Sukses

Kesaksian Kakek Korban Dugaan Penganiayaan Bahar bin Smith

Oo menjelaskan, cucunya saat itu dibalut memakai sprei. Namun wajahnya masih terlihat.

Liputan6.com, Bandung Oo Sunaryo, kakek dari MKU (17) korban penganiayaan yang diduga dilakukan Bahar bin Smith, dihadirkan sebagai saksi dalam sidang lanjutan di di Gedung Perpustakaan dan Arsip Kota Bandung, Kamis (4/4/2019).

Kekek berusia 60 tahun itu menyatakan, sebelum cucunya babak belur, ia sempat bertemu terlebih dahulu dengan MKU. Saat itu, MKU pamit hendak pergi ke Bali bersama CAJ (18) yang juga korban penganiayaan Bahar.

"Saya tidak memberi izin sebetulnya, cuma dia bilang mohon doanya. Saya tanya sama siapa pergi, dia bilang sama CAJ. Ada acara, tapi tidak dijelaskan apa," kata Oo dalam persidangan.

Selang pertemuan itu, Oo mengaku tak lagi melihat sang cucu di rumahnya. Namun tiga hari kemudian, ia menemukan MKU dalam kondisi sudah babak belur.

"Wajahnya babak belur, ada memar terus ada luka merah di matanya. Kepalanya juga botak padahal sebelumnya tidak. Jalannya juga pincang," ujar Oo.

Oo menjelaskan, cucunya saat itu dibalut memakai sprei. Namun wajahnya masih terlihat. Menyaksikan wajah cucunya sembab, Oo sempat bertanya perihal kondisi MKU. Namun MKU tak menjelaskan secara rinci kepada kakeknya.

"Dia bilang mau makan, lapar. Terus dia cuma cerita dikeroyok di daerah Yasmine lalu dibawa ke daerah Parung," ujarnya.

Dalam berita acara pemeriksaan (BAP), jaksa penuntut umum dari Kejari Bogor melihat ada yang berbeda.

Dalam BAP-nya yang dibacakan jaksa, Oo menyebut bahwa MKU dikeroyok di Tajul Alawiyyin. Pesantren itu didirikan dan dipimpin oleh Bahar. Oo lantas menanyakan siapa yang memukul. MKU lantas menjawab yang melakukan pemukulan ialah Bahar.

"Benar seperti itu saksi?," tanya jaksa.

"Benar," kata Oo.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Pengacara Minta Penahanan Bahar Dipindah

Sementara itu, pengacara Bahar bin Smith, Guntur Fathalillah mengajukan permintaan kepada majelis hakim untuk memindahkan lokasi penahanan Bahar. Bahar yang saat ini ditahan di rumah tahanan Polda Jabar sulit ditemui rekan sesama ustaz.

"Kami mohon dibantu, kalau diberikan keleluasaan, ada ustaz, habaib, kawan dekat susah masuk ke sana," kata Guntur.

Majelis hakim sendiri tak bisa memutuskan. Pasalnya hal tersebut merupakan teknis di lapangan.

"Pada prinsipnya orang mau membesuk itu boleh. Tapi ada teknis pengamanan yang kami tidak tahu," kata ketua majelis hakim Edison Muhamad.

Sementara itu jaksa dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Bogor mengatakan untuk proses pembesukan diperlukan surat keterangan dari jaksa.

"Dari setiap yang berkunjung itu minta surat keterangan kepada kami. Kemungkinan yang tidak bisa bertemu itu yang tidak membawa surat," tutur jaksa.

Seusai persidangan, Guntur Fathalillah menilai permintaan tersebut wajar. Sebab dibesuk merupakan hak dari kliennya. Pihaknya pun menginginkan agar Bahar ditahan di rutan.

"Ya harusnya di rutan sesuai acara hukum pidana. Rutannya itu rutan negara bukan rutannya polisi," katanya.

Terkait pernyataan jaksa yang menyebut diperlukannya surat, Guntur menyatakan hal itu terlalu berlebihan.

"Tidak ada aturan main itu, lebay. Tidak ada harus pamit sama jaksa segala," ujarnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.