembersihan.

"Sampah yang ada di Pulau Bokori, bukan hanya dari pengunjung, tapi, sampah dari teluk yang diempas gelombang hingga ke pulau," ujar Dini Rahmat, koordinator lapangan BFF Kendari.

Pengamatan pihak BFF di Teluk Kendari, dasar laut Teluk Kendari sudah mengkhawatirkan. Ada banyak spot di dasar laut yang dipenuhi sampah plastik dan beragam jenis sampah lainnya.

Solusinya, menurut Dini Rahmat, Pemkot Kendari harus menggalakkan bersih-bersih teluk setiap minggu yang melibatkan masyarakat. Sebab, minim kegiatan yang melibatkan masyarakat untuk menyadari bahaya sampah plastik.

"Tiga tahun berjalan kegiatan kami bersih-bersih teluk, masih ada terus sampah di sini," ujar Dini Rahmat.

 

Simak video pilihan berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.