Sukses

Kajian UGM soal Rencana Pemindahan Ibu Kota

UGM menyebut rencana pemindahan ibu kota sebaiknya berdasarkan pertimbangan agenda besar geopolitik strategis, bukan hanya nasional.

Liputan6.com, Yogyakarta - Sejumlah dosen Fakultas Teknik UGM mengkaji rencana pemindahan ibu kota Indonesia. Kajian itu dilakukan bersama-sama dengan Bappenas.

Mereka mengkaji dan mengeluarkan sejumlah rekomendasi dengan pendekatan akademis dari hasil FGD yang sudah dilakukan. Setidaknya ada tiga hal yang harus digarisbawahi dari rencana pemindahan ibu kota.

Pertama, rencana pemindahan ibu kota sebaiknya berdasarkan pertimbangan agenda besar geopolitik strategis, bukan hanya nasional.

"Terutama penekanan pada peran Indonesia dalam tatanan global ke depan dan tuntutan sejarah," ujar Nizam, Dekan Fakultas Teknis UGM, Selasa (7/5/2019).

Ia memaparkan saat ini pemerintah Thailand sudah memutuskan untuk membangun terusan Kra yang akan berdampak besar terhadap perekonomian dan perdagangan internasional melalui Selat Malaka.

Oleh karena itu, situasi ini menjadi sangat strategis apabila Indonesia mengembangkan ALKI II (alur laut kepulauan Indonesia-II, melalui Selat Lombok, Selat Makasar, Laut Sulawesi).

Menurut Nizam, ibu kota memiliki fungsi dan pesan simbolis, sehingga menjadi strategis jika ibu kota baru berada di kawasan ALKI II (pantai Timur pulau Kalimantan).

"Hal ini juga sejalan dengan visi besar pengembangan Indonesia ke depan sebagai negara maritim," dia mengatakan.

Kedua, pemindahan ibu kota berarti pemindahan pusat pemerintahan, meliputi, eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Ia menyarankan sebaiknya pusat pemerintahan tidak menyatu dengan pusat kegiatan ekonomi dan bisnis.

"Ini juga untuk mengurangi potensi korupsi dan kolusi kekuasaan dengan bisnis dan ekonomi," kata Dekan Fakultas Teknik UGM itu.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Jakarta Jadi Ibu Kota ASEAN

Ketiga, pemindahan ibu kota tidak serta-merta akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pembangunan nasional. Ia berpendapat untuk pemerataan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi perlu dilakukan rancangan tersendiri.

Nizam mengungkapkan salah satu usulan adalah pengembangan industri dan industrialisasi Kalimantan, dengan memanfaatkan dan mengolah sumber daya alam yang melimpah. Penekanan pada peningkatan nilai tambah melalui pemrosesan hasil tambang atau mineral dan perkebunan alias produk derivatif.

Ia menuturkan potensi sumber energi dari Kalimantan juga sangat melimpah, mulai dari gas alam, batubara, hingga nuklir. Potensi ini juga mendukung syarat industrialisasi, yakni ketersediaan sumber bahan baku, energi, dan akses pelabuhan.

Nizam menilai, jika sumber daya manusia yang unggul, maka akselerasi pembangunan untuk pertumbuhan sekaligus pemerataan dapat dilakukan.

"Untuk itu perlu disusun rencana yang komprehensif agar industrialisasi berjalan secara berkelanjutan tanpa mengorbankan fungsi ekologis alam yang ada," kata Nizam.

Tidak hanya itu, Nizam menambahkan karena saat ini Indonesia sudah masuk dalam masyarakat ASEAN, dan Jakarta secara de facto merupakan ibu kota ASEAN, maka di samping pemindahan pusat pemerintahan ke ibu kota negara yang baru, disarankan untuk menjadikan Jakarta sebagai ibu kota ASEAN yang dapat memfasilitasi pertemuan-pertemuan internasional.

Dia juga menyebut pembangunan ibu kota baru harus sejak awal didasarkan pada prinsip smart and green (capital) city. "Rencana pemindahan ibu kota juga harus inklusif, melibatkan seluruh pemangku kepentingan termasuk masyarakat luas," dia menandaskan.

 

Simak video pilihan berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.