Sukses

Derasnya Permintaan Uang oleh Oknum Pejabat Pemkab Bekasi Terkait Meikarta

Kepala Dinas PUPR Pemkab Bekasi Jamaludin meminta uang Rp4 miliar terkait perizinan di Dinas PUPR. Termasuk dari Neneng Rahmi selaku Kabid Tata Ruang Dinas PUPR.

Liputan6.com, Bandung - Tiga terpidana perkara suap perizinan proyek Meikarta, menjadi saksi dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bandung, Rabu (27/3/2019). Ketiganya dimintai keterangan soal aliran uang untuk terdakwa para pejabat Pemkab Bekasi.

Ketiga saksi yakni Hendry Jasmen, Fitra Djaja Purnama, dan Taryudi. Selain ketiga orang itu, saksi lain adalah Asep Buchori, selaku kepala bidang di Dinas Damkar Bekasi, Rohim Sutisna selaku Kadiskominfo, dan Abdul Rofik selaku Kadis Perdagangan.

Para terdakwa yang hadir di persidangan tetap lima orang yakni Bupati nonaktif Neneng Hasanah Yasin, Kepala Dinas PUPR, Jamaludin, Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PMPTSP) Dewi Tisnawati, Kepala Dinas Pemadam Kebakaran, Sahat Maju Banjarnahor, dan Kepala Bidang Penataan Ruang Dinas PUPR, Neneng Rahmi Nurlaili.

Dalam persidangan, saksi Fitra Djaja mengaku tidak pernah menawarkan atau menjanjikan uang kepada sejumlah ASN di sejumlah dinas Pemkab Bekasi untuk memuluskan perizinan Meikarta. Namun, ada beberapa dinas yang meminta uang dengan menyebutkan nominal dan ada juga yang tidak sebut nominal.

Ia mencontohkan Kepala Dinas PUPR Pemkab Bekasi Jamaludin meminta uang Rp4 miliar terkait perizinan di Dinas PUPR. Termasuk dari Neneng Rahmi selaku Kabid Tata Ruang Dinas PUPR.

"Untuk rekomendasi yang ada di lingkungan PUPR. Saat itu Pak Jamal menyampaikan 3-4 miliar kepada pak Henry," ujar Fitra.

Karena banyaknya permintaan, Fitra menyampaikan kepada Henry Jasmen. Lalu dari Henry Jasmen, disampaikan ke Billy Sindoro. Atas saran Billy, Fitra membuatkan bobot pekerjaan dinas-dinas mulai dari yang paling berat hingga paling ringan dari 4 hingga 1. Bobot indeks nilai 4 yakni Dinas PUPR dan BPMPTSP, 3 Dinas Lingkungan Hidup, 2 Dinas Perhubungan, dan Damkar serta 1 Dinas Permukiman.

"Itu sebagai indeks beban kerja. Bobot pekerjaan 4231," kata Fitra.

Jaksa lantas menanyakan apakah jumlah Rp4 miliar yang diminta Jamaludin terealisasi. Fitra menyebut jumlah yang akhirnya terealisasi sebesar Rp2 miliar.

Saat ditanya hakim siapa yang memberikan uang, Fitra mengatakan pihak yang memberi adalah Henry.

"Pemberiannya tidak tahu. Penyerahannya oleh Pak Henry," ujarnya.

Jaksa kemudian menanyakan apakah tujuan pemberian uang ke PUPR.

"Untuk mengerjakan perizinan proyek Meikarta. Bahasanya kayak Pak Jamal bilang buat teman-teman lah. Intinya untuk pekerjaan ini 'saya mesti dapat lah', kira-kira begitu saya perkirakan. Walaupun itu sudah tugasnya," kata Fitra.

"Meikarta proyek Lippo Cikarang?," tanya jaksa lagi. Fitra pun turut membenarkan.

Pengakuan saksi lain, Taryudi mengaku pernah menyerahkan uang dari Henry kepada pejabat Pemkab Bekasi.

"Waktu bulan Juni disuruh ke puncak Bogor, dari pak Henry bilang tolong kasih bu Neneng Rahmi dan Kasimin. Jumlahnya tidak tahu. Uangnya disimpan di dalam kardus air mineral," ujar Taryudi.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Mengarang Cerita Dibuntuti KPK

Sedangkan Henry Jasmen, saksi lainnya dalam persidangan kali ini bahkan mengaku harus mengarang cerita dibuntuti KPK saat ditagih uang terkait perizinan Meikarta.

Henry yang telah divonis 3 tahun penjara berujar, dirinya mengarang cerita dibuntuti KPK karena merasa risih terus ditagih Kepala Bidang Penyuluhan dan Pencegahan pada Dinas Damkar Pemkab Bekasi, Asep Buchori yang menjabat terkait commitmen fee penerbitan izin alat proteksi kebakaran di Dinas Damkar Kabupaten Bekasi.

Menurut Henry, Asep pernah menagih commitmen fee tahap ketiga kepada dirinya pada 9 Juni 2018. Pemberian ke Dinas Damkar senilai Rp1 miliar sendiri diketahui dilakukan melalui 4 tahapan.

"Saya membicarakan itu supaya tidak dikejar-kejar lagi. Saya bicarakan, saya buat cerita," katanya.

"Cerita itu disampaikan langsung atau via telepon ya?," tanya pengacara Sahat.

"Dia sering telepon saya. Ketika dia telepon tanya 'apa kabar?' 'Eh, bagaimana kang?'. Kalau sudah nanya itu saya sudah mikir menanyakan sesuatu itu. Baru saya cerita (narasi KPK membuntuti)," tutur Henry.

Adapun tahapan pemberian kepada Dinas Damkar sebesar Rp1 miliar yaitu, pertama Rp200 juta, tahap kedua Rp300 juta. Sementara tahap ketiga setelah dibumbui narasi diintai KPK, Henry Jasmen tetap memberikan pada bulan berikutnya atau bulan Juli 2018. Pengakuan Henry uang yang diberikan kepada Asep sebesar Rp 250 juta. Terakhir pemberian keempat diberikan sebesar 22 SGD.

3 dari 3 halaman

Setoran dari Kepala Dinas

Di sisi lain, Neneng Hasanah Yasin ternyata mendapat setoran dari para kepala dinas di lingkungan Pemkab Bekasi saat menjabat bupati. Para kadis menyetor duit dengan jumlah beragam.

Kadiskominfo Rohim Sutisna misalnya, ia mengaku pernah dua kali memberi uang kepada Neneng. Pemberian pertama sebesar Rp65 juta yang diberikan kepada Neneng melalui sekretaris pribadinya Acep Abdi Eka Pradana dan pemberian kedua sebesar Rp20 juta yang diberikan melalui ajudan Neneng, Marpuah Affan.

"Sumber uang tersebut dari mana?," tanya jaksa KPK.

"Uang pribadi, dari honor saya," ujar Rohim.

Rohim mengaku pemberian kepada Neneng bukan untuk kaitan apa-apa. Uang tersebut diberikan saat momen bulan puasa. Menurut Rohim, dirinya datang atas inisiatif sendiri.

Hal senada juga diungkapkan Kadis Perdagangan, Abdul Rofik. Abdul mengaku pernah memberikan uang sebesar Rp5 juta kepada Bupati Neneng. Pemberian itu dilakukan di kediaman Neneng bersama-sama dengan Rohim dan Sahat MBJ Nahor salah satu terdakwa yang saat itu menjabat sebagai Kadis Damkar.

"Datang bersama-sama (dengan Sahat)?," tanya jaksa.

"Tidak, saat saya datang, Pak Sahat sudah di sana," ucap Abdul yang mengaku tak tahu tujuan kedatangan Sahat.

Jaksa kemudian membacakan berita acara pemeriksaan (BAP) Abdul. Dalam BAP-nya jaksa menyebut saat akan memberikan uang kepada Bupati Neneng, Sahat bertanya 'kasih berapa?' yang dijawab Abdul 'ada lah'. Abdul sendiri membenarkan BAP yang dibacakan oleh jaksa tersebut.

"Sumber uang dari mana? Apa tujuan saudara memberikan uang apa?," tanya jaksa.

"Sebagai ASN kami menerima tunjangan ke-13. Kami terima Rp43 juta dikurangi pajak. Sebagai anak kepada ibu, maka kami menyerahkan uang ke Bu Neneng," beber Abdul.

Saksikan video pilihan berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.