Sukses

7 Jurus Antigalau Pasca-Pemilu 2019

Sekartaji Ayuwangi Purbapuri memaparkan alasan orang rentan stres karena pilihannya kalah dan menawarkan solusinya.

Liputan6.com, Yogyakarta Usai Pemilu, sebagian orang bisa saja mengalami stres baik itu calon legislatif yang gagal atau warga biasa yang  pilihannya kalah. Psikoterapis dari Yogyakarta, Sekartaji Ayuwangi Purbapuri, memaparkan alasan orang rentan stres karena pilihannya kalah dan menawarkan solusinya.

Ia melihat fenomena yang memprihatinkan dengan kondisi masyarakat pada Pemilu 2019 ini. Kondisi itu berkaitan dengan kematangan emosi masyarakat dalam pesta demokrasi.

"Di media sosial, bahkan di kehidupan nyata pun masyarakat seolah fanatik dengan kubu masing-masing melalui berbagai perilaku yang sangat tidak sehat bagi dirinya sendiri," ujar Arta sapaannya, Psikoterapis dari Rumah Kasih Sekartaji beberapa waktu lalu.

Menurut Arta, perilaku agresif seperti, saling olok, menyerang dalam fanatisme politiknya dapat menimbulkan banyak perilaku negatif yang berbahaya bagi diri sendiri.

Orang-orang tersebut tidak memiliki kematangan emosi dan patut dicurigai mereka memiliki permasalahan pribadi yang mengendap sejak lama.

"Mereka tidak memiliki sarana penyaluran emosi secara positif sehingga dalam kondisi pemilu seperti ini, ledakan emosi negatif dari bawah sadar mereka mengalir secara otomatis," ucapnya.

Masyarakat semacam itu tidak hanya terjangkit virus stres, namun juga rentan meningkat ke fase depresi awal, sebagai akibat patah harapan dari kenyataan hasil pemilu.

Tanpa disadari, virus ini  memunculkan perilaku agresif-negatif yang dapat berpengaruh pada hubungan pribadi, seperti dengan pasangan, keluarga, rekan kerja, dan orang-orang sekitar yang justru semakin mempersulit diri sendiri.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Pribadi yang Rentan

Arta memaparkan, pribadi yang rentan terjangkit kegalauan dan stres pasca pemilu adalah orang-orang yang terbiasa menendang kehidupan, menolak berbagai kenyataan hidup yang tidak sesuai dengan apa yang ia mau.

"Biasanya pola asuh keluarga dan lingkungan fase awal pertumbuhan jiwa menjadi indikasi awal dari munculnya perilaku-perilaku negatif tersebut," kata Arta.

Mereka cenderung gagal memahami, peristiwa demokrasi bukanlah ajang untuk memenuhi keinginan pribadi, melainkan, kesadaran untuk melahirkan kebaikan bagi masa depan negeri.

"Peristiwa demokrasi pemilu ini hanyalah salah satu stimulus bagi munculnya perilaku-perilaku agresif negatif dan  bukan sebagai akar peristiwa yang memunculkan perilaku negatif tersebut," ucapnya.

Ia mengungkapkan tujuh hal yang bisa dilakukan supaya terhindar dari stres usai Pemilu meliputi, belajar mengenal diri sendiri, belajar memahami setiap akar dari luka batin di dalam diri, belajar menerima dan menyayangi diri sendiri, belajar untuk menerima setiap peristiwa, orang-orang yang hadir di masa lalu yang menjadi akar dari luka batin.

Belajar memaafkan, belajar mengambil hikmah dari seluruh peristiwa sebagai guru menyamar bagi pertumbuhan jiwa, dan belajar memahami perbedaan adalah bentuk alami dari kehidupan, dengan seluruh warna-warninya.

Saksikan video pilihan berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.